HC 2

1.5K 46 9
                                    

"Udah Dul?", tanyaku pada Abdul yang sedang menikmati segelas Teh Upet hangat. "Kalau ceritanya udah Bang. Yang belum selesai masalah May itu. Dia larut dalam kesedihan lantas menjadi orang yang
sakit-sakitan gara-gara cinta", ucap Abdul sambil meletakkan gelas teh yang sudah kosong. "Hal yang terpenting dari cerita ini bukan kisahnya Bang, tapi gimana caranya biar Si May kembali lagi kayak dulu?", Abdul menatap serius kepadaku. Di tatapan matanya sangat nampak ia meminta solusi.

"Baiklah Dul, serahkan urusan ini pada Abang. Ada taktik yang akan Abang mainkan", ucapku dengan keyakinan penuh. "Terus, caranya gimana Bang?", tanyanya mendesak. "Gini aja Dul. Ellu kirim aja cerpen "Mendadak Ke Tarim" kisah cinta Abang yang tiba-tiba ada di Tarim yang tak lain adalah Empok Ellu sendiri Dul. Yah Ellu kasih nomer Abang biar nanti kami bisa sharing lebih. Biasanya sesama penulis akan lebih terbuka soal urusan hatinya."

Akhirnya malam ini Abdul bisa tidur dengan nyenyak. Semoga sepupunya yang menderita sakit hati selama setengah tahun terakhir ini bisa lekas sembuh. Selama ini, entah kenapa ketika mendengar seorang
wanita disakiti hatinya aku selalu tidak terima. Dan, sayangnya kebanyakan
korban cinta adalah wanita. Jiwaku entah begitu memberontak. Ingin rasanya menghajar lelaki yang suka mempermainkan hati wanita, meski
permainan itu bukanlah kemauannya.

***

Setengah tahun silam seorang pemuda menemuiku di pojok kamar. Ia memang tak sekamar denganku, tapi kami masih tinggal dalam satu asrama. Ia bercerita panjang lebar tentang seorang gadis yang sangat
ia cintai, gadis itu adalah cinta pertamanya. Sang gadis juga sangat mencintai pemuda itu. Pertemuan mereka bermula di bawah Kubah Hijau, Masjid Nabawi. Dahulu aku tak tahu siapa gadis yang ia maksud. Dan kini sangat jelas sudah teka-teki yang telah lama hinggap dalam pikiranku.

Setelah setengah tahun berlalu dari kesedihan dan masalah yang dihadapi
lelaki itu, kini persoalan sudah sangat jelas.
Namanya Muhammad Nauval Ali. Kami memanggilnya Nauval. Ia berangkat ke Yaman 1,5 tahun silam bersama dengan Abdul. Ia berasal dari Tegal - Jawa Tengah. Ayahnya salah seorang Kyai besar di Tegal dan memimpin sebuah pondok pesantren. Meskipun Nauval berasal dari Tegal, ia malah lebih fasih berbahasa Sunda, sebab sejak SD ia sudah mengenyam pendidikan pesantren di Bogor - Jawa Barat, hingga ia lulus Madrasah Aliyah dan melanjutkan pendidikan di Yaman satu setengah tahun silam.

Nauval adalah salah satu teman karibku di Yaman. Yah, kami banyak berbagi cerita kehidupan kami, perjuangan dan cinta. Kamarnya bersebelahan dengan kamarku. Satu setengah tahun berteman, membuat
kami kian akrab. Ia tak beda jauh dengan Abdul. Hanya saja Abdul lebih akrab dan sudah kuanggap sebagai adik sendiri sejak dulu. Terlebih kakak perempuan Abdul adalah tunanganku sejak Ramadhan kemarin.

Awalnya aku tak mengira ternyata gadis yang Nauval ceritakan setengah tahun silam adalah sepupunya Abdul. Entah apa jadinya kalau Nauval tahu bahwasannya Abdul adalah sepupu May dan Abdul tahu
bahwa lelaki yang menyakiti May adalah sahabat dekatnya sendiri, yaitu Nauval.

Nampaknya masalah ini makin rumit saja. Semoga titik terang itu segera nampak, dan benang merah segera bisa ditarik. "Dan kau Nauval, suatu saat aku akan membuat perhitungan denganmu soal ini", ucapku
dalam hati sebelum akhirnya rasa lelahku mendekapku begitu kuat hingga aku terlelap di atas kasur setebal 5 cm ini.

***

Pagi yang cerah. Ada senyum mentari menyapa. Burung-burung gagak ramai berkicau di sekitar asrama. Debur ombak di lautan mengiringi kicauan burung gagak dan memecah kesunyian. Aku kira cerita Abdul semalam hanya sekedar mimpi. Pagi-pagi sekali pesan itu hinggap di ponselku. Itu adalah pesan dari May, sepupu Abdul.

"Assalamu Alaikum Kak, boleh aku minta PDF Mendadak Ke Tarim?", pintanya memulai percakapan hari ini. Setidaknya seminggu terakhir ini ada 180 kontak yang masuk ke WA dan meminta pdf cerpen
terbaruku. Oh iya, dia memanggilku "Kakak", tak seperti kedua sepupunya
Abdul dan Azka yang memanggilku "Abang".

Hakikat CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang