14 - The Dark Side

Mulai dari awal
                                    

Apa benar ini tempat pembantaian atau pembunuhan berlangsung? Fikirnya yang terus berkecambuk dikepala.

Alice menggelengkan kepala, tak percaya. Kemudian dalam hitungan detik ia tersadar tempat apa ini. Alice berlari cepat ke arah pintu. Tangan munggilnya menggedor-gedor pintu seraya berteriak histeris.

"Tolong!! Siapapun yang ada diluar sana tolong aku!" Alice menoleh ke belakang untuk memastikan Adam tak mengikutinya. Dirinya melihat Adam yang masih duduk di kursi dan menatap seram ke arahnya.

"Tuhan tolong aku! Siapapun tolong aku, kumohon. Aku belum ingin mati!!" teriaknya kembali.

Adam justru tertawa hambar. "Hahaha.. Percuma saja kau berteriak, itu hanya membuatmu kehilangan suara!"

"Aku tak peduli!"

Adam berdecak kesal. "Ruangan ini kedap suara, bodoh! Jadi berhentilah berteriak!"

"Buka pintunya!! Kumohon Tolong akuuu!!" teriaknya berulang kali. Sangat besar harapan jika dewi fortuna berpihak padanya.

Tapi nihil,

Adam bangkit dari duduknya. Langkah kakinya perlahan mendekat ke arah wanita itu dengan senyum penuh kemenangan. Di tempat ini, diruang yang luas namun menyeramkan ini hanya ada Alice dan dirinya. Tidak masalah bukan jika Adam bermain sedikit dengan wanita ini.

Adam menyesap rokok yang ada di tangannya dan membuang kepulan asap itu tepat ke wajah Alice. Alice tersedak, batuk-batuk tak ada hentinnya akibat hidungnya menghirup kepulan asap rokok. Nafasnya juga terasa sesak. Pria tampan itu memang sialan! Membawa dampak buruk padanya.

"Uhukk.. Uhukk.." Alice terbatuk-batuk, tangannya mencoba menepis kepulan asap rokok.

"Apa kau sudah tak waras, heh?!" bentak wanita berambut blonde itu.

Pria berperawakan tinggi ini menyeringai sepanjang memperhatikan setiap inchi wajah Alice. "Kau benar, aku memang tak waras!"

Adam membuang rokok yang hampir habis itu ke sembarang arah. Nafsunya semakin menggebu saat melihat Alice lemah seperti ini, telapak tangannya menangkup kasar pipi Alice. Oh lord! Tatapan itu bisa dikatakan tatapan penuh hasrat. Tidak ingin mengulang kedua kalinya mereka bercumbu, Alice menepis lengannya.

"Singkirkan tanganmu ini, brengsek! Jangan pernah coba kau macam-macam padaku!!"

*

Drttt! Drttt!

Ponsel Elena berdering nyaring. Tertera nama yang tak asing baginya. Ia menghela nafas sejenak lalu mengangkat panggilan tersebut dengan penuh kemalasan.

"Ada apa pagi-pagi seperti ini kau menelponku?" tanpa basa-basi langsung saja Elena bertanya.

"Kau dimana?" pria itu balik bertanya.

"Di LA. Memangnya ada apa?"

"Aku ingin berkunjung kesana."

"Lebih baik nanti saja jika aku libur."

"Payah! Selalu saja kau bekerja sepanjang waktu."

"Tentu. Sudahlah sambunganmu akan kuputus, lagipula kau menelpon tidak penting."

"Tunggu, aku belu-"

Bepp!

Elena memutuskan sambungannya tanpa menunggu pria itu selesai berbicara.

"Huh, dasar pria aneh. Jika aku tak bekerja bagaimana bisa mencukupi biaya kehidupanku." gumam Elena. Kemudian melenggang pergi meninggalkan Penthouse mewahnya menuju kantor, tempatnya bekerja.

Groom Of The DarknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang