17. ADA YANG TAK BISA DINAFIKAN

8.2K 1.8K 67
                                    

"Saya senang, akhirnya Anda mau mengambil kesempatan wawancara itu."

"Kamu sudah puas sekarang?" gumam Adrian. Matanya masih mengikuti hingga sosok Ave dan Bimo menghilang di balik pintu lift yang menutup.

Pemandangan Ave yang memeluk erat kameramannya tertangkap jelas oleh matanya. Dan sedikit mengusik rasa ingin tahunya. Itu ekspresi kebahagiaan. Apakah itu karena wawancara mereka barusan? Barangkali. Tapi apa perlu sampai memeluk rekan kerjanya di tempat umum semacam ini?

"Apa saya tidak boleh merasa senang ketika Anda melakukan hal yang benar demi kebaikan rumah sakit?" tanya Gibran.

Adrian menoleh dan tersadar dari lamunan. "Aku melakukannya karena tidak punya pilihan lain."

Mereka berdua melanjutkan langkah menuju lift.

"Dan ini berhubungan dengan perintah yang semalam Anda berikan kepada saya?"

Seketika mata Adrian menyipit tajam kepada asistennya.

"Apa pun alasan Anda melakukannya, saya lihat hal itu membawa hasil yang baik."

"Jangan mengomentari sesuatu yang tidak kamu ketahui."

"Kalau Anda tidak keberatan menceritakan sedikit kepada saya?" tawar Gibran mengabaikan keengganan Adrian.

Adrian tak menjawab dan menekan tombol ke lantai dasar.

"Apakah Anda berpikir wawancara tadi akan memberi pengaruh signifikan terhadap perkembangan kasus ini?" tanya Gibran lagi.

"Entahlah. Aku tidak terlalu yakin."

"Saya belum mendengar tentang hasil pertemuan Anda pagi tadi dengan pihak dinas. Apakah ada perkembangan baru?"

"Mereka mengungkapkan sesuatu yang lebih buruk," gumam Adrian muram.

Gibran tidak turut serta dalam pertemuan itu, hanya Adrian dan beberapa pejabat rumah sakit yang dipanggil menghadap. Tadi pagi dia mendapat tugas untuk mengurus beberapa hal, salah satunya  santunan yang diberikan secara pribadi oleh Adrian kepada pihak keluarga korban.

Lift terbuka di lantai enam, beberapa staf rumah sakit masuk dan mereka mengangguk kepada Adrian. Lift terbuka lagi di tiap lantai, orang-orang keluar dan masuk. Maka baik Gibran maupun Adrian tak melanjutkan pembicaraan dan memilih berdiri diam di sisi lift yang paling dalam.

Adrian mengajak Gibran turun ke lantai dasar untuk memeriksa gudang farmasi karena membaca laporan kerusakan beberapa jenis obat karena pengaruh kondisi lingkungan penyimpanan yang menurun. Dia sudah memanggil kepala gudang dan kepala departemen farmasi untuk membahas dan mencari penyelesaian masalah ini, namun kali ini Adrian juga ingin melihat sendiri ke lokasi yang jadi sumber masalah.

Pertemuannya dengan pejabat dinas pagi tadi membuat kepalanya terasa pening. Dia butuh menghirup udara segar, lepas dari kungkungan segala beban dan permasalahan lantai  tujuh yang tak henti menggayuti pundaknya. Sepagi itu sudah ada tekanan cukup  besar yang harus dia tangani. Jadi sebenarnya dalam hati dia merasa heran ketika ternyata sanggup menangani dengan baik pembicaraannya dengan Ave.

Janji, pikir Adrian. Itu semata karena janji yang sudah dia buat sendiri. Dia harus menunaikannya jika tak ingin terus menerus dihinggapi perasaan tak nyaman karena melakukan sesuatu yang tidak benar. Dan tentang wawancara tadi, sepertinya dia dan Ave memang harus selalu melibatkan orang ke tiga, atau orang ke empat tiap kali mereka bertemu atau melakukan sesuatu jika tak ingin berakhir dengan saling maki dan saling cakar serta saling menghancurkan harga diri.

Tunggu. Diam-diam benak Adrian tersentak. Apa dia mengharapkan pertemuan lain dengan gadis menyebalkan itu? Ah, tentu saja tidak. Urusan mereka sudah berakhir sampai di sini. Apa pun utang kewajibannya, sudah dia bayar lunas. Tidak perlu ada pertemuan lagi.

AGAVEWhere stories live. Discover now