Part 23

2.4K 306 9
                                    

(Nama kamu)'s POV

"Mbak..." Mbak Meri mungkin lagi ngeluarin muka konyolnya dengerin rengekanku itu.

"Kenapa sih? Ini masih jam kerja,"

"Aku bilang suka sama orang," desisku. Harapanku sih semoga aja sinyal di kantor Mbak Meri lagi blo'on.

"Apa? Serius? Sama Iqbaal?" Ah... Dan sepertinya sinyal di sana lagi bagus. "Ceritanya gimana? Terus Iqbaal respon apa? Duh gak sabar deh nungguin adek ipar main kuis lagi," Mbak Meri mungkin lagi ketawa-ketawa gak jelas sekarang. Soalnya aku dengar ada bunyi hihihi gitu.

"Aku emang bilang suka sama Kak Iqbaal, tapi bukan ke Kak Iqbaal. Ini gimana Mbak?"

Mbak Meri sepertinya sedang berpikir atau mungkin dia sedang mencerna kalimatku itu. Yang pastinya, dari seberang telepon tidak terdengar apa-apa.

"Mbak kok diam aja," aku mendengus kecil saat menatap layar hp.

Sejak kapan Mbak Meri mematikan panggilannya? Untung saja ini di kelas, jika tidak aku akan malu sendiri karena teriak-teriak tidak jelas.

"Hai,"

Aku membulatkan mata menatap pria yang tadi menyapaku. Dia tersenyum manis seperti biasanya.

"Kak..Iqq..Kak Iqbaal?"

"Gue denger tadi yang di kantin," ujarnya. Apa? Dengar yang di kantin? Pas aku bilang suka sama dia? "Iya, pas lo bilang suka sama gue,"

Aku harus bilang apa? Bilang kalau itu cuma bohongan aja?

Iqbaal semakin melebarkan senyumnya. Jika aku bilang dia tampan apa aku salah?

Wajahnya benar-benar tercetak hampir sempurna.

"Bilang aja sekarang," ucapnya membuyarkan lamunanku.

"Hah?"

Dia maju tiga langkah membuat jarakku dan dia makin menipis. Dan bodohnya dia masih tersenyum. Sekarang apa lagi? Dia mau lihat aku sesak nafas karena gugup?

Deru nafas Iqbaal seolah mengganti oksigen yang kuhirup. Bayangkan, dia masih terkekeh kecil saat wajah kami hanya berjarak sekitar 10 cm.

"Yang kamu bilang di kantin, ulang lagi," bisiknya.

Aku masih menahan nafas saat dia menarik wajahnya kembali. Tadi ada apa? Apa yang terjadi? Apa aku habis lari maraton? Kenapa laju jantungku sangat cepat?

"(Nama kamu), are you okay?"

Masih sempat-sempatnya dia menanyakan kabar setelah membuatku hampir mati karena gugup.

"Lo beneran suka sama gue?"

Iqbaal kembali membuka suara. Sepertinya percakapan ini lebih mendominan pada dirinya.

"Kenapa tanya itu?" tanyaku. Bukannya dia sudah mendengar kan, apa gunanya bertanya lagi?

"Lo imut banget, sayangnya ada cctv. Padahal kita lagi berduaan loh,"

Pipiku terasa memanas. Apa aku akan seperti karakter cewek dalam anime, yang pipinya akan memerah.

Kak Iqbaal, sebutkan satu hal saja yang tidak aku suka darimu. Supaya aku juga bisa menyangkal suka padamu.

"Kak--"

Hening. Iqbaal nampak berpikir, senyumnya yang tadi merekah luntur digantikan dengan alis yang saling menaut.

"(Nam...) Jangan suka sama gue ya?"

"Apa? Maksudnya?"

"Lo jangan jatuh cinta sama gue. Dan gue harap yang lo bilang di kantin tadi itu cuma bohong buat yakinin temen lo,"

Aku tertawa hambar. Itu hanya sebuah kalimat. Tapi kenapa rasanya sakit sekali saat mendengar sebuah kalimat itu?

"Gue tau lo bukan cewek yang gampang baper, makanya gue gak sungkan sama lo,"

"Hahahaha... Iya santai aja, gue gak suka kok sama lo. Gue juga gak niat suka sama kakak kelas,"

"Bagus deh, gue balik ke kelas dulu ya, Danu mau kasih pengumuman soalnya," aku mengangguk kecil.

Seiring dengan langkah kaki Iqbaal yang menjauh, aku mendudukkan diri di lantai. Kakiku lemas.

Lo jangan jatuh cinta sama gue

Perkataan Iqbaal terngiang jelas di kepalaku. Dengan gampangnya dia bilang jangan jatuh cinta. Memang dia bisa atur siapa yang aku suka.

"Dia pikir, aku apa? Gak ada cewek yang gak baper kalau di baikin. Dan apa tadi? Jangan jatuh cinta sama gue? Kalau gue udah jatuh cinta sebelum dia bilang kenapa?" aku memukul pelan pahaku seakan menyalurkan sesak di dada.

"Kalau dia gak suka sama gue, gak usah sok akrab. Dia salah larang gue jatuh cinta,"

Will Be Fine [Iqbaal Ramadhan]✓जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें