Kami Harus Bahagia

52 5 0
                                    

Menghitung hari sebelum acara perpisahan dengan siswa kelas XII yang berlangsung di salah satu gedung di Jakarta dimana seluruh orang tua murid juga ikut serta meramaikan acara. 

Salah satu dari murid seperti biasanya akan dipilh untuk menjadi Raja dan berhak untuk memilih Ratu sebagai pendampingnya dalam memandu acara puncak. Saat dimana guru akan membebaskan anak muridnya melakukan apapun yang mereka mau.

Tentu saja para siswa berantusias dalam nenyambut hari tersebut bahkan kebanyakan dari mereka banyak yang mulai bermanis-manis dengan adik kelasnya untuk memilih mereka untuk acara puncak. Acara yang akan dilangsungkan pada pagi hingga malam itu rupanya sangat dinanti-nantikan bahkan setelah acara itu sekolah bergengsi ini akan mengadakan kemah tiga hari dipuncak. Kehidupan disini sungguh mirip seperti yang selalu kutonton dan aku masih ragu kalau ini nyata.

Sambil merasakan hembusan angin yang kencang di bawah pohon tempat dimana biasanya aku menghabiskan waktu untuk menyendiri saat istirahat. Sempat ingin memejamkan mata tiba-tiba seseorang datang menemuiku dan duduk tepat disampingku.

"Hai" sapanya dengan ramah sambil tersenyum manis kearahku.Sambil membalas senyumannya, aku mencoba memperhatikan wajahnya yang sangat asing dan melihat tanda kelasnya.

"Revan, kamu Ajeng 'kan?"

"Iya." Jawabku ringan tanpa melepaskan senyumanku dan melihat tag namanya yang berwarna biru tua dengan latar cream tanda bahwa dia adalah anak kelas XII.

"Malam perpisahan nanti kamu datangkan?"

"Mungkin."

"Aku harap kamu datang. Oh iya sebenarnya aku mau ngakuin sesuatu sama kamu. Tapi jangan salah paham dulu, dengar baik-baik dan pahami." Perintahnya sambil mengajakku untuk lebih menghadap padanya.

Aku hanya menundukkan kepalaku sambil mengangkat salah satu alisku.

"Aku sudah lama ingin kenalan dan berteman dengan kamu Ajeng. Aku memperhatikan kamu sebelum kamu kenal Dio dan Kevin, aku hanya tidak punya keberanian seperti mereka untuk mengenalmu. Oleh dari itu, izinkan aku untuk mengenalmu lebih dekat."

Sontak mendengar pengakuannya membuatku sedikit kaget dan kebingungan. Matanya terus menatapku sesekali tersenyum, kami saling menatap satu sama lain untuk beberapa saat dan hanya mengaggukkan kepala memberikan keputusan padanya.

Wajahnya masih tetap tersenyum meninggalkanku yang masih duduk menatapnya sambil tersenyum.

Dua hari pasca kejadian itu, Kak Revan selalu menemuiku jika aku sendirian duduk di pohon itu lagi. Kami mencoba mengenal satu sama lain, mencoba lebih dekat. Dia orang yang hangat, peka bahkan mengasyikkan. Dia selalu membuat perbincangan kami terasa nyaman.

Dia terlihat antusias membawa minuman soda menuju kearahku senyuman tak pernah lepas darinya. Aku merasa sangat nyaman bahkan lebih merasa dekat dengannya setiap harinya. Sedikit demi sedikit orang-orang mulai menatap kami jika sudah duduk dibawah pohon dan memulai pembicaraan. Wajar saja melihatku yang tengah duduk dengan salah satu anak orang kaya di sekolah ini dan merasa jengkel.

Bukan hanya wajah tampan dan kekayaan keluarganya membuatnya dengan mudah menarik perhatian orang lain tapi perangainya yang ramah tamah dan baik membuat siapa saja ingin dekat dengannya.

"Oh iya, Ajeng. Sore ini aku bisa mampir nggak?" tanyanya membuka pembicaraan kami yang sempat sunyi karena silih berganti orang lewat sambil menatap kami berdua.

"Maaf kak, aku hari ini kerja. Aku hanya libur kerja hari Jum'at." Tolakku dengan ramah mengakhiri dengan senyuman kecil.

"Baiklah kalau begitu. Tapi aku harap lain kali kita bisa kesuatu tempat yang ingin aku tunjukkan sama kamu." Katanya sambil tersenyum dan berjalan meninggalkanku.

Sempat beberapa menit melamunkan sesuatu yang aku sendiri tak menginginkannya. Aku hanya terus berpikir tentang bagaimana aku bisa lulus dari sekolah ini setelah Kak Revan dan lainnya. Kehidupanku sedikit demi sedikit mulai terasa berubah, aku merasa terlalu masuk kedunia dimana seharusnya aku tak tempati mungkin aku tak pantas untuk memimpikannya walaupun hanya sekali.

Aku ditemani terkadang dijahili dan aku disayang walau banyak orang yang membenciku.

"Hei, Ajeng." Tegur Dio saat duduk tepat disampingku.

Walaupun hanya duduk berdua seperti ini, anak kelas yang lain mulai memperhatikan dan sesekali memberikan wajah tak senang padaku yang sama sekali tak membalas ucapan dari Dio yang sejak tadi berbicara padaku.

"Dio, apa aku salah selama ini?"

"Maksud kamu?"

"Apa aku salah jika menerima yang seharusnya tak aku dapatkan? Apa aku tak berhak membuat orang yang aku cintai tetap berada disampingku?" tanyaku sambil menatapnya tajam penuh harap.

Wajahnya mulai tersenyum ringan kearahku dan tangannya kembali menggenggam tanganku.

"Tak ada yang salah. Bahkan jika kamu bisa membuatku tetap berada disisimu selamanya itu tak salah. Orang lain bisa tidak menerimanya bahkan orang tuaku tapi ini hidup kita yang menentukannya adalah kita. Aku tidak akan pernah melepas apa yang sudah kugenggam sampai kapanpun." Jawabnya kemudian memelukku perlahan mengusap rambutku yang terurai dibelakangku.

"Apa kita harus menyakinkan semua orang agar hubungan kita berhasil?"

"Kamu lihat sekarang, kita masih bisa duduk bersama dan saling mencintai satu sama lain. Itu sama saja kita sudah membuat hubungan kita tetap berjalan semestinya. Walaupun orang lain ada yang memberitahuku bahwa kamu mulai dekat dan sering bersama Kakak kelas itu dibandingkan denganku di sekolah." Sindirnya kemudian tersenyum licik kearahku.

"Aku bisa jelasin itu Dio."

"Iya aku tahu semuanya. Kak Revan juga udah ngasih tau."

Aku menghela nafas panjang sambil kemudian tersenyum membalasnya.

"Kamu tahu Ajeng? Aku sekarang senang karena kita hampir saja bertengkar dan itu bukan karena keadaan melainkan tentang hubungan kita sendiri." Ucapnya dengan bangga menggandeng tanganku pergi meninggalkan kursi bawah pohon itu dan menuju taman belakang sekolah.

Hanya kami berdua disana dan suasana hening sangat terasa.

Tiba-tiba Dio menggenggam kedua tanganku dan mulai menatapku.

"Ajeng, terima kasih sudah mencintaiku dan tetap bersamaku selama ini. Aku minta maaf karena terlalu sering membuat masalah selama ini dibandingkan memberikan kebahagiaan yang seharusnya kamu dapatkan. Aku berjanji selama sisa hidupku aku akan selalu bersamamu dan berdiri tepat disampingmu." Ungkapnya dengan tulus sambil memelukku sekali lagi.

Aku hanya bisa tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca, terharu dengan jalan cinta pertamaku diusia 17 tahun dimana aku merasakan banyak hal, dari mengenal cinta, terjatuh karena cinta dan akhirnya belajar menghadapi cinta hingga sampai saat ini aku mampu mempertahankan cinta itu.

Kami mungkin akan melawan semua orang untuk jalan cinta kami, mungkin juga orang tua Dio. Tapi dengan berjalannya waktu, mereka akhrinya dapat menerima dan ikut mempertahankan hubungan kami. Mereka tertawa bersama kami membantu kami melewati jalan kehidupan kami yang masih panjang.

Aku pulang ke desa tepat saat kelulusan dengan nilai tertinggi yang aku dapatkan. Aku menyerahkan ijazahku dan memeluk ibuku dengan erat melepas kerinduan selama 2 tahun aku meninggalkan mereka. Aku pulang bersama kedua orang tua Dio dan saat itu juga acara lamaranku dilaksanakan dan menikah 1 tahun setelah itu di desa dan juga di kota. Ini adalah gerbang permulaan dari jalan hidup kami.

Bertahun-tahun berlalu sejak hari itu, keluarga kami dan semua teman yang dulu bersama kami sekarang sudah menjalani kehidupannya masing-masing dengan bahagia. Mereka berani memilih jalan hidup mereka dan takdirnya bahkan berani untuk mengambil resikonya juga, begitu pula dengan kami.

Kami akan selalu bersama menghadapi semuanya dan memberikan kekuatan pada yang lain untuk bertahan. Mungkin kami akan terjatuh suatu saat nanti bahkan sampai berlutut dan terluka, tapi kami sudah punya cara untuk mengatasinya. Kami hanya perlu untuk berani menerima dan melakukannya, kami tidak akan menghindar dan bersembunyi lagi dari rasa sakit. Kami akan berani mengikuti takdir dan menulis cerita kami sendiri.

Dan mengatakan pada semua orang bahwa Kami Bahagia..............................

Sepatu Kaca : Seorang Putri dari Negeri MimpiWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu