EMPAT PULUH TIGA. Stay.

Mulai dari awal
                                    

Karena kesal, Althaf hampir saja melayangkan tangannya yang terkepal itu ke wajah Revan jika saja guru pelajaran selanjutnya datang dan membubarkan deretan manusia yang menonton itu di balik jendela kelas. Guru itu tahu Amira dan Althaf sedang dihukum karena diberi tahu oleh guru yang menghukum mereka.

Sekarang, tinggallah Amira dan Althaf berdua di koridor. Keduanya berdiri kembali seperti sediakala. Dengan kegugupan yang menyapa kala mengingat kejadian dua menit yang lalu.

Amira lelah. Rasanya, kakinya sudah tidak sanggup berdiri lagi. Oleh sebab itu, ia berjongkok.

"Curang lo!" ucap Althaf pada Amira dengan suara pelan agar tidak diketahui oleh guru yang mengajar di kelasnya.

Amira mendongakkan kepalanya ke arah Althaf yang tengah menatapnya.

"Gue capek!" ucap Amira lalu bangkit berdiri.

"Gak nanya," cuek Althaf.

Amira menghela napas berat, matanya menatap lurus ke depan. Tiba-tiba, ia merasakan sebuah tangan menggenggam tangannya. Terkejut, setelah tahu bahwa Althaf lah yang menggenggam tangannya.

Sebenarnya Althaf sudah menahannya. Namun, pertahanannya runtuh begitu saja kala melihat Amira yang kecapekan. Ia ingin menjauh, tapi saat ini ia tidak bisa.

"Ayo!" Althaf menarik tangan Amira. "Nundukin kepala lo."

Amira mengikuti instruksi dari Althaf. Ia menundukkan kepalanya agar tidak diketahui oleh guru lewat jendela yang mereka lewati, lalu tanpa memberontak sedikitpun ia digiring Althaf ke kantin. Ia heran, bukankah Althaf ingin menjauh darinya? Bukankah Althaf sendiri yang meminta Amira untuk pergi dari kehidupannya?

Althaf menyodorkan sebotol air mineral untuk Amira yang telah menempati salah satu meja kosong di kantin.

"Jadi, kita kabur dari hukuman?" tanya Amira ragu-ragu.

"Kalo lo mau lanjutin silahkan. Gue sih gak mau, lagian tuh guru yang kasih hukuman pasti lagi ngajar di kelas lain. Gak mungkin pantau kita. Terus lo juga kecapekan."

"Oh ya. Lo jangan baper, gue gak niat perhatian sama lo. Cuma, kasian aja liat lo," pungkas Althaf sebelum menempati meja yang berbeda dengan Amira.

Kasihan? Jika kalian ingin mengatainya lebay, katakan saja. Karena faktanya, kata itu, terdengar pahit di gendang telinganya Amira. Juga, menyesakkan dadanya.

Amira menjatuhkan kepalanya di atas tangannya yang terlipat di atas meja. Ia memejamkan matanya. Mengistirahatkan pikirannya sejenak. Namun, tidak disangka-sangka dan diniatkan, ia malah tertidur di sana.

Dari tempat duduknya, diam-diam Althaf memperhatikan Amira. Rasanya, ia ingin sekali mengelus rambut cewek itu. Althaf menggelengkan-gelengkan kepalanya sebagai upaya menepis Amira dari pikirannya. Althaf mengeluarkan ponselnya, memainkan game di ponselnya untuk membunuh rasa bosan hingga bel istirahat berbunyi. Yang pertanda kantin yang semula sepi itu akan dipenuhi siswa siswi.

"Enak bener lo! Kabur dari hukuman terus main game di kantin," sergah Alif sembari menempati meja yang sama dengan Althaf. Sedetik kemudian, ia tersenyum evil setelah melihat Amira di salah satu meja yang ada di sana. Cewek yang tadinya tertidur itu dibangunkan oleh suara bel.

"Lo ngapain aja sama Amira?" goda Alif.

"Baikan, terus pelukan. Lo pasti ngelakuin itu, kan?" imbuh Revan.

Tidak menjawab. Althaf hanya menatap kedua temannya itu dengan tatapan datar.

Sedangkan di meja Amira, cewek itu mengucek matanya. Ia mengantuk.

"Lo ketiduran di sini?" tanya Naomi yang baru saja datang dengan teman-temannya.

Amira mengangguk.

"Cuci muka sana!" suruh Azalea.

Amira mengangguk lagi. Setelah itu bangkit dari duduknya. Karena kurang memperhatikan jalan, tanpa sengaja ia menabrak tubuh seseorang, membuat kepalanya berbenturan dengan dada bidang sosok jangkung itu. Oh ayolah, yang sekolah di sana bukan hanya dirinya. Seharusnya ia lebih hati-hati dan tidak perlu membuat dirinya menjadi pusat perhatian seperti sekarang.

Kepalanya terangkat untuk melihat siapa korban dari tabrakannya itu. Matanya hampir terbelalak, siswa di sekolah ini ada ratusan, lalu mengapa harus Althaf yang ditabraknya? Hanya menabrak cowok itu saja sudah menjadi pusat perhatian. Apalagi kala saling menggenggam tangan? Oh tidak, pikiran Amira sudah melayang-layang. Oleh sebab itu, ia perlu menyadarkan dirinya.

"Maaf." Amira mengambil langkah mundur. Tatapan tajam Althaf seolah menginterogasinya.

"Kalo gue gak mau maafin lo gimana?" tanya Althaf ketus.

Amira terdiam sejenak. Karena tidak ingin memperbesar masalah yang sepele ini, ia melanjutkan niat awalnya, yaitu ke toilet untuk mencuci wajahnya agar tidak mengantuk.

Tapi, ada penghalang yang kedua kalinya, yaitu Alif yang merentangkan kedua tangannya untuk menghadang Amira.

"Udah kebukti, kan? Lo sama Althaf itu memang jodoh. Di antara ratusan siswa yang ada di sekolah ini, yang lo tabrak itu Althaf. Kenapa gak gue aja?" tanya Alif.

Amira menatap Alif dengan tatapan malas. "Terserah lo!"

Amira kembali melanjutkan langkahnya.

"Sialan! Gue dikacangin."

***
TBC

Thanks for reading!

Yey, tinggal beberapa part lagi cerita ini bakalan tamat. Terimakasih buat kalian yang udah baca sejauh ini. Tinggalkan jejak guys!

Maaf atas segala kekurangannya.

💕Kalian

By Warda, Aceh Besar.
31/Oktober/2018

AMIRALTHAF [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang