AM | 3

7.5K 428 54
                                    

Pagi ini, Clarissa merasakan tubuhnya tak baik-baik saja. Sedari tadi, gadis dengan bandana biru di kepalanya itu selalu bersin-bersin. Kepalanya juga terasa pening dengan mata yang terasa panas. Jika Darrel melihat wajah pucat dan mengenaskan ini, bisa bahaya. Cowok itu pasti akan mencecarnya dengan berbagai hal.

Pelembab bibir di atas meja rias menjadi perhatian Clarissa kini. Gadis itu segera mengambil benda bulat kecil tersebut, lalu mengoleskannya ke bibir tipis miliknya. Warnanya merah muda pudar, sehingga tak terlalu kentara di bibir Clarissa. Ia melirik pantulan wajahnya di cermin sebelum meraih kacamata hitam. Setidaknya, Darrel tak perlu melihat matanya yang tampak memerah.

Tak lupa Clarissa mengambil tas sekolahnya di atas tempat tidur sebelum melangkah keluar. Ia menuruni anak tangga dengan cepat, terlebih suara mesin mobil Darrel sudah terdengar. Di tangannya terdapat ponsel yang sedari tadi ia gulir. Clarissa mencari kontak Aurora untuk dihubunginya sekarang.

Me:
Ra, bantuin gue hari ini, ya. Gue kayaknya gak enak badan.

Clarissa mematikan ponselnya setelah mengirimkan pesan tersebut. Gadis itu tidak sarapan di rumah, karena Darrel selalu membawakan sarapan untuknya. Clarissa berlari menuju pintu utama. Darrel akan marah jika harus menunggu terlalu lama. Ah, Clarissa lupa bahwa Darrel tak pernah marah padanya.

Suara gerbang yang dibuka dalam sekali tarik membuat perhatian Darrel teralihkan. Ia memandang sosok gadis yang baru saja keluar dari sana dengan pakaian putih abu-abu dilapisi sweater rajut krem. Darrel tahu, itu pemberiannya semalam. Senyumannya mengembang tipis.

"Udah lama?" tanya Clarissa dengan napas agak memburu. Ia sudah lama sekali tidak berolahraga, wajar jika berlari beberapa meter membuat tubuhnya lelah.

"Kurang kerjaan! Ngapain lari-larian, sih?" Darrel menyodorkan sebotol air mineral yang telah dibuka penutupnya ke arah Clarissa.

"Aduh, makasih, pacar gue baik banget."

Clarissa fokus meneguk air yang terasa menyegarkan itu, sementara Darrel memandang wajah gadis itu lekat. Clarissa Leta Kirania, entah apa skenario semesta sesungguhnya. Darrel tak pernah tahu mereka akan bagaimana ke depannya. Hanya satu yang akan dilakukannya, bertahan di samping gadis itu, meski tahu tidak bisa selamanya.

Tatapan mata yang menghujam wajahnya masih mampu Clarissa sadari. Ia menyudahi kegiatan minumnya, lalu balik menatap Darrel yang pandangannya tampak kosong.

Clarissa memukul pundak Darrel pelan. "Pagi-pagi udah ngelamun, kurang kerjaan!"

Darrel tampak terkejut mendapat pukulan Clarissa. Tidak keras memang, tetapi dapat membuat Darrel kembali ke dunianya. "Berani bayar berapa pinjem kosakata begitu?"

"Males, pacar gue baperan."

Clarissa merotasikan bola matanya. Ia mencubit perut Darrel sebelum berlari memasuki mobil.

Ringisan keluar dari bibir Darrel. Tak tahukah gadis itu bahwa ia belum sarapan? Sakit dari cubitan itu rasanya menusuk sekali.

"Cepetan! Lo mau kita telat, heh?"

Darrel berdecak sebelum memasuki mobilnya juga. Ia memperbaiki posisi duduknya setelah memasang sabuk pengaman. Cowok itu memutar kunci mobil dengan gerakan perlahan.

AMWhere stories live. Discover now