10. Matahari ku

173 12 4
                                    


Aku tidak tahu akhir-akhir ini aku tampak lemas sekali dalam bekerja, mungkin kerinduan ini sekaligus rasa khawatir yang terus menyelimutiku.

Pikiran ku teringat dengan video call-an semalam. Ada kabar buruk menimpa mamaku, walaupun dia tidak mengatakan dengan sejujurnya, tapi firasatku sudah berkata lain. Kakak ku bilang, mama sudah sakit dari seminggu yang lalu. Tapi yang sangat menyayang kan kenapa aku baru tahu semalam.

Pemeriksaan pasien tadi, aku benar-benar tidak fokus. Aku pun memutuskan untuk pulang kampung ke Surabaya besok. Lagian sudah lima bulan lebih aku tidak pulang ke kampung. Aku benar-benar sangat rindu.

Keesokan harinya, setelah menemui pak direktur dan meminta izin kepadanya untuk beberapa hari dirumah, aku pun teringat pada nya. Dia harus tahu bahwa aku akan pulang ke Surabaya. Tapi aku baru sadar, sedari tadi aku tidak melihat kak alfin. Biasanya dia selalu datang keruangan ku meski hanya sekedar menyapa.

"Apa dia libur?" Pikir kecil ku.

"Tapikan dia nggak pernah ambil jadwal libur selain hari minggu".

Aku pun menemui Ryana, teman ku si Perawat cantik itu. Ternyata dia tengah asyik men-check buku pengunjungnya.

"Ryana!"

"Eh, kamu". dia pun terkejut melihat kedatanganku

"Tumben pagi-pagi udah beres aja. Mau kemana?" Tutur nya pada ku.

"Ah, enggak. Ini, aku mau pulang ke Surabaya".

"Ha? Mendadak sekali? Ada perihal apa dirumah?"

"Ah, kamu! enggak kok. Enggak apa-apa. Tapi iya sih mama aku sedang dirawat dirumah sakit sudah seminggu lebih".

"Astaghfirullah... Ya udah kalau gitu, cepat atuh lihat mama kamu dirumah nanti dia kenapa-napa".

"Tapi Na, hari ini aku tidak melihat kak Alfin, kemana ya?"

Tiba-tiba saja Ryana terdiam mendengar pertanyaan itu. Seperti dia menegtahui sesuatu. Kalau bukan saja aku ada masalah lain, mungkin aku sudah mendesak dia untuk menjawabnya.

"Emh,,, aku juga nggak tahu".
Katanya dengan nada pelan.

"Ya sudah. Nanti kalau dia mencari ku, bilang aja aku ke Surabaya. Oh iya satu lagi, bilang sama dia dokumen yang kemaren sudah di check dan udah aku tanda tangani, tinggal pemeriksaan ulang saja. Dokumen itu aku tarok di dalam ruang pemeriksaan ku diatas meja".

"Oh, Iya-iya, siip!" Katanya memastikan.

Aku pun bergegas pulang ke Surabaya, sebelumnya aku telah menelepon mobil travel yang akan aku tumpangi.

Tidak lama kemudian mobil travel tersebut telah datang menjemput. Aku pun menaikinya. Baru 1 jam perjalanan, aku teringat ketika aku akan berangkat kesini.

Pada saat itu mama ku sangat mengkhawatirkan ku. Meskipun menjadi dokter adalah pilihan ku, tapi mama tahu bahwa aku tidak bisa hidup seorang diri di kota besar ini.

Dulu saja ketika aku masih kuliah, aku selalu merepotkan mama untuk terus datang mengunjungiku di Jakarta. Kalau dia tidak sempat, maka aku yang akan pulang kerumah sekali seminggu. Padahal aku tahu jarak tempuh Surabaya-Jakarta memakan waktu seharian, dan rute panjang itu sangat melelahkan.

Namun sekarang, sudah lebih lima bulan aku tidak pulang kerumah tanpa ada mama menjengukku sama sekali. Aku merasa ada yang kurang. Mama tak lagi memperhatikan ku, bukan karena mama berubah. Seharusnya aku sadar bahwa usia mama ku tak lagi muda. Seharusnya aku sebagai anak, aku harusnya memberikan perhatian ku kepada mama.

Memang jasa orang tua tak kan mampu dibalas, tapi sebagai seorang ibu, mama ku juga berhak mendapatkan perhatian anaknya yang selama ini dia besarkan.

Apa aku pernah menanyai mama bahwa dia sudah makan? Selalu mama yang nanya aku. Apa pernah aku bertanya tentang perkejaan nya, kesehatannya, kehidupannya diluar sana. Enggak! Selalu mama yang menanyai hal itu kepada ku.
Mengapa aku tidak menyadari itu dari dulu. Seharusnya aku membahagiakan mama. Saking sibuknya dengan pekerjaan ku, mama takut untuk menyusahkan ku. Apa salahnya dia jujur pada ku, "nak, mama sakit". Biar aku bisa pulang menjenguk dan bisa merawatnya. Tapi aku sama sekali tidak mendapat kabar apa-apa. Bahkan dua bulan terakhir ini, aku tidak peduli sama sekali dan biasa-biasa saja hidup tanpa ada kabar tentang Mama.

Ya Allah... anak macam apa aku ini? Aku sadar. Ini adalah saatnya aku membalas jasa nya yang tak ada tandingannya di dunia.

Mulai saat ini aku berjanji, aku akan lebih menyayangi mama, sebagaimana dia menyayangi aku seumur hidupnya. Aku selalu berdoa agar mama terus diberikan kesehatan dan umur yang panjang. Aku sayang mama. Aku tidak ingin mama pergi duluan dari aku.

Entah mengapa, pikiran ku melayang sejauh itu. Seharusnya aku berpikir optimis saja. Sakit adalah hal yang biasa ketika tubuh dalam keadaan lemah karena daya tahan tubuh yang menurun, tapi aku sudah berpikiran lain. Bahkan selama ini aku yang tidak pernah meneteskan air mata atas nama mama, sekarang hal itu telah terjadi.

Aku tidak ingat siapun lagi, bahkan aku sang penikmat pemandangan alam perjalanan, kali ini tidak lagi melakukannya. Aku hanya ingat mama, dan keadaan rumah. Aku ingat semua, apa yang dia lakukannya untukku, kasih sayangnya, kelembutannya, waktunya yang selalu ada ketika aku menginginkannya, padahal aku tahu beliau sangat sibuk dengan pekerjaannya.

Dia yang tidak pernah berhenti mengkhawatiri aku, yang selalu berpikir bahwa aku masih anak-anak. Tapi apa yang terjadi sekarang?

Lagi-lagi aku menghapus airmata ku sendiri. Aku tidak peduli dengan lingkungan sekitarku. Aku tidak peduli dengan sopir yang mengendarai mobil, bahkan orang disampingku, yang sedari tadi memperhatikan ku dan ingin mengajak ku berbicara tapi aku abaikan. Aku hanya bilang pada mereka bahwa mama ku sakit. Mungkin mereka mengerti itu.

Hai readers setia Kiyalfin?
Terharu nggak sama cerita Adzkiya kali ini?

Setiap kita pasti mempunyai orang tua yang sayang kita. So jangan pernah putus berdoa buat mereka, baik mereka yang masih hidup ataupun yang sudah mendahului kita.

Semoga orang tua yang masih bersama kita selalu sehat dan panjang umur... Aamiin

Terus setia sama Kiyalfin, ya.. Karena setiap part nya, bakalan ada potongan kisah yang seru... 👍👍

AdzKiyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang