Awal

383 52 32
                                    

06.50

Gadis manis bernama Kalila itu berulang kali mengecek jam tangannya. Sepuluh menit lagi gerbang sekolah akan ditutup. Sementara Kalila masih setia berdiri di teras rumahnya. Berharap hujan segera reda, agar dia bisa segera berangkat ke sekolah yang berjarak cukup jauh dari rumahnya.

Namun, sepertinya kali ini dewi fortuna benar-benar tidak mau menghampirinya. Kesialan yang dialami pagi ini sudah cukup banyak. Mulai dari bangun kesiangan, karena Mama dan Papanya pergi ke luar kota, sehingga tidak ada yang membangunkan gadis itu. Tidak sempat sarapan karena takut telat. Supirnya yang selama sebulan ini sedang cuti, jadi dia harus membawa sepeda motor sendiri ke sekolah. Ditambah lagi dengan hujan deras yang mengguyur sejak setengah jam yang lalu.

Seandainya bisa mengendarai mobil, dia pasti berangkat sekolah sejak tadi. Namun, pada kenyataannya Kalila tidak bisa. Dan sebenarnya bisa saja gadis itu menerobos hujan, tapi sayang jas hujan miliknya malah menghilang saat diperlukan seperti ini. Dia masih waras untuk tidak nekat menerobos hujan tanpa memakai jas hujan. Bisa-bisa dia pingsan setelahnya.

"Tumben banget, sih, hujannya awet. Kayak perasaan gue sama mantan. Ck, elah lama-lama bisa telat gue." Kalila lagi-lagi mengecek jam tangannya, memastikan bahwa sekarang belum pukul tujuh.

Tiinnn tinnn

Suara klakson mobil itu menghentikan kegiatan Kalila. Gadis dengan rambut sepunggung yang dikuncir kuda itu mempertajam penglihatannya, mencari tahu siapa yang mengendarai mobil hitam tersebut. Namun nihil, rinai hujan dan kaca mobil tersebut menghalangi penglihatannya.

Tak lama kemudian seseorang keluar dari dalam mobil itu dengan payung di tangannya.

"Lah, lu ngapain kesini? Gak sekolah? Lu bolos?" semprot gadis itu sembari menyipitkan matanya penuh selidik.

Cowok yang ditanyai hanya mengendikkan bahunya acuh. Lantas menyuruh Kalila memasukkan sepeda motornya dan segera mengunci rumah. Namun, Kalila menggeleng, menolak mentah-mentah perintah cowok itu.

"Masukin Il, gue yang nganterin lu!" seru Arkan, cowok yang saat ini berada di hadapan Kalila.

"Jawab dulu, lu bolos sekolah demi jemput gue?"

"Lima menit lagi gerbang sekolah ditutup, masukin sepedanya terus bareng gue? Atau lu mau nunggu hujan reda?" kekeh Arkan.

Kalila mencebikkan bibirnya, sebal. Namun tak ayal menuruti ucapan Arkan. Ah, selalu saja seperti itu. Ucapan Arkan layaknya sebuah titah, Kalila tak pernah bisa menolaknya.

Setelah memastikan pintu rumahnya terkunci. Akhirnya Kalila mengikuti Arkan menuju mobilnya. Mendudukkan diri di samping Arkan tanpa mau membuka suara. Begitupula Arkan, ia hanya fokus menyetir.

Sesekali Kalila menatap Arkan yang menyetir dengan kecepatan penuh, lantas berpaling melihat jam yang melingkar di tangannya. Kalila menghela napas, percuma juga Arkan ngebut, toh saat ini sudah pukul 07.05 . Gerbang sekolah sudah ditutup sejak lima menit yang lalu.

"Gak usah ngebut deh Ar, udah telat juga. Bareng lu atau enggak itu mah sama aja, sama-sama telat."

Arkan hanya menoleh sekilas dan menuruti ucapan Kalila tanpa mau membalas perkataan gadis di sampingnya itu. Dengan hati-hati Arkan memelankan laju mobilnya sambil mengambil papper bag yang ada di depannya. Menaruhnya di pangkuan Kalila.

"Sarapan buat lu, tupperwarenya jangan lupa dibalikin," jawab Arkan setelah mendapat tatapan penuh tanya dari Kalila.

"Ya Tuhan udah jam segini juga, lu kok masih nyempetin bikinin sarapan sama jemput gue, sih?" tanya Kalila sambil memasukkan papper bag yang berisi kotak bekal itu ke dalam tasnya.

AgnoithikeWhere stories live. Discover now