Prolog : Tatapan Medusa

72 42 42
                                    

Empat orang siswi kini tengah berdiri di depan kelas dengan 3 orang membawa alat musik sederhana dan 1 orang sebagai vokalis untuk penilaian Seni Budaya tentang materi musik ansambel.

Celakanya, mereka belum siap sama sekali untuk penilaian ini. Apalagi gurunya adalah Ibu Pipit--guru dengan image ter-killer di SMP Bakti Jaya. Guru yang mempunyai julukan 'Si Medusa'.

Bukan tanpa alasan, siapapun yang diberi tatapan maut olehnya akan mengalami empat fase antara hidup dan mati. Pertama: jantung akan berdegub sangat kencang . Fase kedua: tubuh tiba-tiba akan merasakan sensasi panas-dingin yang membuat keringat bercucuran. Fase ketiga: otak seperti kehilangan kontrol untuk mengendalikan mata, dalam artian kalian tidak bisa memutuskan kontak mata untuk menghindari tatapan mautnya. Dan fase keempat: tubuh akan mematung--diam membisu, tak bergerak.

Tentunya semua murid heran dengan kemampuan ajaib ibu guru mereka. Sampai-sampai banyak yang berspekulasi bahwa guru dengan tubuh gemuk yang senang berdandan menor serta memiliki fashion yang aneh itu memiliki ilmu hitam.

"Kenapa hanya diam!?" teriakan Ibu Pipit berhasil memecah keheningan.

Keempat siswi tersebut tersebut semakin menundukkan kepala, netra mereka dipejamkan semakin erat dengan mulut komat-kamit berharap Dewi Fortuna berada di pihak mereka. Sayangnya keberuntungan tidak memihak gadis pembawa botol berisi beras--pengganti marakas yang berdiri tepat di samping singgasana Ibu Pipit. "TAMARA JUDY SHEVANNA"

"I-IYA B-BU SA-SAYA" teriak Judy gagap dengan tubuh yang reflek menghadap ke samping dengan kepala masih menunduk. Semua temannya hanya menatap gadis itu prihatin berharap ia takkan mendapatkan tatapan maut Ibu Pipit yang mematikan, namun juga senang karena masalah ini dapat menghabiskan waktu pelajaran.

"JUDY!! SEBAGAI KETUA, CEPAT KOMANDO ANGGOTA KAMU UNTUK SEGERAN MEMULAI!"

"Maaf bu, kelompok kami...kelompok kami belum siap" jelas Judy terbata-bata. Sungguh malang nasibnya sebagai ketua kelompok.

Ibu Pipit berdiri, berjalan tiga langkah ke depan menghampiri Judy. Suara klotak-klotak khas sepatu ber-hak tinggi yang bergesekan dengan ubin lantai itu membuat siapapun yang mendengar semakin merinding ketakutan.

"BELUM SIAP? LALU APA GUNANYA IBU MEMBERI WAKTU 45 MENIT YANG BERHARGA? JUDY! JANGAN MENUNDUK JIKA IBU SEDANG BERBICARA! "kata nya semakin menggebu-gebu. Jika ini film, wajah Ibu Pipit pasti sudah memerah dengan tanduk yang menyembul di atas kepala serta asap mengepul keluar dari hidung dan kedua telinganya.

Judy meringis "Tamat sudah riwayatku. Selamat tinggal mama, papa. Juga oppa Chanyeolku tercinta, Judy bakal kangen kalian semua" monolog Judy dalam hati seakan-akan ia telah menemui ajalnya. Kepalanya mulai mendongak perlahan, kedua matanya sedikit demi sedikit membuka, memperlihatkan sekelibatan tatapan maut 'Si Medusa'

"45 menit ibu yang berharga kami habiskan untuk menonton mv exo yang terbaru bu" Celetukan nyeleneh seorang gadis pembawa pianika membuat semua orang tercengang menatap gadis mungil itu tak percaya. Judy langsung menoleh ke asal suara dan memberinya pelototan mengancam berharap sang empunya peka.

"kenapa Dy? Kan volyn bener kita tadi habis nonton oppa-oppa ganteng di youtube" katanya santai, dengan wajah tanpa dosa.

Judy lupa, ada makhluk apa di kelompoknya. Evolyn Shea Orzy, spesies manusia terabsurd dengan tingkat kejujuran dan ke-tulalitan yang amat sangat tinggi ditambah ketidak peka-annya yang melampaui batas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 01, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Heart Wants What It WantsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang