22

9K 1K 46
                                    


22

Mawar hitam yang bermekaran menuntun mereka ke sebuah bukit yang tidak terlalu menjulang dibandingkan bukit-bukit lain di sekitarnya. Bukit itu juga satu-satunya yang ditumbuhi pepohonan rindang, bukan beraneka ragam bunga warna-warni.

Banyak bebatuan besar yang terlihat menakjubkan ketika mereka berjarak tak jauh dari sana. Melihat secara langsung betapa indahnya kombinasi pemandangan di tempat itu, mereka benar-benar bahagia dan antusias.

Ketika mereka menginjakkan kaki di perbukitan, pedang perak tidak lagi mengucapkan sepatah kata apapun. Baik Noir maupun Eva diabaikan. Mereka berpikir mungkin saja itu pertanda bahwa pencariannya harus fokus dan tidak boleh setengah-setengah. Mereka tidak berpikir hal buruk apa yang mungkin terjadi mengingat tempat itu sangat indah.

Mana ada hal buruk terjadi di tempat yang di kelilingi bunga?

"Bunga mawarnya," Eva menunjuk pada kumpulan mawar hitam mekar di dekat batu-batu besar, "berakhir di sana."

Batu-batu besar itu berkilauan. Eva berpikir mungkin saja kilau yang ia lihat ketika belum menyebrang sungai berasal dari bebatuan itu.

Batu-batu besar itu berwarna hitam, berbeda dari batu lain yang justru kekuningan. Namun, batu itu paling mencolok karena kilauannya. Mereka penasaran, di manakah pedang perak itu ditancapkan. Karena dari jarak kurang dari seratus meter ini mereka masih belum mendapati pedang perak itu.

"Apa petunjuknya benar? Kenapa pedangnya tidak ada?" Alvaro bertanya pada Eva. Gadis itu menggeleng. Tidak tahu.

"Ingat, nama batunya 'Fraud'. Kemungkinan ada tipuan atau trik dari petunjuknya," Renata berasumsi.

Eva menghiraukan ucapan Ratu Renata. Dia berfokus pada batu hitam besar yang ada di depan mata.

"Kita mendekati batu itu."

Entah dapat dorongan dari mana, Eva merasa batu itulah jawabannya. Ia tak mengerti perkara pedang itu ada atau tidak, yang jelas dia ingin cepat-cepat berhadapan dengan batu besar itu.

Eva mendaki lebih cepat dengan kudanya. Meninggalkan mereka di belakang.

"Noir, apa kau merasakan hal yang sama denganku?" Eva bertanya pada kucing hitam itu.

"Aku merasa... batu itu seperti memanggil," ujar Noir. "Barangkali memang benar. Cara satu-satunya hanya mendekat dan menyaksikan sendiri."

Eva memacu kudanya, sedikit menambah kecepatan. Bukit itu tidak terjal, tapi lumayan menjulang, ia harus berhati-hati.

Di sisi kanan dan kirinya terbentang bukit luas ditumbuhi bunga-bunga. Semakin mereka ke atas, Eva semakin takjub dengan keindahan yang ada.

Gadis itu kembali fokus mengikuti rangkaian bunga mawar hitam yang mengarah ke depan. Mereka semakin dekat. Eva merasakannya lagi.

Perasaan berdebar yang aneh.

Ketika dia berdiri sepuluh meter tak jauh dari batu hitam itu, ia tak mendapati adanya pedang yang tertancap.

"Tidak ada pedang." Eva berpikir keras. "Lalu di mana?"

"Kau menemukan pedangnya, Nona Eva?" Di belakang, Ratu Renata bertanya. Di sambung Raja Alvaro. "Ada? Tidak ada?"

Eva menoleh ke belakang. "Tidak ada!" serunya. Dia kembali menatap batu besar itu. kebingungan.

Lantas di mana? Kami sudah sejauh ini.

Aku yakin ada di batu itu.

Jika sudah begini aku harus menyentuhnya untuk mencari tahu sendiri.

The Abandoned Kingdom - Black || Noir [END]Where stories live. Discover now