Setelah beberapa lama meneliti setiap inci dari perpustakaan itu, Dhea akhirnya memutuskan untuk pulang. “Ray, pulang yuk.” Dhea berbalik tapi tidak menemukan keberadaan Raya di belakangnya. “Raya?”
Dhea menyusuri setiap lorong dari rak-rak buku di sana dan akhirnya berhasil menemukan keberadaan Raya di pojok perpustakaan, tepatnya, sedang tertidur di atas meja dengan tangan yang dilipat dan kepala yang ditumpukan di atasnya.
“Ray,” panggilnya.
“Raya.” Dhea duduk di kursi yang ada di samping raya, ikut membaringkan kepalanya di atas meja, menatap wajah Raya. “Ternyata lo ganteng juga di lihat dari dekat,” gumam Dhea pelan.
“Lo baru nyadar?” Raya perlahan membuka matanya membuat Dhea langsung bangkit dari duduknya.
“Apaan.”
“Udah selesai? Mana bukunya?” tanya Raya yang tidak melihat ada satu bukupun di tangan Dhea.
“itu.” Tunjuk Dhea pada sebuah kantong plastik yang ada di atas meja.
“Buku apa? Kok tipis?” Raya mengambil kantong itu tapi Dhea langsung merebutnya.
“Buat tugas,” balas Dhea singkat.
“2 jam lebih Cuma buat buku setipis itu?” Raya tersenyum, mungkin belakangan ini dan kedepannya, tersenyum akan menjadi hobi barunya.
“Yuk pulang,” balas Dhea cuek, sementara Raya yang ditinggalkan, lagi, hanya mengikuti dari belakang.
“Ray,” panggil Dhea yang sekarang sudah berjalan beriringan dengan Raya karena dia memperlambat langkahnya.
“Apaan,” balas Raya.
“Singgah di sana dulu yuk, bentaran aja, yah yah?” rengek Dhea pada Raya yang sama sekali tak berniat untuk melihat wajah Dhea yang dibuat seimut mungkin.
Awalnya Raya ingin menolak, tapi tanpa membalas Dhea, dia langsung berjalan dan duduk di salah satu bangku yang berada di taman kota yang tadi ditunjuk Dhea itu.
“Mau ngapain di sini?” tanya Raya pada Dhea yang sudah ikut duduk di sampingnya.
“Main game, enak, sejuk.” Dhea lalu mengeluarkan ponselnya.
“Ngak mau baca buku?”
“Di rumah,” balas Dhea tanpa melihat ke arah Raya Sedikitpun.
“Ohh.”
“Mau ke mana?” tanya Dhea melihat Raya yang tiba-tiba beranjak dari tempatnya.
“Bentar,” balasnya singkat tanpa menoleh sedikitpun. Dhea yang cuek atau lebih tepatnya tidak peduli, memilih melanjutkan gamenya.
Bztt..
Ponsel Raya bergetar dan muncul pesan pop up di sana. Dhea yang melihat ponsel Raya di sampingnya, mengira Raya lupa membawanya, tidak sengaja membaca pesan yang tertera di layar ponsel Raya itu.
F4ntastic four (4)
Ryann : @AngksRaya di mana lo?
Reject | cancel
Dhea hanya melihatnya sekilas kemudian kembali terfokus pada gamenya.
“Ah!” Dhea terlonjak kaget saat Raya tiba-tiba saja datang dan menempelkan sebuah botol minuman dingin ke pipinya.
“Main game mulu, nih.” Raya menyodorkan botol minuman tadi ke tangan Dhea, dan ada satu botol lagi, untuknya.
YOU ARE READING
Innefable Pain [hiatus]
Teen Fiction-Cover by me- Yang satu terjatuh, yang satu lagi ada untuk menopang agar yang satu bangkit. Yang satu lelah, yang satu lagi ada untuk bertahan. Yang satu terluka, yang satu lagi ada untuk menyamarkan luka. Yang satu pergi, agar yang satu lagi bisa b...
8.) Cerita dalam senja
Start from the beginning