SCGB-Delapan Belas

803 58 4
                                    

"Hiks... Hiks... Ya Rabb apa yang terjadi dengan hati hamba? Apa hamba mulai memiliki rasa terhadapnya? Kenapa rasanya begitu sakit saat melihat dia menyentuh perempuan lain? Aku benar-benar bingung menghilangkan perasaan ini bagaimana caranya? Semakin aku mencoba menghindarinya, kami malah semakin dekat."

Dada Lanika begitu sesak, apalagi ketika membayangkan Rafka merengkuh tubuh Maurin.

Di tempat yang berbeda tapi di waktu yang sama, Rafka sedang berada di pesantren Paman Lanika. Ia sedang duduk di teras Masjid pondok putra. Memandangi langit yang mulai menggelap karena sore hari.

"Ngelamun aja, Bang!" ucap Faris sambil menepuk pundak Rafka. Ia baru selesai shalat Asar berjamaah.

"Eh, lo ternyata!"

Faris ikut duduk bersama Rafka. "Abang tadi ikut shalat berjama'ah?"

"Ikut. Lo gak mandi?"

"Bentar lagi, nunggu antrian. Udah pesen tiket kok sepulang madrasah tadi."

Di pondok ini madrasah dibagi dua waktu. Madrasah siang dan malam. Sedangkan pagi digunakan untuk belajar mengaji kepada Nyai (untuk santri putri) atau Kiyai (untuk santri putra) di pesantren. Jika madrasah siang maka selesainya pada sore hari, setelah adzan asar. Sedangkan madrasah malam sesudah magrib.

"Yee... Nih bocah, dikira apaan pake tiket segala."

"Maksudnya udah naro gayung Bang. Abang udah lama gak ke sini, ke mana aja?"

"Biasa, ada urusan."

"Urusan sama akhwat yang Abang ceritain?"

Rafka menggeleng lesu. "Bukan. Lagian akhir-akhir ini dia kaya ngehindar dari gue."

"Kenapa?"

"Gue juga gak tau. Sehabis kejadian gue... peluk dia."

"Hah?"

"Biasa aja kali tuh mulut. Dimasukin lalat entar."

"Astaghfirullah. Abang meluk akhwat yang bukan mahram?" suara Faris meninggi. Membuat Rafka melotot dan membekap mulut lelaki yang umurnya setahun lebih muda darinya.

"Iya, itu juga situasinya darurat sih. Emang kenapa?" tanya Rafka sambil menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal.

"Masih nanya kenapa? Dosa Bang! Dosa!"

"Iya gue tau, kan situasinya terdesak."

"Emang gak ada cara lain selain meluk? Kenapa Abang gak tarik tangan dia aja kalau mau nolong? Kalau meluk itu lebih dari bersentuhan Bang. Kulit kalian sama-sama menempel. Bahkan mungkin menimbulkan syahwat. Gini ya, bukannya Faris mau sok pintar. Tapi Qiyai Ghofar waktu ngajar pernah bilang soal salah satu hadist yang diriwayatkan oleh Thabrani dan Baihaqi. Bunyinya: Sesungguhnya ditusuknya kepala seseorang di antara kamu dengan jarum besi itu lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya."

Rafka melongo. Menelan saliva sendiri pun rasanya sulit. Ia memang tahu kalau menyentuh yang bukan mahram itu tidak boleh, tapi selama ini ia belum tahu pasti bunyi hadistnya seperti itu. Rasanya ia merasa berdosa. Memang Lanika-lah perempuan yang pertama ia sentuh, tapi bukan sekali. Saat kematian Ayah Maurin pun ia merengkuh Maurin. Perbuatannya benar-benar tidak mencerminkan seorang muslim.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 27, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Sinar Cinta Gadis BerhijabWhere stories live. Discover now