Part 39 - Untuk Kanaya

6.5K 468 8
                                    

Aku seperti masih belum mempercayai datangnya hari ini.

Hari dimana pada akhirnya aku tahu, selama ini aku telah bertemu dengan perempuan yang paling tepat. Hari dimana pada akhirnya aku merasa begitu yakin untuk tidak perlu membuang lebih banyak waktu hanya untuk berpikir.

Hari dimana pada akhirnya aku melamar Kanaya.

Sudah lebih dari satu bulan aku mempersiapkan hari ini, atau lebih tepatnya momen ini. Karena sejujurnya, aku sama sekali tidak memiliki ide untuk melamar Kanaya selain kemarin, saat ia mau menemaniku makan bakmi Jawa.

Ada seseorang yang pernah mengatakan, bahwa kita hanya butuh satu momen, dan satu kesempatan untuk menentukan apakah seseorang itu memang benar tepat atau bukan.

Dan bagiku, satu momen yang cukup membuatku kebingungan bahkan sejak pertama kali memacari Kanaya itu, ternyata sudah ada jauh sebelum aku terpikir bahwa aku begitu menginginkan perempuan itu untuk menjadi istriku.

Tidak perlu ada yang muluk-muluk untuk sosok seperti Kanaya. Karena ternyata, dari bagaimana cara perempuan itu menerimaku, bagaimana ia berdamai dengan segala kesibukanku yang membuat kami hanya bisa bertemu sekali dalam seminggu, satu kesempatan dan momen itu hadir dalam bentuk sesederhana kesediaan Kanaya untuk menyiapkan teh madu hangat setiap kali aku mengatakan akan mampir ke apartemennya hanya untuk makan malam dan istirahat.

Satu momen yang hampir selalu luput dari perhatianku, tetapi terasa sekali kehilangannya, setelah perempuan itu memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami.

-------

"Mas Arka, Surabaya itu panas lho.."

Saat itu, aku dan Dhani, salah satu karyawan dari kantor cabang firma hukumku sedang makan siang di Tunjungan Plaza.

Aku mengerutkan kening, tak paham pada ucapan tiba-tiba dari Dhani.

"Iya, Dhan, panas banget. Kenapa emangnya?"

Dhani cuma menunjuk teh madu hangat yang kupesan sebagai minumku, melengkapi mie gila pesananku. Seketika aku tertawa.

"Oh ini, nggak papa lagi pengen minum anget-anget aja. Tenggorokanku kurang enak rasanya." Aku berbohong.

Bukan tenggorokanku yang bermasalah, melainkan ingatanku. Entah kenapa kali itu, aku dan Kanaya yang sudah putus lebih dari satu bulan, rasanya bisa mendadak sekangen itu dengan teh madu hangat.

Lebih tepatnya teh madu hangat buatan Kanaya.

Koreksi. Lebih kangen lagi pada yang biasanya membuatkanku teh madu hangat itu.

Aku tertawa lebih kepada diriku sendiri. Sebegitu egoisnya mungkin memang aku dalam menghadapi perempuan itu. Padahal Kanaya masuk kedalam hitungan perempuan yang paling tidak pernah merepotkanku.

Ia punya pekerjaan yang ia cintai.

Ia punya teman-teman yang bisa selalu ada bahkan lebih selalu ada daripada pacarnya sendiri.

Dan sialnya lagi, ia punya mantan selain aku, yang ternyata masih sama niatnya untuk mengajak Kanaya kembali.

"Mas Arka nggak balik Jogja, nih, minggu ini?"

Dhani kembali membuka pembicaraan.

"Belum tahu, sih, Dhan. Kalau berkas kemarin kelar, ya nanti aku balik. Kamu sendiri, balik ke Malang?"

Kali ini Dhani justru tertawa lebar.

"Iya, Mas. Pacarku mumpung libur flight. Pacaran sama pramugari gini, Mas, mau ketemu bentar atau lama rasanya udah kaya' kewajiban."

Burnt Bridge (Completed)Where stories live. Discover now