SCGB-Dua

1.5K 90 12
                                    

Setelah upacara selesai, para peserta MOS diberi waktu untuk istirahat 15 menit, karena sesudahnya mereka akan melanjutkan kegiatan MOS.

Di ruangan bercat biru langit itu Rafka berada, ia membaringkan tubuh Lanika diatas kasur yang memang disediakan untuk orang sakit. Ia memanggil petugas kesehatan yang sedang berjaga di sana.

Dokter jaga itu bilang bahwa Lanika tidak apa-apa, Lanika hanya pusing karena sepertinya dia belum sarapan. Dan lututnya yang luka membuat gadis itu semakin tak bisa menahan untuk berdiri lebih lama di bawah terik matahari.

Rafka duduk di samping ranjang Lanika setelah membeli bubur ayam di kantin. Ia jadi merasa heran pada Lanika, kenapa gadis ini pandai sekali berpura-pura kuat? Tadi saat di depan gerbang, ia malah menolak bantuan Rafka. Lalu saat upacara bukannya langsung mengundurkan diri dari barisan jika merasa sakit, ia malah tetap mengikuti upacara. Jauh sekali perangainya jika dibandingkan dengan Maurin.

Kalau cewek itu sakit, Rafka yakin Maurin akan sangat menyusahkannya dan menjadikan itu kesempatan untuk bermanja-manja.

Baru saja terlintas dipikiran Rafka, Maurin masuk ke dalam ruang UKS dengan nafas tersengal-sengal. Maurin tadi berlari karena takut waktu istirahatnya akan habis.

"Sayang," panggilnya pelan tapi mampu membuat Rafka menoleh.

"Ngapain lo di sini?" tanya Rafka jengah.

"Harusnya aku yang nanya itu ke kamu, Raf."

"Kalau gue udah jelas, nungguin dia. Dia pingsan."

"Kenal aja enggak kamu tuh sama dia," gumam Maurin.

"Terus lo maunya gue kenalan dulu sama dia? Oke, nanti gue lakuin. Nunggu dia sadar dulu."

Mata maurin menajam dan nada bicara gadis itu tidak lagi bersahabat, "Maksud aku bukan begitu. Lagipula pacar kamu tuh aku apa dia sih, Raf?!"

"Menurut lo?!"

"Raf, bisa nggak kamu sekali aja bersikap manis sama aku?"

"Gak. Sekarang gue yang nanya, bisa gak lo bersikap dewasa dan gak childish?"

Maurin diam, tatapannya beralih pada gadis yang masih berbaring dengan mata terpejam. Rasanya ia ingin berada di posisi gadis itu, lebih baik ia sakit dan mendapatkan perhatian dari Rafka daripada sehat tapi tak pernah mendapat perhatian barang sedikitpun.

"Diem 'kan lo? Udah, mending lo keluar. Di sini juga gak ada keperluan 'kan?"

Kerongkongannya seakan tercekat mendengar ucapan Rafka. Ia kesal, marah, dan kecewa. Dia bahkan lupa menggunakan 'aku-kamu' yang biasa ia gunakan pada Rafka, "Rafka! Please, stop it! Lo bersikap seakan gue ini pengganggu lo. Gue ke sini nyariin lo, bentar lagi masuk. Lo ikut gue, sekarang mau ada pembagian kelas!"

"Gue ke sana nanti bareng dia."

Ucapan Rafka sukses membuat Maurin kaget.

"Kamu egois, gak punya perasaan. Kamu gak pernah mikir kalau ucapan kamu nyakitin aku."

"Lo pikir lo sendiri gak egois, Rin? Lo tau kalau gue itu gak suka sama lo, tapi lo membuat Mamah jadi berada di pihak lo. Lo juga tau, kalau gue gak bisa buat nolak keinginan dia."

"Aku ngelakuin itu karena aku yakin, seiring berjalannya waktu kamu akan suka sama aku."

Rafka tersenyum kecut, "Lo pikir perasaan itu mainan? Bahkan udah lima bulan gue ngejalanin hubungan gak jelas ini sama lo, tapi nyatanya gak ada perubahan. Gue ngerasa nggak cocok dan gak akan pernah bisa nerima lo."

Maurin kehabisan kata-kata, ia tidak mau emosinya tidak terkontrol dan malah memutuskan Rafka. Maurin tahu kalau Rafka sengaja memancingnya untuk mengakhiri hubungan ini. Ia membalikkan diri, berniat kembali ke lapangan sebelum kakak kelas yang menjadi panitia MOS marah. Sedangkan Rafka melengos menatap Maurin yang berjalan semakin jauh. Bodo amat soal perasaan gadis itu, ia lebih baik di sini menemani Lanika.

Sinar Cinta Gadis BerhijabWo Geschichten leben. Entdecke jetzt