Part 23

4.5K 370 1
                                    

Aku merasa sudah cukup untuk terlalu menenggelamkan pikiranku sendiri atas Arka, dan memutuskan untuk kembali memusatkan kesibukanku pada pekerjaanku di Gamma.co dan buku baruku tentu saja.

Mbak Ode hampir setiap hari mengirimiku perkembangan proses editing naskah-naskah yang memang kukirim secara bertahap.

Sesekali ia juga menanyaiku bagaimana rasanya setelah memutuskan untuk kembali ngantor. Dan yah, jujur saja, rasanya memang cukup menyenangkan.

"Project baru, sis."

Aku mendongak dari kubikelku dan mendapati Reyhan menyodorkan sebuah portfolio. Pasti presentasi project kemarin sukses berat ditangannya, melihat bagaimana akhirnya kantor yang kemarin kami tangani, kembali memasrahkan project-nya untuk ditangani tim Gamma.

"Ini beda lho tapi."
Reyhan kali ini mencondongkan wajahnya kearahku.

"Beda apaan?"

"Ini co-working space baru, tapi masih satu anak perusahaan gitu katanya sama klien kemarin. Maju gih, Na."

Dengan santainya si Reyhan mengatakan hal tersebut, padahal baru sekali aku kembali menangani project setelah memulai kegiatan ngantorku di Gamma.

"Nggak ah, Re. Ngekor kamu aja. Udah dibilang aku masih belum se-PD itu."

"Aduh, Na. Mau sampe kapan coba nggak pede gini? Dulu kamu kan kesayangannya Mas Ferdi banget tuh kalo project-project yang begini.. Ayolah, Na.."

Aku meraih portfolio yang sedari tadi diacungkan oleh Reyhan. Membacanya sekilas dan mendapati acara workshop yang tertera sebagai acara yang akan kutangani berikutnya.

"Aku mau kalo production managernya kamu, Re. Beneran aku masih butuh beberapa event lagi buat manteb nge-lead sendiri."

Reyhan cuma mengangguk pasrah. Ia paham betul bagaimana resikonya kalau project manager itu bahkan tidak merasa sanggup untuk menangani project-nya sendiri.

"Tapi ini klien-nya bakalan banyak, Na. Bantuin handle salah satunya ya."

Aku menjawab sembari mengacungkan ibu jariku di udara, tanda menyetujui tawaran Reyhan.

-----------

Satu hal yang baru kusadari setelah persetujuanku dengan Reyhan adalah, salah satu klien yang harus kuhadapi itu ternyata adalah firma tempat Arka bekerja.

"Jahat banget kamu, Re."

Aku langsung memukul lengan laki-laki itu dengan map yang kubawa, sementara ia justru terbahak-bahak.

"Aduh ampun, Na. Sumpah aku gak tau kalo salah satu partner-nya kantor si Arka. Seriusan aku gak tau kalo bakalan ada firma hukum yang ikutan."

Reyhan masih melindungi lengannya yang menjadi sasaran amukanku pagi itu.

Bagaimanapun juga, sekalipun saat ini Arka sedang ditugaskan di Surabaya, tidak menutup kemungkinan juga kan ia bisa hadir di acara workshop kantornya?

"Aku nggak mau ah, Re, kalo gini. Klien lain dong, kan partnernya nggak cuma firma itu aja."

Aku masih berusaha protes.

"Ya bener sih, ada tiga totalnya. Satu aku, satu Mas Ferdi karena itu kantor temennya, satu lagi kamu. Pas udah."

Reyhan kali ini tersenyum menang.

Apanya yang bisa disebut pas kalau sudah begini? Mana aku pasti harus sering berhubungan dengan orang firma tersebut sepanjang event kan? Bagaimana kalau tiba-tiba Arka datang? Bagaimana bisa aku menyiapkan diri bertemu dengannya, sementara aku masih dalam tahap menyembuhkan diri begini?

"Arka nggak mungkin datang kok. Tenang aja."

Aku mendongak dan melihat senyum lebar Reyhan sekali lagi.

"Kamu tau darimana, Re?"

"Aku udah nanya kok kemarin. Tenang aja, Na. Nggak sejahat itu juga kok aku ngumpanin kamu ke tempat yang kamu nggak nyaman."

Aku masih memilih diam tak menanggapi penjelasan Reyhan yang sejujurnya melegakan perasaanku itu.

"Tenang. Arka juga nggak tahu kok kalau kamu udah balik ngantor ke Gamma."

"Makasih ya, Re."

Reyhan cuma menepuk-nepuk bahuku pelan.

"Santai aja. Nanti langsung hubungin nomor ini aja, Re. Kalo dari keterangannya Arka, namanya Sina, dia sekretaris baru kok. Jadi besar kemungkinan gak kenal kamu."

Seperti bisa membaca pikiranku, Reyhan kembali melanjutkan ucapannya.

"Tau banget apa yang kupikirin, Re?"

"Udah dibilangin juga, aku kenal kamu sama Arka itu nggak hitungan hari. Niat-niat sama pikiran kalian juga aku tau, kok.."

Seketika aku tertawa mendengar jawaban ngasal ala Reyhan. Bagaimanapun juga, sebenarnya agak salah rasanya kalau aku bersikap tidak profesional begini. Hanya karena hubunganku dengan Arka berakhir, seharusnya aku juga tidak perlu membuat orang lain terlibat dengan kerepotan-kerepotan ini kan?

------------

Hari ini Mas Ferdi mengadakan meeting mulai dari pagi sampai hampir menjelang siang untuk membahas project workshop yang akan kutangani itu.

"Na, udah dapat kontak klien-nya kan? Sementara atur jadwal buat meeting kalian sendiri dulu aja. Bahas materi yang mau disampaikan berapa banyak, nanti kita arrange waktunya. Reyhan gimana?"

Seperti biasanya Mas Ferdi memimpin meeting kali itu dengan sangat serius, berbeda jauh dengan saat ia diluar jam kerja, yang bahkan membuatnya sama sekali tidak terlihat seperti sosok owner sebuah event organizer sebesar Gamma.co.

"Aku udah dapat materi dari Mas Firman sih, Mas. Tinggak sinkronisasi sama punya Kanaya, kalo sama Mas Ferdi kan udah tahu tuh schedule-nya gimana. Aman kok, Mas."
Jawaban Reyhan membuat Mas Ferdi mengangguk-angguk paham.

Kali ini giliranku untuk menjelaskan.
"Aku udah kontak sekretarisnya, Mas. Sementara mereka materinya masih sama kaya' di portfolio awal. Sekitar dua sampe tiga jam lah.."

Baru akan melanjutkan kalimatku tiba-tiba sosok wajah seseorang menyembul dari balik pintu ruang meeting.

"Mas, ganggu sebentar ya. Dicari Angga diluar. Penting katanya." Mas Bono, OB kantor cuma menyampaikan satu kalimat itu saja kepada Mas Ferdi, dan langsung diikuti dengan Mas Ferdi yang melimpahkan rapat untuk dipimpin oleh Reyhan.

Jadi Angga mendadak hadir lagi di kantorku ternyata.

Reyhan yang masih berada di depan pun masih sempat-sempatnya melempar kode mata kearahku.

Iya iya aku tau, Re.

-------------

"Aku nggak ngajakin kamu makan siang lagi kok, Na. Maleman dikit, ke FilKop gimana?"

Sesuai dugaan Reyhan. Angga ternyata mampir untuk dua alasan. Pertama untuk menemui Mas Ferdi, kedua, untuk mengatakan hal barusan kepadaku.

Dan karena memang aku tidak punya agenda untuk nanti malam, plus aku butuh juga untuk sekadar keluar minum kopi, maka aku jelas tidak punya alasan lain selain menerima ajakannya.

"Pulang kantor aja, Ga. Nanti aku langsung kesana."

Angga jelas langsung menggeleng.

"Habis maghrib aku sampe sini. No cancellation."

Aku mengangguk mengiyakan.

Burnt Bridge (Completed)Where stories live. Discover now