SCGB-Lima Belas

890 64 2
                                    

Rafka sedari tadi tengah menemani Lanika menunggu angkutan umum di halte. Ia sama sekali tidak memedulikan waktu yang semakin sore. Matanya seperti telah terkunci pada satu titik. Bibirnya pun tak henti tersenyum saat memperhatikan Lanika dari samping.

"Ngapain kamu senyum-senyum?" tanya Lanika sinis. Ia tak sengaja melihat Rafka tersenyum saat ia melihat ke kanan-kiri jalan.

Rafka yang mendengarnya malah terkikik geli. "Apaan sih kamu? Sensi banget. Senyum kan ibadah. Lagian emang ada hukum tertulis tentang gak boleh senyum?"

Lanika langsung bungkam. Sedangkan Rafka malah semakin gencar untuk menggodanya. "Kenapa diem? Gak ngelarang lagi nih?"

"Tau ah. Kamu bisa diem gak? Aku lagi nungguin angkot ini."

"Emang ngaruh ya kalau aku diem?"

Lanika memutar bola matanya jengah. Tak berniat untuk menjawab. Ia rasanya ingin mengumpat. Sudah setengah jam menunggu, tapi tak ada angkot yang lewat. Kekesalannya semakin menggunung karena kehadiran Rafka yang terus menggodanya. Meskipun ada beberapa orang di sana juga Rafka tidak tahu malu.

BRUUKK

Ujung bibir Rafka sobek dan mengeluarkan darah segar setelah mendapatkan bogem mentah dari seseorang. Rafka, Lanika dan beberapa orang di sana spontan melihat ke arah pelaku.

"Lo apa-apaan sih hah?" bentak Rafka pada Guntur yang berada di hadapannya.

"Dasar cowok gak punya otak! Lo nyakitin cewek lo, tapi sok perhatian sama cewek ini!" Ia menarik kerah Rafka sambil menunjuk Lanika.

"Apaan sih? Gue gak ngerti!" ucap Rafka. Ia melepaskan cengkraman Guntur dengan kasar. Untunglah Guntur tidak terdorong hingga ke jalan raya.

"Asal lo tau ya, Rafka! Maurin itu sepupu gue. Gue gak akan ngebiarin siapa pun nyakitin dia."

Rafka sedikit kaget mengetahui Maurin sepupunya Guntur. Pasalnya mereka berdua di sekolah seperti tidak saling kenal.

"Asal lo tau juga Guntur! Lanika ini cewek yang gue cintai. Gue gak akan segan-segan ngasih pelajaran ke orang yang lukain dia."

Lanika menatap Rafka tidak percaya. Jantungnya berpacu lebih cepat. Tapi logikanya menolak kenyataan itu.

"Itu urusan lo! Gak ada hubungannya sama Maurin. Harusnya lo hargain dia sebagai pacar lo! Tadi lo bikin dia nangis kan?" Guntur mendorong Rafka dengan jari telunjuknya.

"Jelas ada. Lo marah kaya gini karena belum tau apa yang dilakuin sepupu lo itu. Asal lo tau ya. Yang ngelepas pot dari lantai dua kemarin itu dia! Lo tau kan kejadian itu udah menyebar ke seluruh penghuni sekolah?"

Lanika dan Guntur melebarkan matanya. Fakta yang mereka dapat dari Rafka sulit dipercaya. Namun tak berselang lama, Guntur menyahut lagi.

"Gak usah fitnah!"

"Kenapa muka lo? Kaget, hah? Denger ya! Kalau gue mau, gue bisa laporin dia ke Kepsek supaya dikeluarin. Lagi pula ada buktinya. Tanpa dia tau, gue rekam percakapan gue sama dia tadi siang saat dia ngaku. Jadi lo jangan macem-macem! Ngerti?"

"Cukup! Kalian berdua itu kenapa sih? Malu diliatin orang!" sentak Lanika.

Rafka maksud kamu apa sih?" tanya Lanika yang sudah jengah melihat keributan itu.

"Nanti aku jelasin, Nik."

"Apa? Mau ngajak gue berantem?" tantang Rafka pada Guntur yang masih setia berdiri.

Dengan sisa rasa malunya, Guntur melenggang pergi sambil mengepalkan tangannya. Mau ditaruh di mana mukanya setelah ini. Ia tidak bisa menghajar Rafka, karena Maurin juga bersalah. Maurin sudah sangat keterlaluan.

Sinar Cinta Gadis BerhijabWhere stories live. Discover now