Cafe Brown

2.6K 175 0
                                    

Aku berlari kecil, berbelok di ujung jalan, dan memasukki pintu kaca dengan ukiran kayu bertuliskan Café Brown di atasnya. Sera melambaikan tangannya di meja dekat panggung dan aku melewati kerumunan untuk menghampirinya.

"Hei, apakah aku melewati penampilannya?" tanyaku sambil meletakkan tas di meja dan membuka jaketku lalu duduk di samping Sera.

"Baru aja mereka mau mulai." jawabnya.

Kerumunan mulai bersorak dan bertepuk tangan ketika tirai panggung terbuka dan lampu menyorot Andre yang sedang memetik senar gitar sementara Kayla bernyanyi dengan merdunya di atas panggung.

Rahangku menegang dan alisku berkerut saat aku menyadari ada sebuah kejanggalan. Kemana Richard dan Romeo? Kenapa mereka tampil berdua saja? A-apa yang terjadi? Puluhan pertanyaan melintasi pikiranku. Kemudian mereka menyanyikan lagu romantis sambil menatap satu sama lain, menciptakan pertunjukkan yang sempurna.

Pertunjukkan telah selesai. Andre bangkit berdiri, meletakkan gitarnya, lalu menghampiri Kayla dan bergandengan tangan sambil membungkuk, diikuti dengan sorakan dan tepukan tangan. Tirai pun tertutup kembali.

Penonton menyukai mereka dan aku benci itu.

Sera menyodorkan segelas minuman padaku dan aku menerimanya dengan senang hati.

"Gimana penampilan kita tadi?!?!" Kayla berlari kecil ke arah kami dan Andre menyusul di belakangnya. Ia menarik kursi lalu bergabung dengan kami.

"Bagus sekali." ujar Sera. Aku menyadari rasa ketidaknyamanannya terhadap Kayla dilihat dari wajahnya yang meringis.

"Kemana Richard dan Romeo? Kenapa kalian tampil berdua saja?" Aku berusaha untuk menjaga nadaku tetap stabil dan memperlambat napasku yang memburu.

Andre duduk di sebelahku lalu mengecup pipiku. "Mereka masih terkena macet, jadi kita tampil duluan sebelum mereka datang."

"Tenang, El. Kita bakal tampil lagi sama Richard dan Romeo. Kamu nggak bakal ketinggalan apa-apa!" ucap Kayla sambil terkekeh lalu mendorong bahuku.

"Kalian nggak berangkat bareng?" tanya Sera.

"Seharusnya sih iya. Tapi aku masih belum bisa menentukan tempo yang sesuai, jadi aku dan Andre ke sini dulu untuk latihan yang terakhir kali." Kayla menyeruput minumannya dengan sedotan kecil. Lalu Sera mengangguk sambil melirikku dan kami melemparkan pandangan dalam rangka pengertian yang sama.

"Jam berapa kamu sampai di sini?" tanya Andre.

"Baru saja sampai, pas kalian mulai tampil. Aku harus menyelesaikan pekerjaanku di kantor sebelum datang ke sini."

Sera berdeham lalu meneguk minumannya. "Itu Richard!" Matanya berbinar saat melihat Richard merangkul tas keyboard dan Romeo dengan drumstick di tangannya, menghampiri kami sambil terengah-engah.

"Macetnya makin parah. Tadi kita parkir di lapangan kosong lalu berjalan ke sini." Richard meletakkan tasnya kemudian tersenyum dan menyapa Sera.

"Benar-benar ide yang buruk." Romeo kesusahan untuk mengambil napas panjang.

"Kamu belum pesan makanan?" tanya Richard kepada Sera yang merespon dengan menggelengkan kepala dan tersenyum. Aku tidak dapat mendengar apa yang dikatakan Richard karena musik mulai memancar dari speaker. Tetapi aku melihatnya segera bangkit dan menggandeng tangan Richard. Kemudian Kayla pergi ke counter bar bersama Romeo, meninggalkanku dengan Andre berdua di meja.

Andre menggeser posisinya sehingga duduk lebih dekat denganku. Lenganku yang kusandari di atas meja menyentuh lengannya yang hangat.

Ia berdeham sebelum bertanya, "Jadi, gimana hasilnya?"

"Hasil apa?" tanyaku setelah meneguk minumanku.

"Kenaikan jabatanmu, perusahaanmu yang mau bangkrut-"

"Ohh, tenang aja, Dre. Jaiden akan mengurus semuanya. Aku tidak akan kehilangan pekerjaanku. Dia sendiri yang bilang ke aku saat makan malam itu." jawabku saambil memainkan sedotan di dalam gelasku.

Andre mengangguk pelan sambil mengambil seggenggam kacang yang disediakan di atas meja. Lalu ia menatapku bingung. "Makan malam?"

Oh, tidak.

Apakah aku baru saja memberitahunya tentang makan malam itu? Aku mengalihkan pandanganku darinya untuk melotot horror ke arah lantai dan berusaha untuk menangkap napasku yang hilang. Aku tidak berani menatapnya kembali sebelum aku mencari alasan untuk menjelaskan diriku sendiri.

"El, makan malam apa?"

Terpaksa aku menoleh kembali. "Itu, bukannya aku udah bilang ke kamu ya?"

"Um, belum. Emangnya kenapa?" tanyanya.

Aku mengambil napas panjang. "Waktu itu aku sempat makan malam di rumahnya Jaiden untuk membicarakan bisnis itu."

"Kenapa kamu nggak bilang ke aku?" ujar Andre sambil mengunyah kacang.

"Karena aku takut kamu marah."

Andre berhenti meraih kacang di mangkuk dan terpaku menatapku sesaat. "Emangnya kamu kira aku siapa, El? Nggak mungkin aku marah."

"Buktinya waktu aku batalin dinner anniversary aja kamu marah kok. Apalagi kalo aku malam malam berduaan sama boss-ku di rumahnya."

"Ya, kalo kamu jadi aku gimana? Aku butuh waktu seminggu untuk susah payah reservasi tempat disitu, El. Terus kamu batalin seenaknya."

Aku kehabisan kata-kata. Dan Andre pun kehabisan kata-kata. Aku berusaha untuk menelan kacang yang daritadi terasa seperti nyangkut di ujung tenggorokanku dan menatap meja. Aku menoleh saat mendengar Andre menghela napas.

"Udahlah, lupain aja. Tapi, lain kali bilang aja ke aku. Aku tau kamu mau ambil jabatan direktur itu untuk kita berdua kan? Karena yang aku bilang waktu itu?"

Dan, kurasa sekarang ia sedang membicarakan tentang pernikahan kami?

"Ellie, aku akan tetap sayang sama kamu walaupun kamu nggak dapet jabatan itu. Aku nggak butuh kamu untuk jadi Bu Direktur. Kamu hanya perlu jadi Ellie. Itu sudah cukup buatku." lanjutnya sambil mencondongkan badannya. Ia meletakkan tangannya yang hangat di tanganku dan menatapku dalam-dalam.

Wanita mana pun pasti akan senang mendengar kata-kata itu. Mungkin wanita yang normal sudah memeluk dan menciumnya jika mendengar perkataan seperti itu. Mungkin Ellie 3 tahun yang lalu sedang menggelayutinya saat ini. Namun faktanya aku hanya mematung dan mengerjapkan mataku.

Sebelum aku bereaksi, Sera dan Richard kembali ke meja sambil membawa sepiring kentang goreng dan sebotol minuman. Andre merangkul tangannya padaku dan memulai percakapan kepada mereka sambil mengambil kentang goreng. Dan aku ikut tersenyum selagi menyimak percakapan mereka yang teredam suara musik yang berdentum.

Skyscraper DesireWhere stories live. Discover now