"Kenzie sudah makan belum, ya?" gumam Shareen tanpa sadar.

Dia telungkup, menyandarkan pipinya pada bantal sementara jemarinya terus memencet tombol ponsel, memutar otak untuk menyusun angka-angka pada game. Merasa bosan, Shareen langsung duduk. Tak lama dia melamunkan tentang kepulangannya, ponselnya berdering. Ada panggilan masuk dari nomor asing.

Shareen sedikit kecewa karena panggilan itu bukan dari Kenzie.

Meski heran siapa yang meneleponnya, Shareen tetap menerima panggilan itu. "Halo?" sapanya.

"Hai?"

Shareen mengernyit. Dia seperti mengenal suara itu. "Siapa, ya?"

"Gue Rafka. Ingat?"

"Ah, temen Kenzie, kan! Aku ingat kita sudah saling tukar nomor."

"Memangnya, nama gue nggak ada di sana? Harusnya muncul. Waktu itu gue udah simpan nomor gue pakai nama gue, kok."

"Tapi, cuma nomor doang yang muncul." Shareen terdiam setelahnya. Satu orang terlintas di pikirannya. Kenzie. Apa jangan-jangan Kenzie sengaja menghapus nomor Rafka saat Kenzie memegang ponsel itu?

"Malam ini lo ada waktu nggak?" tanya Rafka di seberang. Shareen langsung senang, tetapi di sisi lain dia berpikir apakah Kenzie akan mengizinkannya?

"Lo di mana sekarang? Gue jemput."

"Kita mau ke mana?"

"Jalan-jalan. Ke mal, mungkin? Main atau apa."

"Main?" Mata Shareen berbinar-binar. "Main apa?"

"Nanti, deh. Mau gue jemput? Lo di mana sekarang?"

"Di rumah Kenzie. Lihat rumahnya, kan?"

Diam. Rafka tak bersuara. Shareen mengernyitkan dahi, lalu dia beranjak turun dari tempat tidur. "Rafka? Denger aku nggak?"

"Iya, denger. Oke, serius, kan, mau gue jemput?"

"Harus minta izin ke Kenzie dulu, sih." Shareen berbisik, entah Rafka akan mendengarnya atau tidak, Shareen tak berharap Rafka mendengarnya. "Iya, aku tunggu, ya!" seru Shareen saat dirinya berhenti di depan lemari.

"Gue siap-siap. Bentar lagi gue berangkat. Bye...."

"Bye!" Shareen menjauhkan ponselnya. Sambil menatap wajahnya di cermin, dia memikirkan apa yang harus dia lakukan setelah ini. Mbak Ika dan Mbak Tia terlintas di pikirannya. Saat itu juga Shareen berlari keluar dari kamar, menuruni tangga hingga dia tiba di dapur.

Shareen mendekati Mbak Ika dan Mbak Tia yang sedang beres-beres. Mbak Ika yang sedang mencuci piring langsung berhenti dan fokus pada Shareen yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu.

"Temennya Kenzie ngajak aku main di luar." Shareen menautkan jemarinya. "Gimana pendapat Mbak Ika dan Mbak Tia?"

"Jangan. Memangnya kamu mau dimarahin sama Kenzie?" Mbak Tia yang menjawab. Shareen langsung putus asa padahal dia sangat ingin bermain, meski belum tahu Rafka akan membawanya ke mana.

"Kalau menurut saya sih nggak apa-apa." Mbak Ika tersenyum. Dia melanjutkan aktivitasnya yang tertunda sambil bicara. "Kenzie kan bukan siapa-siapa Shareen, jadi kenapa Kenzie harus marah?"

"Iya, juga, sih...," kata Mbak Tia.

Mendapat dukungan dari dua orang itu, Shareen semakin yakin untuk keluar. Dia mengutarakan bahwa sebentar lagi Rafka akan datang. Mbak Tia menawarkan untuk mendandani Shareen dan Shareen menerima tawaran itu dengan senang hati.

Kepergian Mbak Tia dan Shareen dari dapur meninggalkan Mbak Ika yang cuma bisa tersenyum, tak sabar mengetahui apa respons Kenzie setelah ini.

Ini memang bukan kencan, tetapi Shareen sangat senang karena dia akan berinteraksi dengan orang selain Kenzie. Shareen terlalu bosan di rumah. Hari-hari yang terlewati juga berlalu sama saja dan sampai sekarang pun dia belum juga tahu bagaimana caranya untuk pulang. Satu-satunya yang Shareen inginkan sekarang adalah menghilangkan penat.

Mbak Tia memilihkan pakaian. Shareen hanya duduk di kursi belajar Kenzie sembari menatap wajahnya yang tak terpoles apa pun pada cermin lemari. Mbak Tia menyuruhnya berdiri. Shareen melakukan perintah itu, lalu Mbak Tia mencocokan pakaian. Tak lama kemudian, Shareen mengganti pakaiannya.

Dia keluar dari kamar mandi setelah susah payah mengenakan celana jeans. Baju yang dia pakai terlalu terbuka di bagian bahu. Baju berwarna cream itu terlalu pendek di bagian bawahnya hingga jika saja dia mengangkat tangan, maka bagian pusarnya pasti akan terlihat. Untung saja celana yang dia pakai bisa menutupi perut.

Shareen bergerak tak nyaman. "Kenapa harus seperti ini?"

Mbak Tia terkikik. "Ini bagus, lho. Cocok untuk kamu. Lagian, kamu perginya bareng cowok, kan? Jangan-jangan dia pengin PDKT sama kamu?"

"PDKT?" Shareen menatap Mbak Tia kebingungan.

"Pendekatan. Tahap sebelum memulai pacaran." Mbak Tia menariknya untuk duduk di kursi depan meja rias. "Rambut kamu aku ikat, ya?"

Shareen hanya mengangguk. Dia masih sedikit bingung dengan kata-kata Mbak Tia. Pendekatan? Tahap sebelum memulai pacaran? Dia dan Rafka tidak sedang ingin melakukan itu.

***

Rafka berdiri di depan rumah Kenzie dengan gugup. Dia sengaja mengajak Shareen untuk keluar karena dia tahu bahwa Kenzie sedang tidak ada di rumah. Erica yang mengatakan itu karena Erica sedang bersama Kenzie saat ini.

Katakanlah, Rafka memang memanfaatkan waktu. Dia tidak yakin Shareen adalah pacar Kenzie. Sejak mendengar pengakuan itu langsung dari Kenzie, Rafka sudah melihat bahwa Kenzie berbohong. Banyak hal yang membuatnya bingung terutama tentang keberadaan Shareen yang sepertinya sedang tinggal di rumah Kenzie.

Rafka memencet bel. Dia menertawai dirinya sendiri karena rasa gugup karena seorang cewek. Dekat dengan cewek bukanlah hal pertama yang terjadi dalam hidupnya, tetapi sensasi ini baru terasa. Dia merasakan sesuatu yang berbeda setiap kali berada di dekat Shareen.

Tak lama setelah dia memencet bel, pintu rumah itu terbuka. Shareen muncul dari dalam dan membuat Rafka terpana.

Ke mana Shareen yang penampilannya kekanakan?

Shareen yang dia lihat saat ini adalah Shareen yang berpenampilan sesuai umur. Tak ada lagi dress bercorak lucu. Hanya ada Shareen yang mengenakan celana jeans dan baju yang bagian bahunya terekspos. Rambutnya tidak lagi dihiasi oleh bando pink, tetapi rambut itu diikat ekor kuda. Bibirnya terlihat makin merah muda, sepertinya diberi sesuatu.

Shareen menunduk dengan wajah merona karena diperhatikan seperti itu. "Mau berangkat sekarang?"

Rafka mengerjap. Dia tersenyum dan dalam hati mengumpat dirinya sendiri. "Udah siap, kan? Ayo. Motor gue di depan."

Sebelum menutup pintu, Shareen berteriak ke dalam rumah. "Mbak Ika, Mbak Tia, aku pergi, ya!"

Rafka menunggu Shareen selesai menutup pintu. Saat keduanya bersisian, Rafka baru berjalan keluar melewati pagar. Shareen pamit kepada Pak Oji. Rafka ikut pamitan.

Setibanya di dekat motor, Rafka membuka jaketnya dan menyampirkannya di kedua bahu Shareen.

"Udah malam. Bahu lo terlalu terbuka. Kita lagi naik motor." Setelah mengatakan itu, Rafka naik ke atas motornya, membuat Shareen terpaku dengan rona pipi di wajah.

***

note:

Main Tim lagi, yuk? Kamu tim mana?

#TimShareenKenzie

#TimShareenRafka

.

.

💙

thanks for reading!

love,

sirhayani

Can I Meet You Again?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang