Part 47 - More Than This

15K 2K 211
                                    

Haloo... CINDER-ELLA apdet hehehe

Menulis chapter ini adalah yang tersulit yang pernah saya rasakan selama menulis CINDER-ELLA. Ada lebih dari 20 chapter yang tidak selesai dan selalu direvisi hingga akhirnya mendapatkan chapter ini. Ada banyak hal yang mengganggu proses menulis saya sampai-sampai saya nggak yakin chapter ini dan chapter-chapter selanjutnya punya feeling atau nggak. Tapi terlepas dari itu semua, semoga part-part akhir yang saya bawa kali ini masih bisa menghibur teman-teman walau sedikit.

Selamat menikmati, ya, kawanss, terima kasih untuk semuanyaaaaaaa!! ^^

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kafka berdiri bimbang di depan ruang rawat Ella yang sunyi sepi. Bola matanya bergerak gelisah dan langkahnya maju mundur. Kedua tangannya mengepal gemas dan berulang kali mengembuskan napas panjang. Cinder baru saja keluar untuk mencari sarapan dan menitipkan Ella yang masih terlelap padanya. Cewek itu bilang tidak akan lama, tapi lima belas menit sudah berlalu dan dia belum kembali.

Hari masih sangat pagi dan suasana rumah sakit sangat lengang. Kafka terkejut bukan main saat Cinder membangunkannya dengan tiba-tiba dan tidak terhormat—menyepak kakinya dengan kencang—bahkan ia tidak sempat menolak perintahnya karena cewek itu berucap cepat dan datar, kemudian gegas pergi sebelum Kafka sempat menjawab. Jadilah saat ini ia berdiri gelisah di depan ruang rawat Ella tanpa berani masuk.

Tetapi, bunyi sesuatu yang jatuh dari dalam membuatnya tersentak kaget, lalu gegas menerobos masuk tanpa mengetuk pintu lebih dulu. Tatapannya bergerilya dan menemukan tas sekolah Cinder yang tergeletak di dekat kaki meja kecil samping ranjang. Sepertinya benda itu jatuh karena diletakkan terlalu pinggir.

Kafka mengembuskan napas lega. Bau obat-obatan dan cairan pembersih lantai yang menyengat membuatnya sejenak mengerutkan kening. Langkahnya hendak berbalik, tetapi terhenti saat melihat Ella yang masih terpejam di atas ranjang.

Dengan kesadaran penuh Kafka mendekat, mengangkat kursi tunggal yang bertengger di sudut dengan sangat hati-hati, kemudian mendudukinya tanpa suara dan menatap Ella lebih dekat. Wajah terlelap anak perempuan itu terlihat begitu damai dan Kafka bersyukur Ella kelihatan lebih hidup dari terakhir kali melihatnya. Pipinya merona samar dan bibirnya tidak sepucat sebelumnya.

Sudut bibir Kafka terangkat samar, kemudian memberanikan diri membenahi letak selimut Ella yang merosot dengan hati-hati. Ia menatap cewek di depannya lama dan perlahan-lahan debar menyenangkan itu datang lagi. Rasanya ia belum pernah sesenang sekaligus senyaman ini hanya karena menatap seseorang. Kehilangan membuatnya takut pada setiap pertemuan. Ia tidak tahu bagaimana menyikapi sebuah kedatangan. Hingga kehadiran Ella dan kebersamaan mereka yang sebentar membuatnya mulai paham bagaimana cara menerima dengan benar.

"Hei," sapanya pelan setelah terdiam lama. "I've missed you," lirihnya. Kafka tahu kata-katanya tidak akan mungkin dijawab karena Ella terlihat sangat pulas, tetapi ia tetap ingin mengatakannya. Karena tidak menemukan senyum cewek itu selama beberapa hari belakangan membuatnya kehilangan.

Setelah berdebat dengan dirinya sendiri, akhirnya Kafka menyadari beberapa hal; kesalahannya butuh diperbaiki dan perasaannya berhak diungkapkan. Sekalipun mungkin yang didapatnya adalah penolakan.

"Gue nggak tahu diri, ya?" selorohnya dengan senyum hambar. "Gue udah nyakitin lo, tapi masih berani datang. Nggak punya malu, ya, gue," sambungnya, getir.

Hening lagi setelahnya. Kafka bersyukur Ella tidak terusik sedikit pun atas kehadirannya. Karena jika anak perempuan itu sampai terjaga, rasanya Kafka tidak punya cukup keberanian menghadapinya tanpa merasa bersalah. Segala yang pernah melewati dan pertengkaran terakhir mereka di ruang kesehatan waktu itu selalu mengekorinya ke mana pun, membuatnya menyesal luar biasa.

CINDER - ELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang