TIGAPULUH LIMA. Berbeda.

Start from the beginning
                                    

"Tunggu!"

Amira berbalik, seperti dugaannya, cewek yang berada beberapa meter darinya itu memanggilnya.

"Ke kafe yuk!"

Amira terdiam sejenak mendengar tawaran dari cewek yang sepertinya berdarah campuran antara Indonesia dengan negara di Asia Timur. Ia tidak mengenal cewek itu. Entah mengapa ia kini menganggukkan kepalanya sebagai tanda setuju.

Cewek itu tersenyum pada Amira. Lalu keduanya melenggang pergi menuju kafe terdekat dari sana.

Sesampainya di sana, mereka duduk berhadapan di salah satu meja di kafe.

Mereka cepat berkenalan, emang pada dasarnya cewek di hadapan Amira itu mudah beradaptasi. Selain ramah, cewek itu kelihatannya seru bila diajak berbicara.

"Ternyata benar ya dugaan gue
kalo kakak ada campuran Asia Timur. Kak Yuri tinggal sendiri di Indonesia?"

Cewek bernama Yuri itu menggeleng. "Gue tinggal di rumah sepupu gue."

Yuri mengaduk-aduk lemon tea pesanannya. "Oh ya, sepupu gue itu ganteng, lo mau gue kenalin sama dia?"

Amira menggeleng cepat. "Gue udah punya calon tunangan Kak."

Yuri mendelik. "Wih cepet juga lo ya. Gue aja yang lebih tua dari lo pacar aja kagak punya. Enak banget lo, cewek cantik mah bebas."

Amira terkekeh mendengar Yuri yang memujinya. Padahal Amira sama sekali tidak berharap begitu. Memiliki tunangan yang tidak dicintainya.

"Gak kok, gue gak cinta sama calon tunangan gue. Gue dipaksa orang tua buat tunangan sama cowok yang sama sekali gak gue suka." Amira menyuarakan apa yang ada di kepalanya. Tatapannya menjadi sendu, mengingat apa yang telah terjadi padanya selama ini.

"Maaf, gue gak tahu." Yuri tersenyum kikuk. Sepertinya ia telah salah berucap, melihat bagaimana perubahan raut wajah Amira.

"Gak papa kok, Kak. Santai aja kali." Amira menyunggingkan senyumnya.

Entah mengapa, keduanya langsung menjadi akrab. Padahal ini kali pertamanya mereka bertemu.

***

Althaf mulai jengah menenteng belanjaan ceweknya yang tengah berbelanja di mall itu. Ia berpacaran dengan Raisa bukan atas dasar cinta, tetapi sebagai pelarian untuk melupakan Amira.

Belum juga 24 jam mereka berpacaran. Tapi Althaf dapat langsung mencap Raisa 'cewek matre'. Buktinya, saat ini saja ceweknya itu sudah menghabiskan uangnya kurang lebih 10 juta. Belinya barang mahal-mahal. Jika dibandingkan dengan Amira, berbeda jauh. Karena Amira palingan cuma meminta es krim yang harganya dibawah lima puluh ribu.

Jujur, Althaf sangat rindu pada Amira.
Kesederhanaan Amira membuatnya nyaman. Senyum manisnya Amira membuatnya kecanduan. Namun, lagi-lagi ia disadarkan bahwa cewek itu bukan miliknya.

"Sayang kok bengong?" tanya Raisa menyadarkan lamunan Althaf.

"Mikirin apa sih, Sayang?" Raisa bertanya lagi sembari bergelayut manja di tangan Althaf. Jijik. Althaf jijik dengan sikapnya Raisa yang terlalu manja itu.

Oleh sebab itu, Althaf menarik Raisa ke arah parkiran. Setelah keduanya masuk ke dalam mobil, Althaf langsung melajukan mobilnya menjauhi mall tanpa menghiraukan Raisa yang kesal padanya karena masih ada yang ingin dibeli cewek itu.

Althaf menepikan mobilnya di jalan yang agak sepi itu. Kini matanya menatap Raisa lekat-lekat. Sudut bibirnya tersenyum penuh arti. Cukup mempesona, seakan membuat Raisa terhipnotis dengan wajah rupawan Althaf. Althaf mendekatkan wajahnya ke arah wajah Raisa. Hingga tinggal beberapa senti lagi wajah mereka akan bersentuhan.

"Lo mau gue cium di mana?" tanya Althaf dengan tatapan menggodanya.

"Terserah lo mau cium gue di mana aja. Lo boleh miliki tubuh gue seutuhnya," jawab Raisa dengan suara yang tak kalah menggoda. Jika Althaf tidak menahan nafsunya, mungkin sudah sedari tadi ia menepis jarak tanpa menyisakan sesenti pun.

"Lo yakin? Di sini boleh?" Althaf menunjuk bibir ranumnya Raisa.

Raisa mengangguk. "Di mana pun lo suka, kiss me," desis Raisa dengan suara seksinya.

Althaf nampak menyeringai. "Sayang, lo juga boleh miliki gue."

Senyum Raisa mengembang.

"Lo pikir gue bakalan ngomong kayak gitu?" Althaf menjauhkan wajahnya dari wajah Raisa secepat mungkin.

Seketika senyum Raisa surut. Ia mengernyitkan dahinya, tak mengerti ucapan Althaf.

"Murahan!" cibir Althaf.

"Lo punya harga diri kagak sih? Jadi cewek jangan murahan! Digoda sama cowok tajir plus ganteng langsung goyah. Gue jijik sama cewek yang begituan," sambung Althaf.

"Jadi lo ngerendahin gue?" sengit Raisa.

Althaf terkekeh. "Lo emang rendahan kali."

Althaf menatap ke depan. "Gak takut dosa lo? Hampir aja gue buat dosa sama lo. Oh ya, gue gak betah sama cewek murahan kayak lo. Jadi, kita putus aja."

Sedangkan cewek di sebelahnya itu sebisa mungkin mencoba untuk meredam emosi dan kemarahannya. Bagaimanapun Raisa salah satu di antara cewek-cewek yang tergila-gila pada Althaf.

"Kita baru pacaran tadi pagi, belum juga nyampe sehari lo udah minta putus. Kurang ajar banget sih, lo?" Raisa sudah mengangkat tangannya untuk menampar wajah Althaf. Namun, Althaf dengan sigap menghentikan aksi cewek itu kala sebuah tamparan hampir mendarat di pipinya.

"Keluar! Dari mobil gue." Althaf menghempaskan tangannya Raisa.

"Setan lo!" teriak Raisa sebelum keluar dari mobil Althaf.

Setelah itu, Althaf kembali melajukan mobilnya meninggalkan Raisa sendirian di tepi jalan.

Amira, cewek yang sulit ia dapatkan. Bahkan untuk mencium gadis itu saja sukar. Gak bakalan diizinkan. Lah Raisa, dengan senang hati menyerahkan itu dengan gratis.

Amira berbeda. Untuk menyandang status pacaran dengan cewek itu saja susahnya minta ampun. Cewek itu tau banyak batasan antara dirinya dan Althaf. Meskipun cewek itu kadang tanpa sadar membuat Althaf tergoda.

Althaf menghela napas panjang.

"Amira," desis Althaf pelan tanpa sadar dengan tangan tetap di setir mobilnya.

***
Mohon komen yang sopan. Mampir juga ke cerita saya "You Have Me", akan buat kalian baper dengan tingkah suami Syaza sang presiden mahasiswa.

Maaf atas kekurangannya.
By Warda.

AMIRALTHAF [Completed]Where stories live. Discover now