Bagian 11

3.4K 122 0
                                    

Sudah 3 hari Dinda belum di temukan. Dharma pun semakin stress dengan kehilangan Dinda.

Dharma merasa gelisah, stress, dan khawatir pada Dinda mau pun janin yang ada di kandungan Dinda.

Di rumah dia merasa linglung, begitu juga di kantor. Tugas nya tak pernah benar di laksanakan.

Memang kalau belahan jiwa, benar-benar di belah itu rasanya gak enak.

Disisi lain, Dinda sedang menangis. Tangan nya di ikat, kaki nya juga, dengan posisi berdiri. Betis nya mungkin sudah bengkak, karena dia memakai boot dan rasanya pegal sekali.

Tangan nya terasa perih karena terikat kencang. Yang ada di pikiran nya hanya janin nya, calon anak nya. Dia takut ada sesuatu terjadi pada janin nya.

Ibu memang selalu mengutamakan anak nya. Selalu ingin menjaga, anak nya dengan baik-baik walau diri nya terancam.

"Lepaskan aku! Dimana kalian, tunjukan dirimu! Jangan siksa aku seperti ini!" Teriak nya dengan kencang. Dia sudah sangat frustasi dengan peristiwa ini.

Pintu kamar pun di buka. Dinda memang di sekap di kamar Apartemen, dan dia di ikat berdiri.

Seseorang yang sedang mengandung pun masuk. Dia memakai daster tanpa lengan. Wanita itu berjalan mendekat ke arah Dinda. Tangan nya mengangkat dagu Dinda, dan menatap nya.
"Kau mau lepas ibu polwan? Huh, ternyata seorang polwan hebat yang sering mendapat reward pun bisa ku lumpuh kan. Hebat nya aku kan? Hahaha kau kalah Dinda!" Hati Dinda terasa kesal dan ingin menonjok wanita di hadapan nya.
"Apa mau mu? Kenapa kau menyiksa ku? Harus nya kau berfikir tentang kesehatan anak mu, bukan nya menyiksa ku" kata Dinda begitu lemah.
"Heii, ini hidup ku! Kenapa kau jadi mengusik hidup ku sih? Oh iya, aku hanya ingin satu! Dharma putra ku tersayang. Kau telah merebut nya dari ku pelakor! Aku bisa gila karena mu! Kau telah merusak hubungan ku dengan Dharma! Lihat perut ku! Ini semua karena Dharma. Dia yang membuat ku gila, dan aku terjerumus ke jalan yang salah!"

Deg!
Dinda bingung dengan perkataan wanita hamil ini. Dia benar atau hanya kebohongan?

Setau Dinda, selama dia mengenal Dharma. Dharma tak pernah punya ikatan hubungan apa-apa selain dengan nya. Dari awal pendidikan sampai menikah, Dharma tak pernah dekat dengan wanita lain.

Dinda menunduk. Dia menarik nafas panjang dan menatap wanita itu.
"Apa kah kau sayang pada anak mu?" Tanya nya dengan kelembutan.
"Aku sangat sayang pada janin ku! Asal kau tahu, walau dia hasil dari perbuatan haram tapi aku sangat menyayangi nya" ucap wanita itu dengan tangisan yang berderai.
"Aku juga sama dengan mu, aku sedang mangandung. Apa kau tidak iba pada ku nona? Ku mohon, lepas kan aku. Aku berjanji, aku tidak akan pergi dari tempat ini. Aku hanya kasihan pada janin ku, dia lelah terus di siksa.....lepas kan ikatan aku nona, aku janji. Bahkan, jika aku pergi dari sini. Aku rela kau mengambil Dharma dari ku" Dinda seperti nya melakukan negosiasi seperti yang ia lakukan pada anggota nya. Wanita hamil itu menatap kejujuran di mata Dinda. Padahal, Dinda hanya berbohong.
"Apa kau benar-benar hamil?" Tanya wanita itu memastikan. Dinda mengangguk lemah.
"Baiklah, aku akan melepas kan mu. Tapi ingat! Kau jangan pernah pergi darisini! Kalau kau pergi, relakan Dharma untuk ku!" Ancam nya. Dinda tersenyum senang.

~~~
Brak!!
Dharma memukul meja kekuasaan nya.
"Dimana kau sembunyikan Dinda ku Liandra?! Kau pandai sekali menyembunyi kan nya!!" Geram Dharma kesal.
"Dharma, kau tenang dahulu. Ku yakin, Dinda pasti bisa menjaga diri nya dan janin nya. Tenang, kita selalu membantu mu mencari Dinda" Rion yang biasa nya manusi terjulid pun menjadi baik.
"Dinda....." Dharma pun tak henti nya menyebut nama Dinda.

~~~
Dinda duduk di sofa kamar Apartemen wanita hamil itu. Entah lah, Dinda belum berkenalan dengan dia.

Perut nya terasa mual, dan ingin memuntah kan isi lambung nya yang kosong.
"Kamu kenapa? Apa kau ingin muntah?" Dinda mengangguk.
"Itu kamar mandi, cepat! Aku tak sudi membersihkan muntah mu!" Kesempatan bagi Dinda.

Dinda masuk dan memuntak kan isi lambung nya. Dinda melihat telpon rumah. Dia menelpon Boris. Kenapa kok gak Dharma? Karena, Dinda tahu Dharma. Kalau sedang stress, HP pun lupa.

"Halo, Boris..ini aku Dinda" kata nya saat sambungan telpon tersambung.
"Ha? Benar?"
"Stt...jangan kencang-kencang. Sekarang kau tulis alamat nya"
"Baik, kau dimana?" Dinda pun menyebut kan alamat Apartemen itu. Beruntung lah, karena Liandra tidak nenyadari. Dia asik bertelponan dengan kawan nya.
"Cepat! Ku dengar, nanti jam 2 siang dia pergi jalan dengan kawan nya. Perut ku sudah sangat sakit, anak ku ingin bertemu ayah nya.."
"Oke, siap! Kami langsung kesana" Dinda mengangguk dan mematikan sambungan telpon.

Dinda keluar dari kamar mandi dan menemukan Liandra masih terduduk di sofa sambil tertawa. Dinda pun duduk di sebelah nya.
"Eh, lo cuci muka?" Tanya Liandra pada Dinda.
"Kenapa? Aku salah, wajah ku panas. Oh iya, apa kau punya mukena? Aku ingin sholat dzuhur" Dinda sengaja ingin mengecoh Liandra. Agar dia tak curiga.
"Tuh, ada di lemari. Bekas mama ku! Pakai saja" Dinda mengangguk.

~~~
"Bro! Dinda ketemu! Dia ada di Apartemen daerah Tangerang! Ayo cepat. Dharma jangan kau bersedih lagi, Dinda juga ingin bertemu dnegan mu. Dia menyampai kan, bahwa anak nu rindu bapak nya" Boris menepuk bahu Dharma. Dharma pun langsung terlonjak kaget dan segera mengambil senjata nya lalu berangkat.

Di sebuah Apartemen mewah Dharma, Boris, Rion, Rain, dan dua anggota nya sedang mengintai kamar Apartemen yang dimana Dinda ada di dalam nya.

Seorang wanita hamil besar kekuar dari kamar itu dengan bodyguard nya. Duo R, menangkap Liandra dan bodyguard nya.
"Diam! Sudah, tidak perlu melawan!" Tegas Rain.
Sementara Dharma dan Boris masuk ke kamar Apartemen itu. Terlihat lah, seorang wanita bertbuh semampai sedang melaksanakan sholat dzuhur.

Dharma ingin segera memeluk Dinda, tapi Dinda sedang beribadah. Setelah salam, Dharma mendekat ke arah Dinda.
"Sayang..." panggil Dharma lembut. Dinda mendongak, dan langsung memeluk Dharma.
"Mas, aku merindukan mu....hiks hiks..." tangis Dinda pun pecah saat berada di pelukan Dharma. Dharma mengusap kepala Dinda dan mengecup kening istri nya.
"Sudah sayang, mas juga sangat merindukan mu. Maaf kan mas ya, mas lama menemu kan mu" Dinda hanya mengangguk lemas. Badan nya benar-benar habis. Mata Dinda berkunang-kunang, dan akhir nya Dinda jatuh pingsan di pelukan Dharma.
"Dinda! Bangun!" Dharma menggoyak bahu istri nya.
"Dharma! Cepat kita bawa Dinda ke rumah sakit!" Usul Boris dan langsung di ikuti Dharma demi istri dan calon anak nya.

~~~
*Rumah sakit
Dharma menangis sambil menciumi punggung tangan istri nya. Badan istri nya sangat kurus, dan pucat. Liandra mungkin telah menyiksa nya, dan tidak memberi makanan pada Dinda. Syukur lah, calon anak nya selamat. Hanya saja kondisi tubuh Dinda yang tidak vit dan membutuh kan banyak asupan juga vitamin.

"Mas...Dharma.." Dharma tersneyum dan mengusap pelipis Dinda.
"Iya dek, ini mas sayang. Kenapa? Mau apa, minum? Makan?" Dinda menggeleng dan tersenyum.
"Dedek nya kita baik-baik aja kan?" Tanya nya pada Dharma. Yang ada di pikiran Dinda hanya anak nya saja.
"Baik-baik saja kok dek. Dia sehat dan kuat, seperti mama nya" Dinda tersenyum menampil kan deretan gigi putih nan rapih nya.
"Hem...alhamdulillah kalau begitu" Dinda diam, dia sedang memikir kan perkataan wanita hamil tadi.
"Mas, wanita hamil yang sudah menyekap ku dia siapa mu?" Tanya Dinda penuh kelembutan.

~~~~~~
Bersambung.....
Oye...oye...
Demam black pink, gegara teman ku tuh. Biar lah...curhat dikit yak aku teh.

Good night guys...
Have a nice dream

Cinta Si PerwiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang