00 : Prologue

89.4K 8.7K 1.5K
                                    

           Jika kau seorang anak, bagaimana perasaanmu saat melihat Ibumu terbujur kaku dengan cairan serangga di tangannya?

Mungkin menangis, meraung, atau berteriak meminta pertolongan ke orang-orang sekitar untuk menyelamatkannya.

Iya, itu adalah respon umum yang kerap dilakukan oleh manusia yang memiliki berbagai emosi dalam jiwanya.

Seharusnya  Han Sehun melakukan hal itu, seharusnya dia menangis meraung meminta agar Yeon Jin membuka matanya. Tapi … yang dilakukan Sehun kala itu hanya diam di depan pintu tanpa melakukan pergerakkan. Wajah Yeon Jin membiru, lidahnya menjulur keluar, dan bola matanya mendelik ke atas. Dinding kamar yang dulunya berwarna putih, kini penuh dengan coretan dan cakaran abstrak yang membuat siapapun bergedik melihatnya.

Dari balik pintu, Sehun hanya menatap Yeon Jin tanpa emosi. Tatapan Sehun datar, kemudian dengan gumaman pelan, Sehun berujar lirih, “Eomma sudah tidak sakit lagi, dan Eomma tidak bisa menyakitiku lagi.”

Tubuh kurus Sehun yang saat itu mengenakkan pakaian kumal, membuatnya terlihat semakin menyedihkan. Bibir Sehun terluka, karena Sehun sering menggigit bibirnya saat makan menggunakkan mulut. Iya, Sehun makan menggunakkan mulut---ketika semua orang menggunakkan sumpit. Ia makan layaknya seekor anjing.

Luka-luka di sekujur tubuhnya, menunjukkan bagaimana penderitaan Sehun selama ini. Ia memiliki seorang Ibu yang mengidap kelainan jiwa Lycanthropy Klinis di mana penderitaannya menganggap bahwa dia bukan manusia. Kadang Yeon Jin mengaum seperti serigala, berjalan dengan tangan dan kaki, menggigit objek, mencakar dinding, atau kebiasaan aneh yang membuat keluarga Sehun dijauhi oleh semua orang. Bahkan Sehun hidup di pinggir kota, tempat di mana hanya ada jalanan dan ilalang.

Semua ini terlalu berat untuknya. Usia Sehun baru 15 tahun, ia bahkan cuti sekolah, saat tahu Yeon Jin sakit. Merawat Yeon Jin selama 1 tahun membuat Sehun tumbuh menjadi anak yang bisa diandalkan. Semua itu ia lakukan seorang diri, tanpa mengeluh ini itu.

Namun, manusia memiliki batas kesabaran, manusia bisa lelah pada waktunya, dan bisa sakit karena begitu terpuruk, bisa sakit karena begitu kesepian. Sehun ingin bercerita, tapi ia tidak tahu harus bercerita kepada siapa. Ia ingin bersandar pada orang lain, tapi tidak ada orang yang bisa ia sandarkan.

Begitulah realita hidup. Ketika Adam Smith menyebut istilah makhluk sosial dengan homo homini socius, yang berarti manusia menjadi sahabat bagi manusia lainnya, di sini ada orang-orang yang tidak bisa bersahabat dengan sesamanya. Pada akhirnya mereka akan semakin terpinggir, dan dianggap tidak ada.

Puncaknya ketika 2 bulan yang lalu penyakit Yeon Jin semakin parah, semua orang mundur perlahan, menjauhi Sehun. Penyakit tidak normal Yeon Jin menakuti masyarakat sekitar, sehingga keluarga Han semakin terisolasi. Yeon Jin yang biasanya bisa ditenangkan dengan obat, kini setiap hari mengamuk hingga dokter menyerah dan mengabaikan keluarga Han yang hanya terdiri dari dua orang. Mereka tidak memiliki uang, tidak memiliki apa-apa selain tanggungan pemerintah untuk orang miskin.

Dua bulan ini, Sehun melakukan segala cara untuk tetap hidup, ia mengurung Yeon Jin di kamar dengan harapan Yeon Jin tidak mencabik-cabik kulitnya. Sehun meminta bantuan kepada setiap orang yang ditemuinya, ia mengirim surat kepada pemerintah, media, dokter, bahkan politikus dengan harapan ada orang mau mengulurkan tangan untuknya.

Tapi … semuanya sia-sia. Ketika Yeon Jin terbujur kaku dengan mulut penuh busa dan tubuh membiru, membuat Sehun sadar, bahwa ia tidak bisa melakukan apa-apa jika ia tetap menjadi orang miskin. Teriakannya tidak didengarkan, keluhannya diabaikan. Kenapa ada stigma semacam itu di masyarakat?

“Tidak apa-apa, Eomma. Semuanya sudah berakhir,” gumam Sehun. Ia mendekat ke arah Yeon Jin, kemudian mengusapkan telapak tangannya ke wajah Yeon Jin agar mata wanita yang paling ia cintai mau menutup.

The Proposal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang