05 • Rendezvous

Start from the beginning
                                    

"Tapi bahasa tubuhmu tidak bilang begitu," sanggah Daniel cepat.

Kini mereka kompak duduk di sofa putih yang sengaja ditata melingkar. Jihoon berusaha bersikap sebiasa mungkin karena semua hyung-nya memperlakukannya seperti biasa, mereka juga bertingkah sewajarnya. Namun ia masih bertanya-tanya apa maksud tujuan mereka mengundangnya ke sini.

Jihoon tahu, line hyung seperti Jisung, Sungwoon, Minhyun, Seongwu, Jaehwan, dan Daniel sudah biasa berkumpul bersama karena mereka termasuk cucu utama di keluarga besar ini. Mereka memiliki ikatan khusus dan sering memecahkan masalah bersama. Kini kehadiran Jihoon diantara mereka pasti bukan suatu hal yang biasa.

"Apa kau masih gugup karna terpilih, Jihoon-ah?" timpal Jaehwan santai.

Jihoon menghela napas, membuat keenam laki-laki yang mengamatinya bertanya-tanya. Lelaki itu kemudian melempar pandangannya ke arah jendela. Memilih kata yang tepat untuk mewakili beragam pertanyaan di otaknya.

"Sebenarnya, ada apa hyung memanggilku?" Jihoon mengedarkan pandangan ke arah mereka, alih-alih menjawab atau menjelaskan perasaan rumit yang menerpanya. "Sejauh apa pengetahuan kalian tentang The Wanone?"

"The Wanone sudah sekarat, Jihoon-ah," sahut Seongwu dengan pandangan putus asa. "Kita semua tidak bisa berbuat apa-apa lagi."

"Aku benar-benar tidak pernah membayangkan perusahaan bisa separah ini jadinya," gumam Jaehwan yang membuat suasana semakin serius.

Minhyun meletakkan gelas berisi jus mangga di depan Jihoon lalu menimpal, "Sebenarnya kerja sama seperti ini sudah diperkirakan sebelumnya."

Jisung mengangguk setuju. "Aku pikir, salah satu diantara kami berenam yang akan terpilih."

"Aku hanya tidak menyangka Nyonya Han SooHee menyerahkan pilihannya pada Sera," imbuh Daniel heran.

"Tapi aku pikir gadis itu memiliki pertimbangan lain untuk memilih Jihoon," timpal Jaehwan, meletakkan telunjuk dan ibu jarinya di dagu.

"Kau pasti beruntung. Dia tidak salah memilihmu, Jihoon-ah." Sungwoon yang sedari tadi hanya diam sambil berpikir akhirnya bersuara sambil menepuk-nepuk pundak Jihoon.

"Aku hanya masih tidak percaya ... diantara sebelas orang, kenapa harus aku?" gumam Jihoon ditengah keheningan sekejap yang tidak sengaja tercipta. "Apa aku benar-benar bisa menyelamatkan The Wanone? Kalian tahu, mengambil alih perusahaan yang sekarat bukan hal yang mudah."

"Kenapa kau meragukan dirimu sendiri disaat kami semua percaya padamu?"

Kata-kata Minhyun itu membuat Jihoon mendongak. Hatinya seolah tersentil mendengarnya. Ia menatap enam orang di depannya bergantian. Menemukan keyakinan kuat di mata mereka. Para hyung-nya itu jelas-jelas mendukungnya, berharap besar padanya.

"Kau bisa menganggap dirimu pahlawan keluarga ini, Jihoon-ah."

Daniel mengangguk setuju mendengar kata-kata Jaehwan. Ia menambahkan, "Kami semua, sebagai hyung hanya ingin memberimu kepercayaan untuk membawa The Wanone kembali. Kau bisa melakukannya." Lelaki itu menepuk-nepuk bahu Jihoon sambil tersenyum simpul.

"Aku ... benar-benar berharap besar padamu, Jihoon-ah. Mungkin tentang black credit card kita yang error, cukup meresahkan kalian juga bukan? Tapi di sini aku tidak akan egois dan hanya berbicara dari segi finansial," Sungwoon terlihat ragu untuk melanjutkan kata-katanya. Ada beban besar yang lain di matanya.

Jihoon akhirnya meloloskan napas panjang. "Aku juga resah karna benda itu bermasalah."

"Hal inilah yang ingin aku katakan padamu, hanya saja aku tidak tau harus mulai dari mana. Eomma-ku sedang dirawat sekarang, kesehatannya memburuk dan aku tidak bisa apa-apa tanpa kartu itu."

Sontak Jihoon sedikit terbelalak. "Bibi SungMin?"

Sungwoon mengangguk dan kini atmosfer ketengangan beralih menjadi kekhawatiran. Pasalnya mereka semua tahu, ibu Sungwoon sangat akrab dengan semua keponakannya sehingga mereka tidak menyangka wanita yang biasa ceria itu sedang jatuh sakit.

"Aku berharap ibumu akan segera membaik, hyung." Daniel mencoba menguatkan Sungwoon dan diikuti anggukan setuju dari yang lain.

Setelah ada jeda hening beberapa saat, semua orang masih sibuk dengan pemikiran masing-masing. Beberapa justru sibuk memegang ponsel dengan berbagai keperluan masing-masing. Melihat hal ini, Seongwu tidak bisa tinggal diam, ia akhirnya menepuk tangannya untuk mengumpulkan perhatian.

"Baiklah, jadi silakan sampaikan kesimpulan pertemuan ini," ujarnya lalu melirik Jisung yang masih melamun. Setelah disenggol lengannya oleh Minhyun ia baru sadar.

"Aku ... aku hanya ingin menegaskan. The Wanone bukan hanya beban Jihoon, tapi tanggung jawab kita bersama karena kita bersaudara." Dia kini beralih ke Jihoon. "Kau tidak dikorbankan oleh keluarga ini. Kau yang terbaik, Jihoon-ah, karenanya kau yang terpilih."

Jihoon meringis pelan disamping mereka yang menyambutnya penuh euforia untuk menyemangati Jihoon berkat kata-kata Jisung tadi. Suasana kembali mencair, riuh. Seperti biasa, ketegangan yang tadi sempat singgah diantara mereka sudah menguap entah ke mana.

"Hyung," panggil Jihoon yang membuat mereka meredakan candaan masing-masing dan kembali terfokus. "Apa kalian tau ini bukan kerja sama biasa? Halmeoni bilang kepadaku, aku masih bisa mempertimbangkannya dan beliau tidak akan memaksaku."

Enam lelaki itu kompak terdiam, penasaran menunggu kalimat Jihoon selanjutnya. Mereka fokus menatap lelaki bermata jernih itu, seringai tipis yang sulit diartikan terbit di bibir merahnya. Pandangannya jatuh, tenggorokannya sedikit kering.

"Ini tidak hanya kerja sama biasa. Aku juga harus menikah dengan Han Sera."

Detik itu juga mereka kompak tercengang, hampir tidak percaya mendengarnya sehingga membuat mereka kembali berpikir keras. Sekarang mereka baru tahu, kerja sama ini memang tidak biasa dan sudah pasti tidak akan mudah bagi seorang Park Jihoon.

▪°▪°▪

Aku bikin banner buat pembuka di part ini, nyesek sendiri masaaa:") Mereka tetep ber-11, kan.

Tell Me Why ▪ Park JihoonWhere stories live. Discover now