Part 14: Dia kembali... (2)

1.6K 88 1
                                    

"Baiklah, mister. terserah padamu." Alexa membalik tubuhnya dengan emosi yang telah mengerubungi kepalanya. "Dasar orang tua!"

Sayup-sayup Michael mendengar hinaan itu, ia menahan senyum geli-nya. Tidak menghiraukan kemarahan gadis SMA labil tersebut, Michael memulai pelajaran dan Alexa mengikuti dengan baik. Waktu singkat itu berlalu, Michael merapikan berkas-berkas berserakan di atas mejanya. Tak jarang ia menatap Alexa yang tengah memasang wajah masamnya.

Bola mata itu bertemu. Alexa segera membuang muka secara kekanak-kanakan, melupakan keberadaan Rey yang berada di sampingnya. Pemuda itu terus mengamati Alexa dan Michael dalam jarak pandang yang aman, hingga suatu insiden memecah hening. Suara tubrukan tubuh dengan lantai membuat semuanya menoleh, termasuk Alexa dan Michael.

Kedua manusia itu sama terkejutnya, namun Alexa lah yang paling terkejut di antara semuanya. Gadis yang duduk tepat  di hadapannya ambruk, mulutnya mengeluarkan busa. Bau tidak sedap menguar dari tubuhnya.

Alexa mengingat nama gadis itu, tentu saja. Ia kerap berbicara dengannya beberapa kata, karena Anne, gadis mata bulat dan poni menjuntai disertai pipi tembam itu sedikit pemalu. Pipi tembam kemerahannya sudah tidak nampak, pucat pasi. Bola matanya memutih keluar, membuat semakin terlihat mengenaskan.

Alexa melirik sebuah cokelat yang bungkusnya sudah terbuka- sudah termakan setengah, Alexa memang mengetahui bahwa Anne suka makan saat pelajaran berlangsung. Namun pertama kali Ani terbujur kaku seperti ini. Tubuh Alexa bergetar menatap mayat itu. Meski Anne terbujur kaku di sana, tidak ada yang menghampiri atau membantunya.

Sebuah tangan terulur menyentuh bahu Alexa lalu membawanya pada dada bidang lebar dan nyaman, menutup kedua mata Alexa dari pandangan mengerikan. Itu adalah Michael.

Pria itu bahkan menarik tangan Rey untuk menyingkir, hanya untuk memeluk Alexa yang gemetar dan syok. Tatapan pria bermata legam itu bergulir, menatap mayat di hadapannya. Bau menyengat ini bisa dipastikan adalah arsenik, raja dari segala racun ini sepertinya cukup mematikan.

Namun sepertinya gadis ini menahan suaranya agar tidak terdengar. Noda darah terlihat pada rok pendek yang kerap dipakainya. Sedikit bewarna hijau lalu diliputi warna merah, mungkin akibat lambungnya yang hancur. Bola matanya putih, dari sela-sela mulutnya busa putih membuncah keluar.

Seluruh sorot mata memandang ngeri, bahkan ada beberapa orang yang tidak kuat melihat dan meninggalkan tempat kejadian. Alexa sendiri, ia menangis dalam pelukan Michael. Ia sudah tidak kuat membendungnya, belum reda masalah Dave, mengapa manusia tewas lagi di depan matanya, seolah benar-benar ditujukan untuknya. Pemandangan menyeramkan ini, mengapa harus Alexa?

***

Alexa mengerjapkan matanya, nuansa putih segera menyapa gadis itu. Obat-obatan familier bisa tercium di sekeliling Alexa ketika ia menghirup udara, sepertinya-entah sejak kapan-Alexa pingsan. Kemudian sekelebat memori berdatangan memenuhi kepala Alexa, menghampirinya lalu merasuk dengan keras. Pemandangan yang terpatri begitu jelas tanpa ditutup-tutupi. Oh sial, Alexa menangis.

Ia lagi-lagi menangis.

"Sudah sadar?" suara itu, Alexa segera memalingkan wajahnya. Tidak, itu bukan Rey. Bukan juga Laras. Dimas dan Leon apalagi.

Yah, benar. Pria yang paling sering membuat Alexa marah dan kesal, kini duduk dengan manis tidak lupa disertai tatapan tajam mengarah padanya. Benar, Michael-gurunya sendiri yang menurut Alexa sedikit tidak waras. Lagipula mana ada guru yang baik menyuruh siswinya mengunjungi kafe dekat sekolah pada pukul sebelas malam, memeluknya di tengah hujan-dan sampai sekarang Alexa tidak mengerti apa maksudnya, dan terakhir Michael selalu mengucapkan sesuatu yang aneh pada saat makan.

The Jerk (Yandere)Where stories live. Discover now