20. 1. My Dearest is A Programmer- Airport Goodbye

212 19 0
                                    

20. My Dearest is A Programmer – Airport Goodbye

Airport Goodbye is the Absolute Worst.

Ika Vihara- The Danish Boss

Abel menyandarkan punggungnya pada dada Ardian, sementara Ardian menyandarkan dagunya pada puncak kepala Abel, kedua tangannya melingkari perut Abel. Mereka tengah duduk pada sebuah kusen jendela yang berada di bagian belakang rumah Abel. Kedua tangan Abel sibuk dengan ponsel Ardian, memainkan game Gajah terbang yang dibuat oleh Ardian. Masih belum ada perkembangan dari tampilan game itu, padahal sudah nyaris empat bulan.

Sesekali sebuah senyum tersungging pada wajah Ardian saat Abel berhasil menyelesaikan sebuah level.

"Kamu enggak niat bikin game ini lebih bagus?" tanya Abel tanpa mengalihkan fokusnya dari game.

"Hmmm..." Gumam Ardian, "Kayanya enggak deh, paling aku bikin level lanjutannya buat kamu. Aku lagi pengen bikin aplikasi buat kita."

Abel mendongkak, "Aplikasi apa?"

"Semacam aplikasi buat video call gitu." Ardian menggedigkan bahu.

"Kan udah ada WhatsApp, Face time, sama Skype di hp aku. Kamu sendiri yang pasang terus bilang, 'ini aplikasi biar kita bisa video call terus, kalo bosen tinggal pilih deh mau yang mana.'" Kata Abel, "Terus ngapain kamu bikin aplikasi lagi? Nanti ram aku penuh."

Beberapa hari yang lalu Ardian membeli dua buah ponsel yang sama persis, salah satu ponsel itu, ia berikan pada Abel. Menurut Ardian, kondisi ponsel Abel sudah cukup mengkhawatirkan. Selain itu, ponsel baru yang Ardian belikan memiliki performa yang cukup bagus, mulai dari kamera, baterai, hingga kemampuannya menangkap sinyal meskipun berada di wilayah pelosok.

"Bukan cuma aplikasi buat video call, ya pokoknya itu aplikasi khusu buat LDR."

Abel tersenyum lalu kembali mengalihkan perhatiannya pada game, "Kamu kayanya enggak rela aku pergi."

Ardian enggan menjawab, ia lebih memilih mengeratkan pelukannya pada Abel. Ini malam terakhir Abel berada di dekatnya, setelah itu mereka akan berpisah selama tiga bulan. Jika pun sempat, mereka akan bertemu kembali sebentar lalu berpisah satu tahun, karena Ardian harus pergi ke California. Atau yang lebih parah, mereka tidak akan bertemu selama empat tahun, jika Abel langsung melanjutkan studinya di Jepang tanpa kembali terlebih dahulu.

"Ar..." panggil Abel setelah menghentikan sejenak game pada ponsel Ardian.

"Padahal aku yang dukung kamu buat berangkat ke Jepang. Tapi kok sekarang aku yang ngerasa nggak rela kamu pergi, ya?" Ardian memejamkan matanya. Ia tidak pernah merasa tidak rela seperti ini saat seseorang akan pergi jauh darinya. Bahkan pada anggota keluarganya, karena mereka hanya pergi sebentar, paling lama dua minggu.

"Padahal aku udah berusaha biar kuat, jauh dari kamu lagi." Ujar Abel sambil mengusap tangan Ardian yang melingkar pada perutnya. "Kenapa sih kita selalu berjauhan? Seolah Tuhan dan seluruh dunia enggak setuju kalau aku sama kamu deket?"

Ardian menarik napas dalam, "Ujian cinta itu berat banget ya? Apa hasilnya bakalan setimpal sama apa yang udah kita usahain?"

Takut dan kehilangan. Dua kata itu terus berputar dalam pikiran Ardian beberapa waktu belakangan. Apalagi setelah bertemu dengan Kazuki, laki-laki yang akan menemani Abel selama berada di Jepang. Laki-laki bertubuh jangkung bermata biru dan memiliki karisma tersendiri. Ardian berhasil menemui laki-laki dan dosen pembimbing Abel saat menemani Abel mengurus berkas terakhir untuk pergi ke Jepang.

My Dearest is A ProgrammerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang