Langit Merah Saga

411 16 13
                                    

"Tidak banyak yang bisa kuceritakan pada dunia, selain tentangmu tentangku yang akhirnya menjadi kita di bawah langit merah saga."

"Surat cinta lagi?" tanyaku, sontak membuatmu terkejut.

Kamu tersenyum tipis, lalu menggerling lucu. Melipat rapi kertas surat berwarna merah muda dan memasukkannya kembali ke dalam amplop berwarna sama yang di depannya tertempel dua kelopak mawar. Lalu, seperti biasanya, kamu meletakkan amplop itu di sebuah kotak kecil terbuat dari kardus yang tersimpan di laci mejamu bersama surat-surat sebelumnya. Kamu menamakannya kotak hati! Lucu sekali.

"Kali ini dari siapa?" tanyaku lagi, penasaran.

"Heru, anak kelas sepuluh. Huh, masih kecil juga." Kamu tersenyum mengejek. Tatapanmu beralih kepadaku yang berdiri di depanmu.

"Ada apa?"

"Kayak ada yang beda, tapi apa, ya?" komentarmu.

Kali ini kamu menatapku dari atas ke bawah, seolah mencari-cari sesuatu yang tidak biasanya dariku. Cukup lama, dan itu membuatku tersenyum-senyum sendiri. Benar, hari ini aku ....

"Gak pake dasi! Dasar, kita diwajibkan pake dasi, 'kan?! Mau dihukum?"

"Aku ketua kelasnya, 'kok."

"Oh, iya juga." Kamu tertawa kecil, dan itu tampak sangat lucu di mataku. Namun, tawamu tiba-tiba berhenti. "Kacamata! Iya, baru sadar aku. Kacamatamu ke mana?"

Aku tersenyum lega, akhirnya kamu menyadari perubahanku. Ya, karena perkataanmu tempo hari saat kita makan sore di warung bakso di depan sekolah, aku pun membujuk ibuku untuk membelikan lensa kontak. Aku ingin tampil keren di depanmu. Setidaknya, kamu tidak merasa malu ketika berjalan denganku, meski katamu, kamu suka-suka saja berjalan di sampingku karena sifatku yang menyenangkan.

Juga aku berharap kamu akan menyukaiku seperti aku yang menyukaimu. Walaupun rasanya itu sedikit mustahil mengingat kamu adalah gadis paling cantik di sekolah, dan termasuk ke dalam golongan anak-anak kelas atas, alias kaya. Sedangkan aku bukan siapa-siapa, selain seorang yang beruntung karena mendapatkan beasiswa dan bisa berteman denganmu.

"Aku simpan di rumah. Gimana? Makin cakep, gak?"

"Umhh, ya, lumayanlah." Kamu tersenyum-senyum.

"Bilang aja iya kenapa? Dasar."

"Gak, ah, nanti kamu ge-er."

Kamu mencibir. Gemas sekali melihat tingkahmu itu. Rasanya ingin kucubit pipi gembulmu yang selalu bersemu merah setiap kali terpapar matahari.

"O, iya, pulang sekolah nanti temenin ke toko buku, ya? Ada novel yang mau kubeli. Nanti aku traktir es krim, deh!"

Seperti biasa, kamu selalu mengajakku ke mana pun kamu ingin pergi, dan aku selalu meng-iya-kan ajakanmu itu. Pernah aku bertanya, kenapa kamu lebih memilih pergi denganku dibandingkan dengan mereka yang ingin menjadi teman dekatmu, dan jawabanmu selalu sama; Karena kamu gak cerewet!

Jawaban yang rasanya sedikit aneh. Aku yakin, ada jawaban lain selain yang kamu ucapkan.

♥♥

Hari-hari yang kita lewati di masa akhir putih abu-abu kini terasa amat berharga untukku. Setiap detiknya adalah ketakutan, karena mungkin saja setelah ini kita tidak bisa melakukan banyak hal bersama-masa lagi. Kamu pernah bilang ingin melanjutkan kuliah ke Amerika. Tinggal bersama kakakmu yang sudah menetap di sana selama hampir lima tahun. Lalu, aku? Sama seperti sebelumnya, aku akan berusaha mengikuti berbagai program beasiswa. Setidaknya aku ingin lulus kuliah agar kelak aku memiliki keberanian untuk menyatakan suka padamu.

Semesta KisahWhere stories live. Discover now