Part 38 - Cukup Sampai Di Sini

Mulai dari awal
                                    

Cinder tersenyum tipis membaca balasan dari Bunga dan kembali memasukkan telepon genggamnya ke dalam saku seragam, kemudian mengembuskan napas. Jika belum bisa jujur pada semua orang, setidaknya Cinder ingin dua sahabatnya tahu. Bagaimana pun dua cewek itu yang selalu ada saat ia butuh. Mereka juga orang terdekat yang dimiliki selain kedua orangtua serta Ella. Dan membiarkan mereka tahu dari orang lain bukan sesuatu yang benar. Bunga bisa mengamuk parah dan Ranu kemungkinan bakal mendiamkannya selama beberapa hari. Jadi sebelum semuanya semakin membuat pusing, Cinder akan mengatakannya pada mereka.

------------------------------

Ella mengerutkan kening dalam mendengar jawaban asisten rumah tangga di hadapannya. "Cinder belum pulang, Mbak?" tanyanya ulang. Mbak Minah mengangguk.

Tumben jam segini Cinder belum sampai rumah. "Mbak tau Cinder ke mana?" tanya Ella lagi.

Mbak Minah menggeleng. "Mbak juga nggak tau, Non. Nggak ada kabar ke rumah. Ibu juga pulang telat katanya."

Ella menelengkan kepala. "Kalau Mama ke mana?"

"Tadi Ibu bilang mau ke tempat kerja temannya. Katanya di tempat les musik temannya lagi butuh guru piano."

Ella mengangguk-angguk. "Ya udah, Mbak, aku nunggu Cinder di kamar aja. Kalau Cinder pulang, suruh langsung ke kamar, ya, Mbak."

Mbak Minah mengangguk dua kali. "Iya, Non. Mau sekalian dibawain sesuatu nggak? Mbak baru selesai masak, nih?"

"Nggak usah, Mbak. Nanti aku ambil sendiri aja kalau udah lapar. Makasih, Mbak."

Setelah Mbak Minah melenggang ke dapur, Ella melesat menuju kamar. Ia mengempaskan tubuhnya di atas tempat tidur dan menghirup dalam-dalam aroma terapi kamarnya yang segar. Rasanya sudah lama sekali ia tidak menikmati waktunya di kamarnya sendiri. Suasana kamar Cinder di rumah Papa tidak serapi dan sewangi kamarnya di sini.

Sebuah kotak berukuran sedang di atas meja belajar menyita perhatian Ella. Ia bangkit perlahan, meraih kotak itu dan membukanya. Keningnya mengerut dan matanya membesar saat mendapati sepasang sepatu abu-abu di dalamnya. "Wah, sepatu baru Cinder," gumamnya. Ella meraih sepatu itu, membolak-baliknya sejenak. Sedetik kemudian ia tertegun menemukan tulisan tangan yang menghias sisi sebelah kanan sepatu tersebut.

'You enter in and become love.'

Ella mengerjap dalam diam, otaknya berputar. Ia kenal tulisan itu. Tulisan tangan Revas. Tapi, apa maksud kata-kata itu?

Lama Ella bergeming sampai ketukan di pintu membuatnya tersentak. Ia menutup kotak sepatu itu buru-buru dan gegas membuka pintu.

"Non, ada Mas Revas di luar," kata Mbak Minah begitu Ella membuka pintu.

Ella melotot kaget. "Siapa, Mbak?" tanyanya lagi.

"Mas Revas."

"Mbak nggak salah? Itu beneran Revas yang dateng?" ulangnya, memastikan.

Mbak Minah mengangguk. "Iya, Non. Mbak hapal, kok. Cuma Mas Revas yang suka jemput ke sini kalau pagi."

Ella menelan saliva berat, lalu mengangguk kaku. "Suruh tunggu bentar, Mbak. Aku ganti baju dulu," katanya.

Mbak Minah mengangguk, kemudian melenggang ke dapur, meninggalkan Ella yang terdiam mengatur detak jantung.

------------------------------

CINDER - ELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang