Part 20

2.9K 307 4
                                    

"Aleeee!!!!"

Teriakan diluar tersebut tidak mengusik tidur nyaman Iqbaal. Tak ada pergerakan sama sekali dari pria itu.

"Aleee!!! Buka pintunya!!" Ody membuka paksa pintu kamar Iqbaal dengan wajah memerah karena marah. Dia sudah siap menyiramkan sebaskom air jika kali ini Iqbaal tidak bangun. "Leeee.... Bangun!!!!" koarnya lagi.

Hanya jari Iqbaal yang bergerak kecil dan mulutnya yg sedikit menyuarakan, "Nunggu 5 menit bisa Teh?"

Baru saja Ody ingin berlari ke kamar mandi jika dia tidak melihat kode dari gelengan kepala ayahnya.

"Bangun dulu, ada yang mau ayah bicaraan," ucap Herry lembut, sembari tangannya mengusap kecil kepala Iqbaal.

"Iya dek, bangun deh. Kita semua perlu ngobrol," lanjut Rike. Dia menarik tangan anak bungsunya, membuat Iqbaal mau tidak mau harus bangun. "Cuci muka sana,"

"Bun, aku capek. Baru juga udah selesai UN, kan mau istirahat. Aku tidur 5 menit lagi ya?" tawar Iqbaal. Sontak Ody menggeleng kuat dan bersiap mengeluarkan jurus menyeretnya.

"Bunda sama ayah tunggu di meja makan aja. Biar aku yang urus Ale, tenang aja," yakin Ody.

Mendengar suara kakaknya yang seperti mengeluarkan nada ancaman, langsung saja Iqbaal kembali membuka mata dan berlari kearah toilet.

###

"Jadi gimana?" buka Herry setelah meminum secangkir tehnya. Iqbaal menggeleng kecil tidak mengerti. "Kamu mendaftar beasiswa keluar negeri untuk kuliah kan?"

Iqbaal membulatkan mata tak percaya. "Yah, ayah tau darimana? Aku belum ngomong sama siapa-siapa loh,"

"Jadi beneran kamu ngedaftar?" ulang Rike.

"Iya, aku cuma iseng kok Yah, Bun. Gak ada niat pasti kalau bakal keterima,"

"Tapi kalau kamu keterima gimana? Kamu siap?" suasana meja makan rumah Iqbaal terasa tegang, terlebih pembicaraan berat seperti ini. "Ayah bukannya larang kamu untuk berprestasi. Ayah bangga, kamu mau nyoba, tapi kamu udah mikir konsekuensinya? Udah mikir akan seperti apa?"

"Le, setiap hal yang diambil itu butuh seribu pertimbangan. Jangan cuma mikir resikonya aja, tapi pikir juga akan jadi seperti apa nantinya. Tapi Teteh, bangga kalau kamu nyoba daftar beasiswa,"

"Maaf sebelumnya, aku nggak pernah ngomong soal rencana kuliahku ke luar negeri. Tapi Ayah, Bunda tau sendirikan aku kalau punya keinginan kayak apa? Pasti aku jalanin apapun itu. Dan Teteh taukan aku anaknya kayak apa? Pasti aku bikin kusioner dulu," jelas Iqbaal dia menarik nafas dengan cepat. "Apapun masalah beasiswa luar negeri, udah aku bikinin plan akan seperti apa,"

"Hidup itu penuh kejutan, tidak terencana. Jangan terlalu berpatokan pada rencana diselembar kertas," mendengar ucapan Herry, Iqbaal mengangguk mantap dan tersenyum. Ayahnya memang selalu punya cara untuk membuat dia mempelajari hal baru.

"Jadi kamu serius soal beasiswa?"

"Kalau aku diterima, aku ambillah. Masa rejeki ditolak-tolak ya kan Yah? "

Rike tertawa melihat kedipan mata Iqbaal. Anak bungsunya itu memang benar-benar kejutan baginya.

###

(Nama kamu) mendengus kecil. Dia masih mengantuk, bahkan sangat mengantuk. Istirahat 4 hari di rumah karena kakak kelas sedang UN tidak cukup baginya.

"(Nam...), pagi!" Abidzar merangkul (Nama kamu) membuat gadis itu terkejut. "Baru juga masuk udah bete aja lo,"

"Bi, lo jangan deket-deket dulu deh ama gue." ucap (Nama kamu), Abidzar mengernyit bingung. "Lo gak canggung udah nembak gue? Gue aja yang denger, canggung ama lo,"

Tak ada respon lebih dari Abidzar, pria itu hanya terkekeh geli dan menarik tangannya dari bahu (Nama kamu).

"Thanks buat perasaan lo, btw,"

"Okey, kelas yuk (Nam..),"

"Lo duluan aja," Abidzar memandang penuh curiga kearah (Nama kamu) sembari menaik turunkan kedua alisnya.

"Iqbaal lagi cuti, abis UN. Gak usah di tungguin," godanya. (Nama kamu ) mendelik, memukul lengan Abidzar.

"Euy euy, pasangan baru so sweet amat di parkiran," Luna mencolek pipi (Nama kamu). "Kalian tuh udah cocok banget,"

"Apaan lo cocok-cocok. Udah sana, kalian kekekas ae dah,"

Abidzar masih keukuh menaik turunkan alisnya membuat Luna tak hentinya mencolek. "Iii.... Emang gak ada yang beres dah gue,"

Will Be Fine [Iqbaal Ramadhan]✓Where stories live. Discover now