"Kenapa lo kasih alamat ortu gue ?? kan gue udah bilang, jangan kasih tau kalo dia minta." Walau saat itu, Abel tidak yakin Ardian akan mendatangi kantor dan mencari dirinya.
"Sorry, Darl. Gue bener-bener kasihan ama pacar lo." Ujar Vania dengan menyesal. "Tapi kan akhirnya happy end, dan lo berutang cerita sama gue."
"Cerita apa ??" tanya Abel bingung.
"Lo belum nyerita apa aja yang lo lakuin sama si mata empat di Bandung." Vania kembali mengerucutkan bibirnya. Benar juga, Abel belum menceritakan liburannya pada Vania. Karena mereka sama-sama sibuk.
"Gue pun kurang tau detailnya kaya gimana." Abel mengangkat bahunya, "tau-tau pas gue lagi lari pagi sama adek gue, dia tiba-tiba muncul di tengah perkebunan teh pakai baju olahraga. Dia out of characters banget."
Hingga saat ini Abel masih sering mgeleng-geleng kepala menghadapi sikap Ardian yang menurutnya 'keluar jalur' sejak pertemuan mereka di tengah kebun teh itu. Meskipun itu bagus, tapi tetap saja, Abel belum terbiasa dengan semua sikap manis Ardian.
"OOC gimana maksud lo ??"
"Dia tiba-tiba pegang tangan gue, mukanya kaya yang cemburu liat Daniel di samping gue. Dia bilang 'Aku mau ngomong sesuatu sama kamu.' Padahal biasanya dia asal jeplak aja kalo ngomong."
"Terus lo langsung ngeberesin semuanya disitu ??" tanya Vania dengan penasaran tingkat tinggai.
Abel tertawa geli, "Enggak lah! Gue sumpah masih males ngomong sama dia waktu itu. Gue masih kebayang-bayang dia dipeluk Risa."
"Risa ??"
Abel berdecak pelan, "Itu cewek yang meluk Ardian waktu di rumah sakit, temen kuliahnya waktu di Korea." Vania menganggukan kepalanya sambil ber- oh ria. "Lanjut nih, ya!" Abel menarik napas sejenak sebelum melanjutkan ceritanya. "Malamnya, tiba-tiba dia ada di rumah gue. Dia ngobrol akrab banget sama Abah, dia juga ngasih banyak oleh-oleh buat Ambu. Gara-gara Nenek gue bawel nyuruh gue buat ngomong sama dia, gue pun nurut aja." Wajah Abel tiba-tiba memanas mengingat apa yang ia lakukan malam itu dengan Ardian, Abel melanjutkan kembali ceritanya.
Vania terkejut mendengar penuturan Abel. "Lo tau, rasanya beda banget dari ciuman pertama gue pas SMA." Ujar Abel diakhir ceritanya.
"Berani juga ya, tuh anak." Vania malah terlihat bangga, seolah Ardian sudah melakukan sesuatu yang luar biasa dan membanggakan.
"Lo malah muji dia." Abel memberengut sebal dengan wajah memerah padam.
Vania tertawa, "Aduh, Darl! Jelas itu pencapaian yang luar biasa buat bocah polos nan alim yang kerjaannya nidurin komputer."
'Polos apanya ?!!' keluh Abel dalam hati. Setelah kejadian malam itu, Abel mulai bertanya-tanya tentang pernyataan Ardian di pasar malam –setelah petemuan tak disengaja dengan Risa-. Benarkah laki-laki itu belum pernah mengalami kisah percintaan ?? jika memang belum pernah, mengapa dia bisa mencium Abel ?? tidak mungkin Ardian bisa melakukan itu semua begitu saja.
Abel melanjutkan ceritanya tentang hari-hari yang ia lalui setelah kembali dari Bandung. Vania merasa tidak ada yang salah dengan semua cerita Abel. "Terus masalah lo dimana ??"
"Kemarin gue liat email di komputer Ardian, isinya acc proposal dari Google di California." Abel masih kurang mengerti dengan isi email itu, Abel tidak tahu bagaimana isi proposal yang diajukan Ardian, kapan Ardian menyusun paper, siapa saja yang ikut tes, atau pun kapan Ardian mengirim proposalnya pada Google.
"Dia nggak nyerita sedikit pun tentang proposal itu, dan lo tau ??"
"Enggak." Jawab Vania polos.
"Enggak usah dijawab juga kali." Vania nyengir tanpa dosa. "Ardia harus ikut tes bulan Oktober di California, dan kalo dia lolos, dia bakal ngelakuin penelitiannya di California selama setahun."
"Kalo menurut gue sih bagus ya, si mata empat punya potensi di bidang programming yang bagus, sayang banget kalo dia simpan sendiri. Kalo dia pake di Google, kan kepakenya nggak cuma buat Indonesia, tapi buat seluruh dunia."
Abel menunduk, "Dari dulu, gue udah sadar kalo dunia gue sama dia itu beda. Dia itu orang besar, hebat. Mimpi-mimpi dia tinggi, bahkan terlalu tinggi buat sekadar gue bayangin."
"Apa dia merasa bermasalah dengan lo yang punya dunia berbeda sama dia ??"
Abel menggeleng, "Dia malah bilang, dia seneng punya pacar yang punya dunia berbeda, bikin hidup dia berwarna."
"Nah, terus masalahnya dimana ?? dia udah nerima lo." Vania bisa merasakan betapa besar cinta Ardian pada sahabatnya, namun Ardian tidak langsung melimpahkan semua perasaan dalam hatinya pada Abel. Dia memberikannya sedikit demi sedikit secara terus menerus, agar Abel bisa terus merasakannya setiap hari, setiap saat.
TBC
ESTÁS LEYENDO
My Dearest is A Programmer
Ficción General[[UNFINISHED]] CERITA INI TIDAK DILANJUTKAN KARENA BERBAGAI SEBAB, DIMOHON UNTUK TIDAK LAGI MENUNGGU CERITA INI UPDATE Bagi Ardian hal-hal yang tak dapat masuk logika adalah hal yang harus ia hindari, termasuk perasaan. Hidupnya hanya terpatok pada...
18.4 My Dearest is A Programmer- Abel and Ardian Time
Comenzar desde el principio
