Bagian 9 : Cucu

12K 1.2K 181
                                    

Hari dimana Haechan dan Minhyung sepakat memiliki seorang anak adalah ketika keduanya datang di ulangtahun ke dua David. Tepatnya saat itu Minhyung menyadari raut wajah berbeda dari isterinya saat memeluk sang keponakan yang tertidur dibahunya. Cara Haechan menepuk pelan punggung mungil itu juga bagaimana dia melantukan sebuah lagu dengan lembut membuat Minhyung sadar, jika pernikahan mereka sudah siap menambah satu anggota keluarga lagi.

"Haechannie ingin memiliki aegi juga?" Malam itu seperti biasa, sebelum tidur mereka akan chitchat ini itu terlebih dulu dan Minhyung pikir ini waktu yang tepat untuk membicarakan seorang anak.

"Apa Markeu menginginkannya?"
Mark terkekeh kecil, mengusap rambut Haechan dan mengecup dahinya.

"Aku menginginkannya, tapi jika kau juga menginginkannya"

"huh?"
Menarik pelan tubuh Haechan, kali ini Minhyung memeluk sang isteri. Membiarkan Haechan menyamankan diri pada dekapannya.

"Maksudku, aegi akan tumbuh didalam tubuhmu dan berbagi kehidupan denganmu. Jadi aku tidak bisa setuju jika kau tidak menginginkannya juga" Haechan mendongak untuk menatap Minhyung yang menatapnya dengan teduh. Hal yang mengingatkannya untuk terus menambah kadar cinta pada sang suami tiap saat.

"baiklah, deal"

"eh?"
Haechan terkekeh, kali ini mendekatkan wajahnya pada Minhyung tanpa melepas pelukan mereka.

"Aku bilang, aku setuju untuk memiliki aegi, Minhyungie"

Keesokan hari setelah malam itu, mereka melakukan konsultasi untuk program male pregnancy. Menghabiskan banyak waktu untuk bercinta dan bahkan mengambil cuti satu minggu penuh untuk berlibur. Selain itu olahraga rutin dan meminum beberapa obat hormon(?) juga dilakukan Haechan. Lalu Jung Minhyung selalu disisinya, menemaninya lari pagi juga yang menyiapkan pil pil obat itu sebelum dia tidur.

Empat bulan berlalu dan Haechan masih belum menunjukkan tanda tanda kehamilan apapun. Terkadang ia merasa putus asa, namun Minhyung selalu menyemangatinya, mengatakan jika aegi hanya sedang menunggu waktu yang tepat.

Di akhir bulan ke lima programnya berjalan, Haechan mulai sering merasa lelah juga mual. Dalam hati sudah sangat senang, namun perasaannya mengatakan untuk jangan terlalu berharap. Puncaknya, di pagi hari sebelum merayakan ulang tahun sang mertua Haechan berlari ke kamar mandi, mengejutkan Minhyung yang sedang menyiapkan kopi paginya.

"Haechannie kau oke?"
Memijit pelan tengkuk sang isteri, ia lantas memeriksa suhu tubuh Haechan. Sedikit demam.

"Perutku mual sekali"
Keluhnya, lantas kembali memuntahkan isi perutnya pada wastafel, nyaris menangis karena sudah tidak memiliki apapun lagi untuk dikeluarkan dari perutnya.

"Bagaimana kalau kita mencobanya?"

Dahi Haechan mengernyit, membiarkan Minhyung berlari keluar dan kembali dengan 5 merek berbeda alat tes kehamilan.

"Tapi..."
Haechan memiliki keraguan, namun Minhyung memberinya anggukan meyakinkan.

"Kalau hasilnya..."
Minhyung menghela napas, tidak mengizinkan Haechan untuk melanjutkan ucapannya.

"Kita harus mencobanya, oke?" Mengangguk pasrah, Haechan mengikuti kemauan sang suami.

Meski bukan dokter kandungan, namun Minhyung tetaplah seorang dokter. Dibanding orang awam dia jelas paham tentang kondisi isterinya yang akhir akhir ini memang menunjukkan tanda tanda kehamilan awal. Jujur, dia tidak menaruh harapan tinggi untuk segera memiliki bayi, pada akhirnya ia dan Haechan sudah berusaha.

"Haechannie, sudah?"
Haechan yang keluar dari kamar mandi dengan menutup kedua matanya malah membuat Minhyung tergelak. Isterinya itu memberikan hasil test pack itu padanya, lantas memeluk tubuhnya dari belakang.

Story Of Us [2nd Book]Where stories live. Discover now