[15] Hello, Sadnight

4.4K 462 11
                                    

Jangankan Irene, Davian saja masih kurang mengerti tentang doktrin apa yang dibisikkan Renata kepada Aldo sehingga bersikap 180 derajat berbeda dari biasanya.

Seolah mempersilahkan dunianya berputar, Davian tak memungkiri bahwa dirinya sendiri bingung juga bagaimana bisa hal ini terjadi.

Aldo yang tetap mengambil alih kekuasaan tertinggi, Renata yang kian terlihat possesif dan Irene yang terluka.

Bayangkan saja, bagaimana bisa keduanya bergandeng tangan di depan para karyawan saat jam pulang, dan disaksikan oleh mata kepala Irene sendiri yang ia ketahui telah menjatuhkan hati kepada si pewaris sialan itu?

Irene tak lihai berbohong, matanya menyimpan kemarahan atas kejadian itu dan ia tahu bahwa perempuan itu masih mencoba untuk bertanya kepastian pada Aldo tentang drama macam apa yang tengah bajingan itu lakoni sekarang.

Persetan dengan semua itu, seharusnya saat ini Davian tersenyum bahagia. Fakta kejam tentang dirinya tak jadi permasalahan lagi dan Irene juga semakin dekat dengannya. Seharusnya.

Namun ntah rasa apa yang baginya kurang memuaskan saat lagi-lagi perempuan yang diincarnya itu hanya tersenyum palsu kepadanya, dan berpura-pura kelihatan baik dengan keadaannya.

Ini mengesalkan. Ntahlah. Baginya ini adalah kekalahan. Karena yang ia dapatkan hanyalah buah hasil dari sebuah kesepatan.

Patut dipertanyakan sebenarnya, dia ini kenapa. Sekiranya, apa yang benar-benar ia kejar, bukan hanya ini saja.

"Sudah selesai. Saya permisi keluar,"ucap perempuan itu menyadarkannya dari lamunan. Irene bersiap bangkit dan membawa piring makanannya.

Memang bagaikan Dejavu, Davian semena-mena menyuruhnya makan berdua dengannya didalam ruangan pribadinya. Sungguh, Irene merasa gundah. Baginya ini tak kurang dari lelucon orang-orang berada yang ingin merendahkannya.

Seperti Aldo, misalnya.

"Nggak ada yang mengizinkanmu,"tutur Davian spontan kemudian menghentikan gerak tubuhnya. "Duduk. Makananmu belum benar-benar habis"

"Saya cuma gak selera. Ini makanan saya, beli pakai uang saya, jadi terserah saya."tutur Irene dingin sembari melangkah keluar dari ruangan itu.

Davian memukul mejanya keras dan melempar apapun barang yang berada di dekatnya setelah itu.

Sial, dia benar-benar merasa dirugikan atas semua ini. Irene masih tak dapat direngkuh dan terlebih, ia belum mencapai ambisi gerilyanya.

👠

"Stop bothering me, Ren. Jujur aja gue agak muak dengan status lo yang masih gue anggap sahabat."ucap Aldo ke sekian kalinya kepada perempuan yang saat ini tengah bergelayut manja kepadanya.

Renata hanya mencibir, kemudian menjauh sedikit tahu diri. "Oh oke deh sahabat,"

"—tapi mohon maaf sebelumnya, sahabat, sahabat apa ya yang pas dia kelepasan buat making love berdua malah nyuruh ngegug—"

"You shouldn't try to pry it up, i'll warn you before"pekik Aldo berubah dingin, berniat membuatnya bungkam.

"But i just said the fact, Aldo. You must admit what's your mistake long time ago"

"Everyone has their own mistakes. And it's about you too."ujarnya dengan nada marah. "You've threatened me, i follow you, but you did it totally wrong."

"Just be honest, what do you want from me?"

"What do I want from you?"tanya Renata meremehkan. "I think I've told you about that"lanjutnya. "You. All about you."

"Stop Renata, jangan main-main. Ini udah keberapa kalinya gue ingetin kalo sikap lo gak lucu lagi. Lo ngancem sahabat lo sendiri dengan their mistake long time ago, sampe gue ngorbanin perasaan gue. Lo jahat Ren, lo keterlaluan"

"Do, please nyadar. Siapa yang lebih keterlaluan, selama bertahun-tahun kita dekat dan lo cuma anggap gue sekedar sahabat?"

Aldo menggeleng-gelengkan kepalanya, memandangnya tak percaya.

"Lo munafik do. Lo tau gue sayang sama lo tapi dengan bangganya lo ngedeklarasiin kalo lo memuja Irene. Buat apa hah? Lo pikir gue nggak sakit hati,"

"Jangan mainin drama didalam drama Ren. Gue capek dengar keluh kesah lo setiap hari,"

Plak!

"Emang lo aja yang gak pernah nyoba buat ngertiin gue."ucap Renata tersedu-sedu.

"Gue seharusnya nyadar dari awal, persahabatan kita nggak lebih dari gue yang diam-diam ngemis perhatian lo tapi lo-nya ngemis perhatian cewek lain tanpa mikirin perasaan gue."balasnya pelan. "Dan harusnya malam itu gue sadar, kalo lo emang bukan untuk gue, jadi harusnya gue nolak"

"Bukannya biarin lo ngancurin hidup gue yang amburadul sejak dipaksa ngilangin kehidupan anak yang datang karena kesalahan orangtuanya."

"Tapi toh semuanya udah terlanjur terjadi. Perjuangan gue harusnya lo nilai sendiri sampe berakhir ke titik itu. Semua keinginan lo gue turutin, lantas apa salahnya gue minta balas budi lo—"

"...minimal balas perasaan gue?"

👠

Irene menampikkan senyum tipisnya ketika seorang lelaki datang mendekati dengan motor miliknya.

"Tumben banget bidadari minta dijemput hari ini."pekik Azka riang. Ia membagikan sebuah helm kepada sang ibu yang sedaritadi menunggunya didepan kedai kopi sebelah perusahaan.

"Is everything okay?"tanyanya sambil melirik ke arah Irene sebelum menjalankan motor.

Irene hanya diam, menyunggingkan kedua sisi bibirnya ke atas mengangguk.

"Okay then, i let you to cry hard on our way, but let me to wipe your tears after that. Deal?"

"Deal"balas Irene yang mulai terisak. Ia mulai memegang pinggang Alazka kemudian memeluknya sepanjang jalan ketika mereka sudah bergerak pergi meninggalkan lokasi.

Mommy's SecretOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz