HC 1

3.7K 64 6
                                    

Di sisa liburan musim panas ini aku masih sempat menyibukkan diri dengan menelaah berbagai buku dengan genre yang berbeda-beda. Baik itu buku berbahasa Arab maupun berbahasa Indonesia. Bagiku, liburan adalah waktu untuk membaca buku-buku di luar materi kuliah. Sebab, jika terus menerus baca materi kuliah otak terlalu lelah, butuh juga waktu untuk
refreshing dengan menelaah buku lain. Yah, itung-itung nambah wawasan.

Lepas makan malam seperti biasa aku duduk menghadap pantai Mukalla di balkon asrama, pantai yang menghadap ke arah tenggara menatap jauh arah Indonesia tercinta. Desir angin malam berhembus
menyibak rambut di kepalaku. Listrik sedang padam. Ada jutaan bintang menemani malamku. Lampu LED kutancapkan pada Power Bank sebagai
penerangan untuk membaca buku.

“Thouqul Hamamah”, salah satu karya
monumental Imam Ibn Hazm yang secara detail mengurai cinta, makna dan
kisahnya. Yah, inilah temanku malam ini. Bukankah buku adalah sebaik-baik teman duduk?

Sudah 100 halaman buku ini aku lalui. Sejak tadi pagi aku membacanya. Tinggal 75 halaman lagi untuk khatam. Isinya sangat menarik, terlebih banyak menceritakan kisah-kisah cinta yang terjadi di Andalusia
pada kisaran abad ke-4 Hijriyah, seribu tahun silam. Dalam kitabnya ini, Ibn Hazm menguraikan penjelasan cinta, tanda-tandanya, penyebabnya, cinta di pandangan pertama, kiasan dalam cinta, surat-menyurat, keberpalingan kekasih, kesetiaan, perpisahan, kematian, tercelanya maksiat dan terpujinya menjaga harga diri.

Saat sedang asik menyelami samudera cinta yang dihadirkan Ibn Hazm, tiba-tiba Abdul hadir tepat di depan wajahku, menghalangi semilir angin yang sedari tadi menerpa dengan sunyi.

Bang”, sapanya menghentikan bacaanku. “Abang lagi sibuk gak?”, ucapnya dengan nada penuh tanda tanya. Dari nada suaranya aku sudah sangat hafal, kali ini pasti dia butuh teman untuk ngobrol. “Ellu gak liat apa Abang lagi baca buku?”, jawabku begitu datar atas pertanyaannya.
Yah... liat sih bang, tapi barangkali Abang bisa sedikit saja meluangkan waktu untuk Abdul, itu...”, ucapnya memelas lantas kupotong: “Yah, kalo untuk adiknya Azka apa sih yang tidak?”, dengan sedikit menyunggingkan senyum aku menerima tawaran calon adik iparku ini. “Eh, naik ke atap aja, biar lebih sunyi, di sini anak-anak masih banyak yang hilir-mudik”, ajakku
padanya. “Ok Bang”, jawabnya dengan mantap.

Berdua di atas atap asrama, beralaskan kasur tipis dan bersender pada bantal yang menempel di tembok. Ada satu termos teh hangat di antara kami tuk menemani dinginnya angin malam Mukalla yang mulai menghinggapi. “Nampaknya penting banget nih?”, ucapku membuka percakapan. “Sangat penting Bang, boleh dikata ini sudah Siaga 1”,
jawabnya dengan nada serius. Kutuang teh hangat di termos ke gelas, menghirup aroma wangi “Teh Upet Cirebon” lantas menyeruputnya perlahan. Setidaknya setahun dua kali aku meminta kakakku di Cirebon untuk mengirimkan Teh Upet, teh khas Cirebon dengan aroma wangi bunga melati. Tiap kali menyeduh Teh Upet, selalu saja kenangan tentang Cirebon dan orang-orang yang kucintai di sana menyeruak ke segala penjuru hatiku, seperti halnya uap teh yang menyeruak di wajahku. Teh Upet berdiri sejak tahun 1956. Sudah 62 tahun usia teh yang saat ini masih digrandrungi di Cirebon. Setidaknya setiap akhir pekan aku meluangkan waktu untuk meminum Teh Upet dalam kemasan Cup yang sudah dikemas dengan es batu, di cirebon 5 tahun silam.

Dul, minum dulu nih teh kesukaan Abang, biar suasananya sedikit mencair”, ucapku pada Abdul sambil memberikan segelas Teh Upet yang sudah kutuangkan. Sejak SMA aku suka menyeduh teh di sore hari untuk
menemani waktu belajarku. Teh Sariwangi adalah teh favoritku saat itu. Aku lebih suka teh ketimbang kopi, sebab minum kopi malah bikin mual-mual dan sakit perut. Nampaknya lambungku sangat anti terhadap kafein. Nah, ketika tiba di Cirebon setelah lulus SMA. Aku malah lebih suka Teh Upet dari pada Sariwangi. Aromanya lebih wangi dan rasa khasnya terasa di lidah.
“Sempurna”, itu kata yang pas untuk Teh Upet.

Hakikat CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang