Pengalaman Pertama

62 6 0
                                    

Malam minggu yang dingin dan hujan mengguyuri jalan perumahan kami malam itu, tak ada suara lain selain hiruk-pikuk langit yang seakan-akan ingin menghancurkan dunia. Keadaan disana memang dingin, jauh lebih dingin lagi jika hujan deras seperti ini terjadi di rumah lamaku.

Laki-laki misterius itu selalu duduk didepan rumahnya dan melakukan hal yang sama seperti yang dulu-dulu. Terkadang saat dia menatapku aku selalu bersikap ramah dan berusaha untuk tetap menjadi tetangga yang baik. Lama kelamaan aku menjadi penasaran dan ingin mendekat kerumah yang selalu sepi jika siang hari itu, terakhir kali aku melihatnya dia mengenakan celana seragam sekolahku.

"Ajeng, kamu ngapain?" tegur Putri sambil tertidur melihatku yang sibuk berganti pakaian dan membuat beberapa keributan pagi itu.

"Olahraga, sekali-kali jogging disini."

"Ini baru jam 03.00 Ajeng, aku mau ikut tapinya harus jam 04.00." ucapnya lagi sambil terduduk menatapku dengan mata sendunya.

"Yah, aku jam 05.00 pengen ke tempat kerja jadi kalau jogging jam segitu mana sempat."

Aku pun keluar dari kamar saat melihatnya kembali tidur karena mungkin kecapean bekerja. Udara di luar benar-benar sejuk bahkan ini bukan sekedar dingin melainkan sejuk karena malam tadi hujan lebat. Aku membiarkan rambutku terurai menikmati sejuknya udara disini dan terus berlari mengitari komplek sambil melihat kiri-kanan yang masih rumah yang terlihat sedang tertidur pulas. Saat ingin pulang seusai jogging, kini laki-laki itu menyapaku dan membuatku terkejut.

"Ajeng." Sapanya dengan pelan saat aku melintasi jalan penghalang rumah kami.

Saat aku mencoba untuk berbalik dan memberanikan diri untuk melihat orang yang selalu memperhatikanku seminggu ini sekarang sedang memanggil namaku.

"Kamu?" ucapku terbata-bata karena terkejut melihat orang yang kudapati itu ternyata adalah Dio.

"Nanti jam 12.00 aku jemput." Katanya kembali sambil berjalan mendekat kearahku.

"Jemput?" aku masih berdiri lemah dan sulit mengendalikan lidahku saat ini karena masih merasa syok seseorang yang selalu terlihat mengerikan dari depan rumahku ternyata orang yang berbanding terbalik dari dugaanku.

"Iya, nanti Jessika bakalan ngubungin juga ko kita mau kemana minggu ini. Tapi ada hal yang ingin aku katakan sebelumnya makanya nanti aku jemput agak duluan. Oh iya minta hp kamu?!" dia menjelaskan dengan cepat dengan mulut kecil itu bahkan aku hanya bisa menyimak beberapa kata dari mulutnya.

Aku menolak ajakannya dengan mencoba ramah karena siang ini aku bisa bekerja dan acara Jessika pukul 14.00 dan mungkin aku juga tidak akan karena mereka juga tidak sangat membutuhkanku.

Aku menundukkan kepala dan mengucapkan salam untuk pergi meninggalkannya di pinggir jalan itu bersama dengan penolakanku. Aku baru mengenalnya bahkan di sekolah dia terlihat acuh tak acuh padaku, dan di rumah dia terlihat selalu memperhatikanku dan itu membuatku bingung dan segan mendekatinya.

"Kenapa?" teriaknya dari ujung jalan saat aku mulai memegang ganggang pintu untuk masuk kedalam rumah.

Aku menundukkan kepala lagi untuk yang terakhir sebelum aku membenamkan diriku di dalam rumah. Dan mengganti pakaian untuk segera kembali bekerja sedangkan Bayu dan Putri masih terlarut dalam tidurnya masing-masing sehingga aku tak berani membangunkan mereka.Saat di luar rumah aku masih merasa segan untuk membuka pintu kalau-kalau saja Dio masih disana dan menatap rumahku lagi.

"Syukur" ucapku dalam hati seraya menarik nafas panjang dan menghembuskannya.

Aku jalan kaki dari rumah ke tempat kerja setiap harinya seperti berangkat ke sekolah tapi lumayan jauh lagi. Pagi minggu itu tidak terlalu padat seperti hari-hari biasanya, dan itu lebih bagus karena udara belum terpolusi oleh asap kenderaan bermotor. Sulit mencari udara segar di kota, sedangkan di desa jauh lebih mudah karena pepohonan masih rindang dan kenderaan sangat jarang dijumpai disana.

Sepatu Kaca : Seorang Putri dari Negeri MimpiWhere stories live. Discover now