Kenapa mereka malah memperpanjang hal yang tidak benar ini, kulihat Arya dengan kesal dan dia hanya menatapku datar.

"Siapa yang pacaran coba?!" kataku sengit

"Emang kenapa kalau dia pacaran? Jomblo di R4, kan, berkurang," itu suara Arya. Segitu inginnya dia aku berpacaran dengan orang lain? Pedih banget rasanya, sudah jelas, dia memang tidak ada perasaan kepadaku sama sekali!

"Pacaran sama siapa, Di?" pertanyaan A' Didit penuh dengan penekanan membuatku takut jadinya.

"Aku enggak pacaran sama siapapun, A'. Sumpah, Arya cuma ngira aja. Aku sama Aidan tadi qadarullah ketemu di Perpus jadinya kami duduk bareng di sana." Jelasku.

"Kalau sama Aidan sih gue dukung, Di!! cowok tampan begitu jangan diangguri," timpal Reana dengan girangnya dan kulihat A' Didit berdesis kesal. A' Didit kenapa?

Setelah menghentikan ocehan tentang aku yang pacaran--kata Arya--akhirnya pesanan yang tadi sudah duluan dipesan Reana datang.

Semangkuk bakso dan es teh sudah terhidang dihadapanku, Reana memang tahu apa yang kuinginkan saat ini, buru-buru aku meraih sendok menyesap kuah bakso favoritku yang rasanya selalu sama.

Kami menyantap makanan masing-masing sampai datanglah seorang gadis dengan jilbab yang menunjukkan poninya alias jipon berjalan melewatiku lalu berhenti di samping Arya, alisku bertaut kebingungan, siapa gadis ini? Apa dia anak seni yang pergi sama Arya sabtu kemarin?

"Arya, aku boleh gabung?"

Kupindahi penampilan gadis ini, wajah tirus putih mulus, hidung mancung, bulu mata lentik--cantik. Bodinya juga langsing semampai. Apa dia pacar Arya? Kalau begitu, wahai hati bersiaplah patah hati untuk sekian kalinya!

"Tentu, San. Ni duduk, gue ambil kursi lagi."

Dan perlakuan Arya padanya, membuatku iri, membuatku ingin kembali menyelami masa lalu, ketika dirinya begitu perhatian padaku.

....

"Di, kok belum duduk?" tanyanya ketika melihatku berdiri sambil memegangi mangkuk bakso dan es teh. Arya baru saja selesai latihan vocal karena akan mengikuti lomba band di SMA 1.

"Enggak ada kursi, Ar. Gimana mau duduk."

Dia mengajakku mengekorinya sampailah di bagian timur kantin lalu dia berbicara pada seorang siswa yang sedang duduk seorang diri hanya ditemani segelas jus jeruk dan HP digenganggamannya, "Lo udah selesai belom? Gue mau duduk di sini soalnya enggak ada meja lagi, kasihan juga ni sahabat gue," dia melirikku sejenak dengan senyuman tipisnya dan lelaki yang diajak bicara oleh Arya juga ikut melirikku lalu dia beranjak dari sana.

"Makasih ya, Vin!" seru Arya dan laki-laki itu mengangguk.

"Duduk gih, ntar capek loh," Arya menggeser kursi sebelahnya untuk kududuki lalu aku duduk di sana disusul dirinya dan kami mulai bercengkerama hangat, dia bercerita apa aja seolah enggak pernah habis bahan cerita untuk dia ceritakan padaku.

Dia hangat, dia yang lebih terbuka, dia yang perhatian, dia yang seolah menjadi sosok pelindungku setelah Papa dan Kak Baim jauh dariku, meski semuanya dia lakukan karena kami sahabat, namun sekarang tidak ada lagi Arya yang seperti itu, hanya ada Arya yang ketus, dingin, kasar.

....

Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya sampai dia bersikap seperti itu. Melihatnya hangat pada perempuan di sampingnya saat ini membuatku ingin menjatuhkan lelehan bening yang menumpuk dipelupuk mata, tepukan dibahuku membuatku kaget spontan mataku terpejam hingga jatuhlah lelehan air mata yang mengucur cepat.

"Lah, kok ada air mata?" Reana bingung menatapku buru-buru kutundukkan kepalaku menghapus air mataku menggunakan ujung lengan kemeja.

"Gue tahu lo terharu Arya didekati cewek cantik kayak dia, tapi enggak sampe nangis juga kali, Di," kekeh A' Didit membuat yang lain ikut terkekeh. Aku tersenyum menanggapi, baguslah mereka enggak bertanya lebih lanjut kenapa bisa aku menjatuhkan air mata ini.

"Oke Arya, aku sudah selesai. Pulang nanti bisa, kan, ke rumahku lagi?"

Aku hanya menunduk dalam diam. Enggak sanggup jika melihat interaksi hangat Arya pada perempuan itu. Dan apa tadi? Dia meminta Arya ke rumahnya? Lagi?

"Oke, sekitar jam 3 gue ke rumah."

"Oke, aku pulang dulu ya," perempuan itu melemparkan senyum pada kami satu per satu lalu melangkah menjauh.

Kulihat A' Didit menepuk lengan Arya dan bertanya mengenai perempuan itu. Arya menjawab hanya teman. Hanya teman tapi sikapmu melebihi seorang teman, bagaimana dengan aku sebagai sahabatmu yang selalu kamu ketusi.

Dia menyukai perempuan itu, Arya tidak akan merasa hangat pada teman yang dia anggap teman biasa.

Hati, lelahkah kau mempertahankan Arya di sana?

***


Sehabis magrib aku pergi ke minimarket di persimpangan untuk membeli saos karena sarapan besok aku meminta Reana masak tahu hot jeletot, tahu isi ati ayam, wortel, kubis, ditambah cabe rawit yang diulek, huuhh air liurku ingin menetes membayangkannya, segera saja kuparkirkan honda beat street yang kupinjam dari Reana.

Menelusuri rak bagian saos, kuambil dua botol lalu aku tergoda untuk menuju rak bagian camilan, aku suka ngemil saat malam dan Reana akan selalu ngomel karena disaat aku ngemil dia pasti ikut-ikutan jadilah berat badannya akan naik. Maafkan diriku, Re. Aku dan camilan bagai romeo dan juliet

Bicara soal romeo dan juliet, di sampingku ternyata ada romeo dan juliet beneran, eh apaan sih, tapi beneran, pasangan yang romantis, istrinya tengah mengandung dan suaminya sedang membawakan keranjang belanjaan dengan sabar menunggui istrinya memilih camilan, aahh aku serasa melihat masa depan bersama Arya

Eh

Kugelengkan kepala dengan senyuman tertahan, bisa-bisanya membayangkan Arya. Oh hati, kapan cinta ini harus berhenti.

Aku mengantri di kasir dengan sabar sambil melayangkan pandangan keluar, jalanan kota Palembang malam seperti ini makin ramai, sepasang kekasih nampak turun dari motor si cewek memberikan helm pada cowoknya menunggui sang cowok turun dari motor. Dan ketika helm cowok itu terlepas beriringan dengan mataku yang melebar

Arya?

🌹🌹🌹


TBC


Makasih yang udah mampir baca cerita ini, jan lupa votenya yaaaa:))
Maafkeun typo yang bertebaran.

Anjeni Meis
25 Okt 2018

Luka dalam Prasangka ✔Where stories live. Discover now