[16] Thankyou, next

4.4K 458 31
                                    

Alazka melirik arlogi yang melekat di pergelangan tangannya. Jam sudah menunjukkan pukul satu siang, sedangkan Irene belum datang juga.

Hari ini ibu beranak itu memang sengaja meluangkan waktu hanya untuk makan bersama. For your information, hari ini Alazka tepat berusia 18 tahun.

"Happy Birthday sayang!"

Sebuah tart dengan lilin angka menyala sedang terjulur ke arahnya. "Tiup lilinnya, silahkan make a wish"

Alazka tersenyum lebar kemudian mengangguk. Mengikuti perintah Irene, lalu memeluknya.

"Semoga mommy selalu sayang sama Azka, dan dilimpahkan rezekinya Amin."ucapnya pelan.

"Amin. Sorry ya nak, mommy gak sempat kontekan sama Aaliyah. Terlalu buru-buru,"pekik wanita itu disela pelukan keduanya.

Azka mengangguk santai, "Tenang aja, sama Aaliyah udah kok tadi"

"Cie, kok nggak diajak sih bareng kamu?"tanya Irene sembari memotong kue tersebut.

Alazka yang baru saja memesan makanan langsung menimpali, "Udah diajak, tapi dianya masih malu-malu ketemu Mommy. Masa mau ngajak antek-anteknya?"

"Ya nggak papa sekalian Mommy traktirin semua. Suruh kemari aja"

"Lagian Mommy nggak bisa lama-lama juga, gak usah ah"

"Kamu nih kode nyuruh Mommy minta izin sampe jam pulang ya?"

"Kan kalo sama om Aldo biasanya dikasih,"

Alazka membungkam mulutnya sendiri yang terlalu lancang, dengan memukulnya pelan. "Sorry, i don't mean"

"It's okay. Buka mulut, aaaa"

Lelaki itu melahap kue tersebut setelah disuap oleh sang ibu. "Although i don't know what's your problem with him, i wish you don't get mad anymore"

"Of course, everything for you"

Alazka bisa mengetahui, ada kebohongan besar disana.

"Selamat ulang tahun, Alazka Atmojo."

Tiba-tiba suara seseorang tak asing terdengar ditelinga keduanya. Irene terpatung seketika.

"Bapak kok bisa disini?"tanyanya menatap tak percaya.

Davian tersenyum miring tak menjawab. Ia menyodorkan sebuah kotak bermerek kepada Alazka, kemudian duduk di sebelah lelaki itu dengan santai. "May your wishes come true. Saya Davian. Still remember me?"

👠

"Kenapa kamu ngikutin saya?!"bentak Irene tak terima saat keduanya telah berada di dalam mobil pria itu untuk kembali ke kantor.

Davian masih tidak menjawab, namun matanya mengatakan bahwa ini adalah hal yang sangat diluar bayangan. "Memangnya pertanyaan itu penting untuk sekarang?"

"—seharusnya kamu tanya, apa yang membuat saya mengikuti kamu,"balas Davian acuh. "Aldo-mu. Dia yang membocorkan ini kepada saya"

"Aldo?"Mata Irene membulat tak percaya setelah mendengar ucapan Davian. "Bajingan itu?"

"Ssst sayang, dia itu atasanmu. Tidak sopan mengumpat kepadanya,"timpal Davian sambil meletakkan jari dibibir gelisah Irene.

"Persetan dengan kalian. Lepas brengsek!"tukas Irene marah saat tangannya hendak membuka pintu mobil yang tengah berjalan.

"Hei cantik, jangan gila dulu"bisiknya pelan. "Kalau kamu nggak percaya, siapa lagi memang yang tahu soal rahasiamu?"

"...punya anak berumur delapan belas tahun sedangkan pada data pribadi yang kamu lampirkan saat interview, identitas dirimu masih berumur 28 tahun. Bagaimana bisa ini terjadi?"

"Sebenarnya saya masih ragu untuk percaya. Anakmu benar anak haram dan kamu bukanlah perawan 28 tahun, atau anakmu bukan anak kandungmu dan kamu benar seorang pembohong?"

"—saya gak percaya Rene, kalau kamu ini benar 43 tahun. Gak ada yang bisa percaya, cantikmu kelewatan."

"Kecuali jika kamu membiarkan saya memeriksanya,"

Plak!

"Sialan, jangan sentuh saya brengsek!"

"—Terserah bapak mau bilang apa. Dipecat hari ini juga saya terima. Asal jangan ganggu hidup saya lagi,"

"Untuk apa Rene? Untuk apa kamu baru bilang begitu sama saya? Harusnya dari jauh hari sebelum Aldo diangkat menjadi CEO dengan penuh malu kamu mengaku kebohonganmu. Bukan setelah Aldo bersedia bertekuk lutut kepada Renata dan itu demi kamu,"

"D-demi saya?"

"Ya demi siapa lagi kalau begitu? Siapa lagi yang mau mencintai perempuan palsu seperti kamu?"

Irene tersenyum pahit mengangguk mengerti. Ia dengan hormat untuk terakhir kalinya meminta pria itu menghentikan mobilnya. "Tolong. Saya akan pergi supaya nggak ada lagi pihak yang dirugikan"

"Baiklah. Silahkan"

Dengan santai Davian mematikan mesin dan membukakan pintu untuk perempuan itu.

Silahkan pergi sejauh-jauhnya Irene. Agar dunia yang adil ini mengakui, bahwa tak ada yang mampu mendapatkan hatimu.

👠

"Mom!"

Alazka mengikuti langkah Irene yang ingin memasuki area perkantoran dengan cepat. Ia tahu bahwa wanita itu sudah tidak tahan lagi. Irene bisa saja menyerahkan surat resignnya sekarang setelah tahu yang tidak-tidak dari mulut Davian.

Mengetahui fakta bahwa terjadinya adu mulut sepanjang jalan oleh keduanya, dan berakhir Irene meminta untuk ditinggalkan seorang diri ditengah perjalanan, membuat lelaki itu mengerti apa yang selanjutnya akan dilakukan olehnya.

Surat Resign akan terlampir manis diatas meja Aldo. Ia yakin.

"Mommy!"

Irene tak menoleh. Ia semakin mempercepat jalannya dengan lift, begitu pula dengan Azka.

Namun sayang, ia tidak bisa benar-benar masuk karena tak punya kartu identitas. Maka dari itu yang perlu ia lakukan sekarang adalah menghubungi Aldo.

Mom, please, jangan berbuat aneh, cukup biarkan kenyataan ini mengalir seperti derasnya air.

👠

Irene menarik nafasnya berat sebelum akhirnya memantapkan diri untuk masuk ke dalam ruangan itu.

Sekertaris perempuan yang telah mengizinkannya masuk karena berpura-pura mengaku mempunyai janji dengan tuannya didalam, mengangguk sebelum ia mengangkat langkahnya.

Sebuah surat yang dibuat mendadak itu berada ditangannya yang kemudian digenggam erat. Irene telah memutuskan hal ini. Dirinya terlalu banyak membuat masalah dan merugikan banyak pihak.

Biarkan Aldo melindungi apa yang harus dilindunginya. Biarkan pria itu melakukan apa yang ia mau tanpa harus dikekang dan diancam oleh pihak manapun.

Pria itu sudah terlalu baik membantunya menjaga rahasia penuh kebohongan yang ia ciptakan demi menjaga nama baik anaknya.

"Silahkan,"

Irene tersenyum sekali lagi kepada sang sekertaris sebelum akhirnya membuka pintu besar ruangan CEO yang bertuliskan Aldo Wijaya disana.

Wanita itu menelan ludahnya saat disuguhi pemandangan tak senonoh di dalam. Aldo sedang bercumbu ria dengan perempuan bernama Renata, yang mengaku sahabatnya.

"Maaf, tapi saya hanya mau mengantarkan ini. Terima kasih"

Aldo melepaskan pagutannya secara paksa dari Renata dan berlari menuju Irene yang telah pergi meninggalkannya.

"IRENE!"

Irene menggeleng dari belakang, menunjukkan telunjuk dan ibu jari yang disatukan. Menyiratkan bahwa ia baik-baik saja, sebelum meneteskan air mata.

Mommy's SecretWhere stories live. Discover now