Part 35 - The Truth Untold

39.9K 3.3K 1K
                                    

Chapter ini agak panjang, hati-hati kleyengan wkwkwk

SO, ENJOYYYYY ^_^

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ella kembali tiga puluh menit kemudian setelah berkeliling sendirian tanpa tujuan dan saat berjalan menuju tempat ia meninggalkan Kafka sebelumnya, keningnya berkerut. Hanya ada Kafka di sana, duduk terpekur sambil menutupi wajah dengan kedua tangan. Ella buru-buru mempercepat langkah.

"Kafka, hei?" Ella menyentuh pundak cowok itu hati-hati.

Kafka mengangkat pandangan dan Ella tahu ada sesuatu yang terjadi selama ia pergi. Ekspresi Kafka berubah dari sebelumnya.

"Ayo, kita pulang," ajak Kafka tanpa intonasi.

Ella menahan tangannya. "Kamu baik-baik aja?"

Kafka mengangguk.

Kening Ella berlipat dalam. Sekali lagi ia menahan tangan Kafka. "Gimana kalau kita ke game center dulu? Udah lama aku nggak main di sana, gimana?" Ella tidak benar-benar ingin menghabiskan waktu di tempat itu. Ia hanya berusaha mengembalikan suasana hati Kafka karena cowok itu kelihatan seperti baru saja mengalami kekalahan besar.

Kafka kelihatan berpikir, kemudian mengangguk. Cowok itu mengekori Ella dari belakang dengan langkah gontai. Pikirannya melayang ke mana-mana. Setiap kata yang tadi didengarnya, berputar-putar dalam kepala.

"Sebelumnya saya minta maaf karena datang tiba-tiba ke sekolah tanpa memberi kabar dan mengganggu waktu istirahat kamu. Tapi ada sesuatu yang perlu saya jelaskan dan ini tentang mama kamu yang sebenarnya."

Kafka hanya mengangguk kecil saat Ella menariknya ke hadapan beberapa permainan. Tubuhnya bergerak tanpa tenaga dan hanya mengikuti semampunya. Pikirannya berkecamuk dan dadanya sesak. Bahkan ia tidak sadar saat Ella menariknya menjauhi game center dan mencari tempat yang tidak begitu ramai.

"Harusnya saya menjelaskan ini dari dulu, tapi Papa kamu nggak mengizinkan. Dan saya terpaksa menunggu sampai kamu siap mendengar semuanya. Tetapi pertemuan kita waktu itu malah bikin semuanya runyam. Saya minta maaf."

Kafka mengusap wajah sambil mengembuskan napas frustrasi. Dia pasti sudah gila dan yang tadi didengarnya adalah lelucon. Tuhan tidak mungkin selucu ini menuliskan hidupnya. Tuhan pasti sedang bercanda.

"Mama kamu yang sebenarnya bukan saya, Kafka, tapi kakak saya, namanya Kamila. Kamu boleh nggak percaya, tapi itu lah kenyataannya. Kamu bisa tanya Papa kamu untuk membenarkan penjelasan saya...."

Bukan ibu kandungnya? Kafka mendengus geli. Lantas di mana ibu kandungnya? Atau jangan-jangan dia anak pungut? Anak yang tertukar? Sial! Dia pasti sedang masuk dalam game virtual atau opera menggelikan yang dikendalikan orang-orang sinting.

"Kafka?"

Panggilan itu menyentaknya. Ketika Kafka mengerjap dan mengamati sekitar, ia baru sadar sudah tidak di arena game center lagi. Dan saat melihat Ella tersenyum hangat padanya, sesuatu seolah memukul dada Kafka keras-keras. Ia memejamkan mata dan mengembuskan napas lelah. Tidak seharusnya ia mengabaikan seseorang.

"Maaf, Cinder, gue..."

"Aku paham, kok," senyum Ella mengembang. "Hari ini nggak mudah buat kamu dan kamu nggak perlu memaksakan diri," katanya.

CINDER - ELLAWhere stories live. Discover now