9. KARENA SEHARUSNYA, HASIL MEMANG TAK BOLEH MENGKHIANATI USAHA

8.4K 1.3K 13
                                    

"Apa kalian masih membutuhkan wasit?"

"Tentu saja!"

Erga mengerutkan dahi di saat Ave dan Adrian hampir berbarengan menjawab pertanyaannya. Lelaki itu menautkan alis dengan heran, memandang keduanya berganti-ganti, namun hanya mengangguk-angguk setelahnya. Didekatinya Adrian yang datang paling akhir di antara mereka bertiga.

"Ada apa lagi sekarang?" tanyanya. Yang ditanya hanya menggeleng. Erga mengerutkan dahi.

Kemudian berbisik. "Apa kemarin tidak berjalan lancar? Kenapa sampai harus bertanding lagi?"

Adrian menggeleng lagi.

"Kalian kelihatan baik-baik saja, dan sepertinya bisa saling memahami sewaktu keluar dari sini?" lanjut Erga.

"Ga, bisa diam? Atau aku harus menyuntikmu dengan tiga dosis Pentothal sekaligus sekarang juga?"

Erga sama sekali tak paham tentang obat-obatan. Tapi melihat geraman rendah, dan ekspresi membunuh di wajah Adrian, dia tahu bahwa apa pun yang rencananya akan disuntikkan kepadanya pasti bukan sesuatu yang efeknya menyenangkan. Jadi dia segera beralih kepada Ave yang sedang menggosok-gosok ujung stiknya.

"Wah, ini... cue milikmu sendiri kan?" tanyanya sambil mengamati stik di tangan Ave.

"Dari mana kamu tahu?"

Erga menggeleng. "Aku tidak melihatmu di konter penyewaan stik tadi." Ave tersenyum tipis, masuk akal juga.

Erga mendekat lagi. Berbisik. "Kenapa harus bertanding lagi?"

"Ada sesuatu yang harus kami pertaruhkan." Jawab Ave cepat.

"Lagi?" ulang Erga. Matanya melebar.

"Lagi." Tandas Ave seraya menaikkan alis.

Meski bingung, Erga pun meninggalkan Ave untuk segera mengumpulkan bola dan menyusunnya. "Jadi, apa saja peraturan yang ingin kalian pakai malam ini?" tanyanya.

"Nine ball. Masih sama seperti malam itu," tukas Adrian sembari melepaskan dasi, dan melipatnya sebelum menjejalkannya ke dalam saku celana.

"Dan malam ini kalian bertanding untuk...?"

"Itu nanti akan kami bicarakan sendiri." Adrian lagi yang membalas sambil menggulung lengan kemejanya. Erga segera menoleh pada Ave yang hanya mengangguk.

Erga pun hanya mengangkat bahu. Dan menarik rak kayu yang dia gunakan untuk menyusun bola dalam formasi berlian. "Oke. Breakshot."

"Apa hari ini kamu berangkat dari rumah sakit?" tanya Erga kepada Adrian yang tengah mengamati Ave membidik bola. Lelaki itu mengangguk. "Tumben sekali." Gumam Erga. Dan sepertinya dia masih sangat penasaran.

"Kalian bertanding lagi, sebenarnya untuk apa?"

Erga hanya meringis saat Adrian melemparinya lirikan tajam.

Adrian tak menjawab. Hanya mengangkat bahu. Melihat Ave yang gagal memasukkan bola nomor empat, dia mendengus sinis. "Apa dia pikir dia bisa mengalahkan aku?"

"Kemungkinan untuk itu selalu ada. Kenapa tidak?"

"Tentu saja tidak bisa. Aku sudah mengenali bagaimana cara dia bermain. Tidak sulit untuk mengalahkannya sekali lagi. Tapi... aku bisa berbaik hati dengan memberinya satu game untuk dimenangkan. Seperti beberapa hari yang lalu. Bagaimana menurutmu? Atau sebaiknya kuhabisi saja dia dalam tiga game sekaligus?" gumam Adrian.

Erga menggeleng. Memandang Adrian dengan ekspresi serius." Percayalah, kali ini sebaiknya kamu tidak bersikap terlalu percaya diri dan seyakin itu."

AGAVEWhere stories live. Discover now