18. TAPI TIDAK AKAN MENGURANGI KEBAHAGIAAN DALAM HIDUPMU

8.5K 1.9K 67
                                    

Pukul empat sore Ave dan Bimo kembali dari peliputan dan segera menuju ruang editing sebelum menemui Kaspar. Ketika mereka tiba, studio utama Channel 7 sudah hiruk pikuk dengan kesibukan kru menjelang jam tayang berita sore.

Ave datang dengan wajah berseri-seri. Bukan hanya karena berhasil mendapatkan apa yang sangat dia butuhkan, tapi juga mendapat berita bagus di hampir semua titik peliputan yang jadi tugasnya. Siang tadi selepas meninggalkan gedung rumah sakit, dia dan Bimo bahkan masih sempat melakukan live streaming di slot berita siang  untuk melaporkan demonstrasi menuntut perbaikan kesejahteraan pegawai di depan sebuah pabrik tekstil di pinggiran kota. Hari semacam ini teramat sangat jarang terjadi.

Kenyataan bahwa dia sempat harus bersitegang dengan beberapa rekan sesama jurnalis di ruang editing untuk memperebutkan kesempatan ditangani terlebih dulu oleh Faizal--editor berita mereka, tak mengurangi keceriaannya sedikit pun. Selain tugas di lapangan, ruang editing memang selalu jadi arena pertempuran yang tak kalah brutal  bagi para pemburu berita. Satu-satunya fasilitas yang dimiliki Channel 7 itu harus digunakan secara bergilir dan bergantian oleh semua orang. Tak jarang timbul ketegangan di sini. Apalagi di masa-masa mendekati tenggat di mana semua jurnalis ingin laporannya yang mendapat prioritas pertama untuk diedit.

Setelah berhasil menyikut Mariska dan Afrizal--jurnalis yang biasa meliput berita lifestyle  dan seni, dan memaksa Faizal untuk segera mengedit videonya, dengan langkah ringan bagai terbang Ave bergegas mencari Kaspar. Dia menemukan lelaki paruh baya itu tengah melakukan diskusi bersama Astari, Tody dan beberapa kru lain.

Kaspar hanya melirik sekilas kala melihatnya mendekat. "Kita harus mulai membagi kru ke dua titik, menjelang masa pendaftaran calon gubernur seperti ini biasanya ada banyak berita yang bisa kita dapatkan."

"Tapi sorotan untuk incumbent pasti akan lebih banyak, Bang." Timpal Astari.

Kaspar mengangguk setuju. "Kebetulan gubernur petahana punya track record dan branding diri yang cukup bagus di mata masyarakat. Tapi bukan berarti kita boleh mengabaikan pemberitaan dari sisi pasangan penantang."

Dengan sabar Ave berdiri diam menyimak diskusi itu, dan mengabaikan sekilas lirikan bingung beberapa kru yang ada di sana karena dia tidak punya peran apa-apa dalam proses produksi berita sore. Sebagai jurnalis, tugasnya sudah selesai ketika VT rekaman berita yang dia bawa diserahkan kepada operator.

Ketika diskusi itu diakhiri, para kru segera membubarkan diri dan mulai bersiap di posisi masing-masing. Sementara Astari bergegas menuju sudut tempat make up artist yang akan meriasnya bersiap. Dengan antusiasme bercampur rasa gugup yang menggelombang dalam dada, dipandanginya perempuan yang melenggang melewatinya dengan membawa kertas berisi resume berita apa saja yang akan dia bawakan hari ini.

Astari tersenyum sekilas kepadanya dan mengucapkan "hai". Ave mengangguk dan membalasnya dengan senyum tak kalah lebar.

Nikmati saja hari-hari terakhirmu menempati posisi itu.

Ave kemudian bergegas mendekati Kaspar ketika dilihatnya Tody sudah beranjak meninggalkan produser itu.

"Bang,"

Kaspar menoleh dari layar ponsel yang baru saja dibukanya. "Ada apa?"

Ave menarik napas dalam, tersenyum lebar penuh rasa bangga ketika mengacungkan VT yang dipegangnya. Melihat itu, Kaspar hanya mengerutkan dahi. Tak mengatakan apa-apa.

"Rekaman hasil wawancara dengan direktur rumah sakit Adhikara." Jelas Ave.

Selama beberapa detik Kaspar hanya memandangi Ave seolah-olah jurnalisnya itu baru saja mengabarkan berita tentang persetujuan yang diberikan International Olympic Comittee kepada kota sekecil Kebumen untuk menggelar penyelenggaraan Olimpiade selanjutnya.

AGAVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang