8.) Cerita dalam senja

101 33 32
                                    

tidak perlu vote, cukup kalian baca saja
.
.
.
---

“Kak raya,” panggil Dhea dalam perjalanan pulang.

“Ray,” panggilnya lagi tapi masih juga belum mendapat balasan.

“Raya!” Dhea berteriak tepat di telinga Raya membuat motornya jadi sedikit oleng.

“Apaan?!” balas Raya akhirnya setengah berteriak.

“Singgah ke perpustakaan yang dekat taman kota dulu dong, banyak yang novel Dhira belum baca di sana,” pinta Dhea, memang lingkungan tempat tinggal Dhea itu sudah seperti surga dunia baginya, banyak perpustakaan dan taman yang asri.

“Apa?” Raya merasa aneh dengan Dhea yang menyebut dirinya sendiri dengan namanya.

“Eh, iya banyak yang belum gue baca di sana soalnya jauh sih. Ke sana dulu ya, ya? Ya???” rengek Dhea sambil menoel-noel punggung Raya.

“Iya iya.”

Setelah Raya memarkirkan motornya, Dhea langsung turun dan berjalan duluan di depan Raya, sementara Raya yang sebenarnya tidak se-kutubuku Dhira, atau mungkin hanya mau membaca sesuai mood hanya memilih mengekori Dhea.

10 menit...

15 menit...

Raya mulai bosan, dia akhirnya memilih untuk mencari novel atau buku apapun itu untuk dia baca sambil menunggu Dhea. Raya menyusuri rak yang di atasnya ada papan bertuliskan bacaan anak.

“Sleeping beauty, Cinderella, Snow White, Dispicable me, Cars 1, 2, 3, aku sayang Bunda,” Raya membaca judul-judul buku anak yang ada di rak itu asal.

“Lo pernah dengar kisah tentang peterpan?” Dhea tiba-tiba sudah berada di sampingnya dan berbisik pelan ditelinganya membuatnya hampir saja terlonjak kaget.

“Hobi ya ngagetin orang?” rutuk Raya sambil mengelus dadanya.

“Tinker bell selalu ada untuk peter, tapi peter? Dia memilih bersama wendy, bukankah itu sangat ironis?” jelas Dhea tanpa menjawa pertanyaan Raya terlebih dahulu.

“Terus kenapa?” tanya Raya yang kebingungan dengan perkataan Dhea.

“Maksudku hanya. Orang yang kau pikir selalu berada disisimu, bisa saja hatinya selalu terisi orang lain.” Dhea memberi jeda sejenak.

“atau mungkin sebaliknya, kau selalu ada untuk orang itu, tapi, orang itu malah memilih orang lain,” lanjutnya.

“Lo lagi patah hati ya?”

“Ish!” Dhea yang kesal karena Raya tidak serius mendengarkannya, memilih pergi kembali melanjutkan mencari buku.

“Ra, masih lama ngak?” tanya Raya yang lagi-lagi mengekori Dhea.

“Masih,” balas Dhea singkat.

“Gue capek jalan.”

“Ngak usah jalan.”

“Gue capek berdiri.”

“Duduk sana.”

“Ngak ada tempat duduk.”

“Baring.”

“Malu-maluin.”

“Mati aja,” balas Dhea pelan.

“Apa?”

Dhea tidak membalas lagi, malas melanjutkan debatnya dengan Raya karena sudah pasti juga dia yang bakal menang.

“Masih lama ngak?” Raya mengulang pertanyaan yang sama.

“Ngak kok,” balas Dhea tanpa sedikitpun pandangannya beranjak dari deretan novel-novel yang ada di depannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 07, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Innefable Pain [hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang