[S2]C8 : Stay

4.2K 436 47
                                    

Karena denganmu, rasa ini bukan sekedar khayalan.
Bukan tipuan, maupun obsesi menyedihkan.
Hanya cinta, yang bertepuk sebelah tangan.

...

Sasuke tersentak kaget mendengar jeritan Hinata. Ia menoleh ke tempat dimana Hinata dan Naruto yang tadi berada tak jauh darinya. Matanya membelalak kaget melihat Naruto yang sudah tergeletak jatuh menimpa kaki Hinata.

Sasuke langsung bergerak memanggil petugas keamanan dengan berteriak, sementara matanya menjelajahi sekitar halaman kantor. Dan ia menemukan masalahnya, seorang pria berjaket dan bertopi yang berlari menjauh.

Sasuke segera memerintahkan orang-orang untuk mengejar pria tersebut, sementara dirinya mendekati Naruto dan Hinata.

Wajah Hinata sudah pucat pasi sambil menggumamkan nama Naruto. Sasuke mengumpat ketika melihat sebilah pisau yang tertancap di punggung pria itu. Ia segera berjongkok dan memeriksa denyut nadinya.

Denyutnya masih terasa dan stabil. Sasuke langsung mengambil ponsel dan menghubungi rumah sakit. Ia mendongak menatap beberapa petugas yang masih mengejar pria yang Sasuke duga adalah pelaku penyerangan ini.

"Kejar! Jangan sampai dia berhasil kabur!" Sasuke berteriak dengan lantang. Ia tidak akan mengampuni pria yang sudah mencelakakan temannya ini.

Air mata Hinata mulai meluncur deras dari pelupuk mata Hinata. Tubuhnya bergetar melihat darah yang terus mengalir dari luka Naruto. Pikiran Hinata mulai berkabut. Perasaan ngeri yang terasa akrab itu seakan melilit perutnya. Ia mulai merasa mual dan ingin pingsan. Namun dengan sekuat tenaga ia menahan desakan itu, menahan dorongan yang membuatnya ingin muntah.

"N-naruto.. Sadarlah.. K-kau tidak boleh m-mati." Hinata menggerakkan lidahnya yang kelu, tangannya menangkup sebelah pipi Naruto yang terasa dingin.

Ia menatap pisau yang tertancap dalam itu dengan ekspresi kengerian yang nyata. "Darah. D-darahnya tidak mau berhenti." Ketakutan semakin mencengkram dada Hinata.

Sasuke mengumpat menyadari Hinata yang mulai kacau. Kesadaran wanita itu mulai menipis, terlihat dari matanya yang mulai tidak fokus. Sial, Hinata belum sepenuhnya sembuh dari traumanya terhadap darah.

"Hinata! Hinata! Tatap mataku!" Sasuke berusaha mengalihkan perhatian Hinata dari luka tusuk yang terus mengalami perdarahan tersebut.

Namun Hinata terus terisak dengan rasa takut yang bertalu-talu di dadanya.

"Hinata!"

Seruan Sasuke berhasil menembus kabut di kepala Hinata. Ia mendongak menatap Sasuke. Ia mengejap beberapa kali, menghalau air mata yang mengaburkan pandangannya.

"Lihat aku! Tenangkan dirimu!"

Hinata yang masih sesegukan mencoba menarik napas dalam. Meski bibir dan tangannya masih gemetar, Hinata mencoba menstabilkan emosinya, ia memfokuskan pandangannya pada wajah Naruto.

Penantian yang terasa panjang itu akhirnya mendapat titik terang. Ambulans datang dan petugas medis segera menangani Naruto, memeriksa denyut dan pernapasannya. Naruto segera di pindahkan ke dalam mobil ambulans.

Sasuke sudah melarang Hinata untuk ikut, namun wanita itu bersikeras untuk menemani Naruto. Dengan sangat terpaksa, Sasuke membiarkan Hinata ikut dalam mobil ambulans, sementara dirinya, menyusul setelah memberikan instruksi pada beberapa orang, terutama terkait pelaku penyerangan yang masih dalam kejaran.
.
.

Hinata terus menggumamkan nama Naruto selama petugas medis memberikan pertolongan pertama di dalam mobil ambulans.

"Kalian harus menyelamatkannya, dia tidak boleh mati." Hinata mengiba pada dua orang petugas yang sedang menggunting pakaian Naruto yang terbaring dengan posisi tengkurap, untuk melihat kedalaman luka tusukan.

Love and AmbitionWhere stories live. Discover now