"Siapa yang ngerebut siapa dari siapa ??" Abel dan Risa merasa sedikit pusing mendengar pertanyaan Ardian. Saat Ardian hendak melanjutkan langkahnya, Abel langsung menarik tangan Ardian sambil menggelengkan kepala. Ardian menghela napas kasar dan membawa Abel menjauh dari Risa.
***
"A-aku..." ujar Abel dengan ragu.
Ardian mengerutkan alisnya melihat Abel yang begitu gelisah, "Tunggu sebentar." Ardian berjalan menghampiri pedagang minuman dan memberikan salah satu minuman yang dibawanya pada Abel. Namun, Abel menggeleng. "semua baik-baik saja." Ujar Ardian menenangkan.
Lagi-lagi Abel menggeleng, "Nggak, nggak baik-baik saja."
"Kenapa ??"
Abel mengangkat sedikit kepalanya, "A-apa yang dia ucapkan benar, aku ngerebut kamu dari dia." Ujar Abel terbata-bata, "Dia begitu mencintaimu, begitu lama mengenalmu se-sedangkan aku..."
"Aku udah bilang, kamu yang terbaik." Ardian merangkul bahu Abel.
"Ta-tapi..." ucapan Abel terhenti saat Ardian menempelkan telunjuknya pada bibir Abel.
"Husssh... udah tenang." Abel mengankat kepalanya dan melihat sebuah senyuman menempel pada wajah Ardian.
Setelah Abel tenang, Ardian memberikan minuman yang tadi ia beli untuk Abel. "Udah minum dulu, biar agak tenang..."
Abel pun mengangguk dan mulai menenggak air dalam botol. "Kenapa kamu enggak pacaran sama dia ??"
Ardian menaikan sebelah alisnya, "Dia ??" Abel mengedipkan matanya, berharap Ardian mengerti maksudnya. "Oh, Risa..." ujar Ardian tanpa merasa berdosa. Sedangkan Abel mengerucutkan bibirnya. "Aku nggak suka sama dia." Ardian menyandarkan punggungnya pada sandaran bangku.
"Huh ?!!"
"Enggak, aku nggak benci sama dia... aku cuma nganggap dia teman, nggak bisa lebih dari itu."
Sebenarnya itu sudah terlihat sejak Abel menonton video di kartu memori Ardian, Risa terus menempel pada Ardian, sedangkan Ardian terlihat biasa saja. Tapi mungkin karena Ardian dingin dan cuek, bisa dekat dan berbicara dengannya adalah sesuatu yang spesial.
"Kamu pernah naksir dia ??" tanya Abel sambil memperhatikan wajah Ardian yang tengah menengadah pada langit.
Ardian tertawa dan itu terlihat menyebalkan sekaligus menawan di mata Abel, "Apaan sih ?!! pake ketawa segala!! Kamu pikir lucu ?!!"
Ardian menghentikan tawanya tanpa menghilangkan senyum pada wajahnya, "Ya luculah, udah berapa kali aku bilang kalo aku enggak pernah punya kisah cinta-cintaan selain sama kamu."
"Kok bisa ??" Seandainya Abel berada di posisi Ardian, dia pasti akan jatuh cinta pada wanita cantik seperti Risa. Well, memang takdir alam seseorang mudah terpikat dengan kecantikan fisik.
"Kan udah aku bilang, aku cuma nganggap dia temen. Aku akui dia emang cantik dan... menarik" Seketika aura di samping Ardian terasa menyeramkan, "Well, aku kan juga cowok, wajar kalo aku suka sama yang cantik."
"Tapi kan aku nggak cantik." Ujar Abel setengah bergumam.
"Emang." Jawab Ardian santai dengan wajah datar, dan langsung dihadiahi tatapan tak percaya dari Abel. "kamu enggak cantik, tapi manis. Aku cinta sama kamu bukan suka, jadi enggak ada pengaruhnya kamu mau cantik atau enggak."
Uh!! Wajah Abel memerah mendengar ucapan Ardian. Sepertinya kepala laki-laki berkacamata itu, terbentur saat di perjalanan.
"Mungkin kamu pernah denger, kalo cinta bisa tumbuh karena kebersamaan. Tapi, itu nggak berlaku buat hubungan aku sama Risa, aku enggak pernah ngerasain perasaan seperti itu sama dia. Hmmm..." Ardian memasang wajah berpikir, "dia itu cukup bossy dan itu bikin aku jaga jarak sama dia, tapi tetep aja dia nempelin aku." Abel baru mengetahui fakta itu, Abel pikir, Risa adalah wanita yang anggun, bukan wanita bossy seperti yang dikatakan Ardian.
YOU ARE READING
My Dearest is A Programmer
General Fiction[[UNFINISHED]] CERITA INI TIDAK DILANJUTKAN KARENA BERBAGAI SEBAB, DIMOHON UNTUK TIDAK LAGI MENUNGGU CERITA INI UPDATE Bagi Ardian hal-hal yang tak dapat masuk logika adalah hal yang harus ia hindari, termasuk perasaan. Hidupnya hanya terpatok pada...
18.3 My Dearest is A Programmer- Abel and Ardian Time
Start from the beginning
