HC 6

819 24 5
                                    

Ini hari keempatku sharing dengan May. Pagi yang cerah.

Semburat cahaya mentari di ufuk timur memenuhi jagat raya. Ada awan tipis yang menghalangi. Seperti biasa, suara debur ombak selalu memecah keheningan pagi.

Tiupan angin sangat kencang hari ini. Kubuka jendela, Nampak ada satu dua burung camar yang berlalu di depan asrama.

Burung camar tak banyak ditemukan di musim panas. Gerombolan mereka akan banyak dijumpai di musim dingin. Nampaknya mereka sedang bermigrasi jauh, entah ke mana. Yang kutahu, di puncak musim dingin, di pantai akan banyak kutemui burung camar, bahkan ke jalan-jalan dekat asrama.

Melanjutkan obrolan kemarin, aku tetap meminta May untuk berjanji.

"Tapi berjanjilah untuk menjadi May yang tidak mengubur dirinya hidup-hidup dalam kesedihan. Kesedihan ada bukan untuk diratapi, tapi untuk dihadapi."

"Kak, maaf yah kalau aku agak cuek. Aku ini orang yang cuek sama siapa saja. Karena aku sudah janji tidak akan dekat dengan siapa saja dan tidak akan berhubungan sama siapa pun selain teman lelaliku yang dulu. Ketika sudah tidak ada yang bisa kuucapkan lewat lisan. Hanya tulisan yang aku jelaskan kepada semua orang."

"Tak masalah. Itu adalah pendirian. Tak ada yang berhak mengintervensinya May."

"Kak, kakak tahu kisah Fareecha dalam novel "Langit Cinta Negeri Balqis"? Seperti itulah kisah May yang sudah tak akan membuka hatinya untuk siapa pun. Apa yang kualami sesuai dengan perkataan Fareecha sebelum meninggal."

"Sebenarnya dari kemarin aku ingin mengucapkan itu. Tapi ternyata kau sudah mengungkapkan terlebih dahulu May."

"Kak, semenjak setengah tahun yang lalu aku sudah berhenti menulis. Karena sejak dahulu tulisanku hanya untuk dia seorang.
Semenjak dia meninggalkanku, tulisanku sudah tak berarti apa-apa lagi Kak."

"Siapa bilang tak berarti? Ada ribuan orang yang menunggu tulisanmu May."

"Yah, itulah alasan kenapa May berhenti menulis Kak."

"May, Kau belum menemukan Purnamamu. Kau perlu baca Kitab Penyihir Aksara untuk menemukan 7 purnamamu. Aku tahu beratnya kehilangan..."

"Kak, May telah menemukan purnama itu di Tanah Suci.

Purnama itu mampu menyinari gelapnya malam-malam di hatiku. Tapi purnama itu telah padam untuk selamanya Kak."

"Kau baru menemukan satu Purnama May. Sisa 6 purnama belum kau lihat. Kau boleh menutup hati, tapi kau tidak bisa bohongi diri sendiri. Kau boleh menutup diri. Tapi kau tak bisa menghentikan penamu.

Ada 7 Purnama yang harus kau ketahui. Satu purnamamu telah tenggelam, bukan berarti kau menutup 6 purnamamu."

"Insya Allah kak. Terima kasih atas motivasi dan perhatiannya."

"Nah May. Di Kitab Penyihir Aksara inilah kau akan menemukan 6 purnamamu yang lain. Bukan hanya sekedar menemukan purnama, kau juga perlu melakukan 7 ritual dan membaca 7 mantra."

"Kak, purnama yang kutemukan 2,5 tahun lalu begitu indah untukku dan mampu menguatkan hatiku. Cukuplah kesetiaanku hanya untuknya. Hatiku sudah tertutup. Pena saya pun sudah terhenti."

"May, jangan bohongi diri sendiri! Menulis adalah kebutuhan."

"Iya. Terima kasih kak."

"Oh ya, sekali lagi kakak menyarankan tolong baca "Sunset & Rosie" karya Tere Liye. Di situ kau akan menemukan sebuah jawaban dari pertanyaan besar. Disebutkan dalam "Bukan Untuk Dibaca": "Pak Habibie pun menulis buku tentang Ibu Ainun sebagai terapi beliau ditinggal wafat sang istri karena jika tidak menuliskan perasaannya dalam sebuah buku, diprediksikan oleh para dokter yang merawatnya Pak Habibie katanya akan menjadi penghuni RS jiwa." Menulis adalah kebutuhan.

Hakikat CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang