Mimpi

1.1K 135 0
                                    

Dia yang berjanji, dia juga yang ingkar. Kata-kata itu cukup untuk mendeskripsi-kan kelakuan Dazai hari ini. Tidak ingin menghitung berapa lama aku bolak balik di jembatan kayu ini, mulutku bisa berbusa.

"Maaf aku telat!" Akhirnya yang ku tunggu datang.

"Lama!!" Ucapku kesal sambil menghentak-hentak tanah tanpa peduli debu yang beterbangan. Sosok di depanku hanya tersenyum canggung sambil menggaruk kepalanya yang mungkin tidak gatal.

"Bagaimana tadi? Lancar?"

"Lumayan-- hanya empat nomor yang aku jawab asal-asalan."

"Syukurlah."

Jawaban Dazai adalah satu-satunya yang membuatku tenang, tidak seperti ayah dan ibu yang malah mengomeliku. Dan Chuuya yang langsung menyentil kepalaku dan mengataiku 'bodoh'.

"Kita mau jalan kemana? Jangan bilang kau ingin membeli--"

Dazai menarik tanganku sebelum aku selesai bicara. Tak dapat berkata, aku menuruti kemana tangannya membawaku.

Langkahnya terhenti, perlahan ia putar badannya kearahku. Senyuman berseri-seri diterpa mentari terik, membuatku terpana tak bergerak. "Disana ada penjual permen kapas, aku akan kembali."

Ditengah lamunan ku, sosok ceria tadi langsung menghilang dari pandangan. Aku duduk disebuah bangku, memperhatikan layangan terbang, mendengar tawa anak-anak berlarian, mencium aroma dari sesuatu yang dimasak.

Apakah Dazai selalu merasakan kebebasan ini? Tidak perlu merangkul tas berisi buku pelajaran, bolak balik rumah dan sekolah setiap hari, kemudian les tambahan yang membuat otak pening.

Aku jadi iri dengan kehidupan bebasnya, walaupun aku tahu.. Ia tetap terkurung dalam jeruji kegelapan, Port Mafia. Ah, mau dibilang bagaimana pun juga aku tetap bagian dari hal itu, bukan?

"Ini." Benda merah muda menggumpal itu ia sodorkan di depan mukaku nyaris mengenai hidung.

"Terima kasih." Ucapku lembut dan mulai melahap si permen kapas cukup lahap.

Dazai belum juga memakan permen kapas itu sedikitpun, membuatku bertanya ada apa dikepalanya saat ini. Dazai kadang suka merenung, dan menggumam. Saat kutanya dia bakal menjawab, 'aku sedang berfikir bagaimana cara bunuh diri yang bagus'.

Tapi kali ini,  aku tidak yakin dia akan menjawab dengan hal yang serupa.

"Dazai, ada apa?"

Dia diam, perlahan menggigit permen kapas itu dan mengunyahnya perlahan. Tidak menatapku, permen kapas itu menjadi titik fokusnya saat ini.

Tidak ada pembicaraan berarti selama permen kapas itu kami genggam, ada apa dengannya... Bukankah sebelumnya ia nampak ceria, lalu memberikanmu permen kapas yang lembut ini.

"Nee.. Dazai--"

"Maaf, (y/n)."

Sekali lagi aku diam, mata kami bertatapan, tatapan dingin itu terasa mengintimidasi. Membuat tubuhku menggigil, aku berhenti menatapnya.

"Mari kita kembali, Dazai."


"Hah? Sudah ku peringatkan pagi tadi bukan, dekat-dekat dengannya sungguh tidak ada gunanya!"

"Tapi tidak mungkin aku menolak ajakannya begitu saja bukan?"

Pemilik surai jingga itu masih menggaruk-garuk kepalanya,  menggumam sesuatu yang tidak dapat kudengar.
Karena Dazai pergi ke suatu tempat dan tak kunjung kembali berjam-jam, aku memutuskan untuk mengikuti Chuuya yang tak sengaja lewat di depanku, dan kini kami menikmati angin malam Yokohama diatas balkon.

"Otsukare.." Terdengar berbisik, namun cukup jelas ditangkap telingaku.

"Terima kasih."

"Kau tidak ingin pulang?"

Aku menggeleng, sekilas ia mendesah sambil kembali menghentak sepatunya.

Si surai jingga terdiam, tak lama terdengar ia terkekeh pelan. Apa yang lucu..

Terima kasih atas 9.30 read vote dan 1.07k vote nya!

Dan juga selamat hari raya Idul Fitri bagi yang merayakan, maafkan author yang malas dan hobi minta maaf ini :')
Semoga kedepannya author bener-bener up deh..

Your Heart (Dazai x Reader x Chuuya)Where stories live. Discover now