[S2]C6 : Decode

4.2K 443 67
                                    

Seorang pria, terutama yang keras kepala, mungkin sering membuatmu marah. Hanya kau yang dapat memutuskan apakah ada gunanya untuk memaafkannya.

...

"Beberapa hari ini aku mendengar gosip menarik tentangmu, Naruto."

Naruto yang sedari tadi memperhatikan bangunan-bangunan di pinggir jalan dari kaca mobil di sampingnya, menoleh pada Shikamaru yang sedang mengemudikan mobil. Satu alisnya terangkat, merasa tertarik dengan kata-kata Shikamaru.

"Gosip? Aku berada di Jepang belum genap sepuluh hari dan sudah ada gosip tentangku? Apakah ini artinya aku harus merasa tersanjung?"

Shikamaru mendengus geli tanpa mengalihkan perhatiannya dari jalan raya. "Kurasa kau memang harus merasa tersanjung, karena gosipmu melibatkan seorang gadis cantik."

Aha, Naruto bisa menebak tentang apa ini. "Maksudmu tentang Hinata?"

Shikamaru bergumam mengiyakan. "Kemunculanmu di pesta Perdana Menteri dan berdansa dengan putrinya membuat sebagian parlemen bertanya-tanya bagaimana pria yang selama tujuh tahun tidak menginjakkan kaki di Jepang mampu mencuri satu dansa dari seorang wanita yang terkenal galak dikalangan politisi."

Tawa lepas meluncur dari mulut Naruto. Rupanya bukan hanya dirinya yang menganggap Hinata seperti itu.

"Dan beberapa hari lalu," Shikamaru melanjutkan, "Beberapa orang melihat kau dan Hinata berbincang dengan sangat akrab di cafetaria gedung Parlemen."

Naruto semakin tidak bisa menghentikan tawanya. Jika orang-orang mendengar apa yang dirinya dan wanita itu bicarakan, mereka tidak akan menyandingkan kata "akrab" bersama Naruto dan Hinata.

"Jadi, apa kau tidak akan menceritakan padaku hubunganmu dengan anak buahku satu itu?" tanya Shikamaru.

"Aku rasa kau tidak seakrab itu dengannya hingga harus menyelidiki setiap masalah pribadinya. Dia hanya jaksa junior." Kata Naruto.

"Jaksa junior yang meresahkan seisi gedung Parlemen." Shikamaru menimpali ucapan Naruto.

"Jika dia memang semeresahkan itu, kenapa kau tidak mengatur wanita itu? Baru saja kau mengakui bahwa dia anak buahmu, kan?"

"Bahkan ayahnya yang seorang Perdana Menteri tidak bisa menanganinya, siapalah aku yang berani-berani melakukannya?"

"Kau Menteri Peradilan, yang membawahi departemen kejaksaan, tempat Hinata bekerja. Apa alasan itu tidak cukup?"

"Lebih dari cukup. Sayangnya aku sangat menyukai kinerjanya. Kapan lagi departemen peradilan mendapat banyak sanjungan dari masyarakat karena mampu memberantas para lintah itu?" Shikamaru tersenyum puas. "Sejujurnya aku tidak peduli dengan kericuhan politik yang disebabkannya, selama ia bekerja dengan baik dan tidak membawa masalah untuk departemenku."

"Parlemen tidak menekanmu?" tanya Naruto.

"Kau berharap aku menghiraukan mereka?"

Naruto menanggapi dengan dengusan. Shikamaru tidak lebih bijaksana dari Hinata dalam urusan politik. Dedikasi mereka hanyalah negara dan hukum. Shikamaru memang bukan bagian dari parlemen dan politik, ia dipilih semata-mata karena minatnya pada hukum. Karena itulah Shikamaru tidak merasa punya tanggung jawab terhadap parlemen, meski parlemen lah yang memberikan jabatan tersebut padanya.

"Kau benar, aku tidak berani berharap padamu." Kata Naruto. "Tapi masih menjadi misteri bagiku, kenapa kau melepaskan kasus Ohnoki?"

Wajah Shikanaru langsung merengut. "Kau pikir aku akan melepaskan tangkapan kakap macam itu? Perdana Menteri menekan langsung ke Mahkamah Agung dan Peradilan. Dua lembaga itu bukan kewenanganku."

Love and AmbitionHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin