Bagian 8

3.7K 117 0
                                    

Mencoba untuk bersabar itu sulit
Namun, sesulit apapun itu. Aku akan tetap bersabar dengan takdir ku sekarang.
(Iptu. Dinda berliana putri s.trk)

Iptu. Dinda B.P pov
Aku dan Dharma sudah berada di depan rumah ayah. Seperti nya, ada kakak ku. Syukurlah, aku bisa bertemu dengan nya lagi. Setelah 3 bulan berpisah.

"Asalamu'alaikum" aku dan Dharma masuk ke dalam rumah.
"Walaikumsalam" jawab semua serempak. Aku tersenyum pada smeua nya.

Aku menyalimi tante, ayah, kakak, dan teteh ku. Dharma juga, namun saat aku melihat nya bersalaman dengan ayah. Ayah tak mau menjabat tangan nya. Aku langsung menunduk. 'Ayah masih benci pada Dharma, semoga saja ayah mau menjadi wali nikah ku' gumam ku dalam hati.
"Gimana dek? Enak gak tugas nya, kemarin?" Tanya kakak ku ceria. Dia memang selalu ceria walau sudah berumah tangga.
"Alhamdulillah lancar kak"
"Halah! Kiki, janngan kau tanya anak durhaka ini. Dia kan hebat, bisa menyelesaikan tugas apa saja. Sangking hebat nya, dia tak mau menurut pada ayah nya sendiri" celetuk kan ayah membuat hati ku mengecil. Aku memang salah, tapi apa cinta bisa di paksakan?
"Ada apa kalian kesini?" Tanya tante ku dengan lembut pada ku dan Dharma.
"Kita kesini mau meminta restu tante. Tiga hari lagi kita akan menikah, dan semua nya sudah siap" jawab ku.
"Wah, keponakan tante sudah mau menikah saja. Dengan Dharma lagi, sahabat nya sendiri. Tante selalu merestui hubungan kalian berdua" aku dan Dharma tersenyum senang.
"Ayah tidak merestui!"

Deg!
Deg!

"Biar kakak yang jadi wali nikah mu dek!" Bela kakak ku. Ayah berdiri dan berkacak pinggang.
"Kalau kamu tetap menikah dengan Lelaki ini?! Kamu tidak usah kembali kesini lagi!" Ayah membentak ku, tepat di kuping ku. Aku menatap tante dan kakak ku bergantian. Ada semangat dari tatapan mereka berdua. Ayah berlenggang pergi dari ruang keluarga.

Tante mengusap bahu ku, lalu menghapus air mata ku yang keluar tanpa ku sadari.
"Sabar ya nak...tante dan kakak, akan merestui hubungan kalian berdua. Dedek gak usah takut yah, biar kakak yang jadi wali nikah mu" semangat tante. Aku pun mengangguk.
"Dharma, bawa pulang Dinda. Tante titip ya Dinda sama kamu dan bunda mu" Dharma mengangguk lalu menarik tangan ku perlahan.
"Baik ma. Kalau begitu, kami pamit. Asalamu'alaikum"
"Walaikumsalam"

Apa pernikahan ini akan sempurna walau tanpa restu dari ayah? Aku takut kalau nanti nya akan menjadi tidak sempurna. Lagi pula, apa sih salah nya Dharma? Kenapa ayah sangat membenci dia.
"Dinda, sudah jangan menangis lagi ya? Aku tidak suka melihat mu menanngis seperti ini. Biar kan ayah mu membenciku juga, tapi kamu jangan menangis Dinda" aku menoleh menatap nya. Mobil sudah menepi, tangan nya mengusap pipiku. Dia tersenyum, entah mengapa. Walau hati ku sedang gundah, hancur kalau melihat dia sedang tersenyum aku pun ikut tersenyum.
"Jangan nangis, apa kata anggota mu nanti? Mau aku bocorin kalau komandan mereka ini cengeng?" Aku menarik hidung bangir nya.
"Aku gak nangis lagi, udahan kok. Jangan bocorin kalau aku cengeng ya?" Dharma pun tersenyum dan memeluk ku.
"Makasih ya, sudah selalu ada di samping ku dan selalu menenang kan ku" kata ku begitu lemah pada Dharma.

Akp. Dharma P pov
Dinda, sebetapa kuat nya sih hati mu? Kenapa kau selalu tegar menghadapi semua ini? Hati mu terbuat dari apa. Aku kagum pada mu.

"Mas, apa kamu benar-benar mencintai ku?" Tanya nya sambil tetap memeluku erat. Aku tersenyum, rasanya ingin mengecup pipi chubby nya itu.
"Jelas lah, aku sangat amat mencintai mu. Tapi, aku tetap lebih mencintai Allah. Kamu jangan cemburu ya?" Aku merasakan bibir nya yang membentuk senyuman. Aku sangag senang jika melihat nya tersenyum seperti ini.
"Mas, udah yuk pelukan nya. Nanti di sangka kita pasangan yang mesum di mobil lagi. Kena razia" Dinda, Dinda. Dia meminta untuk menyudahi pelukan kami berdua? Bukan nya dia yang sedari tadi sampai sekarang memeluk ku erat.
"Hei, kamu yang meluk aku Dinda" dia langsung melepas kan pelukan nya dan menutup dua pipi nya. Pasti dia malu.

Sampai di Jakarta, dia ternyata tertidur. Mungkin karena lelah menangis dia. Hehe lucu sekali wajah nya. Aku sangat suka kalau lihat dia tidur. Polos, dan lucu.

Aku mengajak nya makan terlebih dahulu. Pasti Dinda sangat lapar, aku sih bisa menahan lapar. Demi Dinda ku.
"Dinda, bangun. Makan dulu yok!" Aku menggoncang bahu nya perlahan. Dia mulai membuka mata nya.
"Hum...iya" dia mengusap wajah nya kasar lalu turun sambil menjepit rambut nya. Rambut Dinda semakin hari semakin panjang, biarlah. Lagi pula dia juga tugas di bagian reskrim.

Dinda memesan dua menu, dan dua minuman. Dia pasti sangat lapar, siapa suruh tadi pagi gak mau sarapan. Aku melihat tatapan Dinda terfokus pada satu keluarga yang duduk di meja sebelah kami. Ada ayah, ibu, anak pertama, dan kedua.
"Mas, anak-anak itu sangat bahagia sekali bisa di sayangi ayah nya. Tapi, apa ketika mereka besar nanti seperti ku mereka akan tetap di sayangi ayah nya ya mas?" Katanya dengan suara yang sangat parau.
"Dinda, mereka memang sangat senang dan bahagia. Walau kamu tidak di sayangi ayah mu, tapi aku berjanji akan menyangi anak kita nanti. Kita sayangi dia ya? Kamu mau kan punya anak dari ku?" Dia tersenyum kaku lalu mengangguk. Hati nya memang sedang sangat hancur.

Makanan pun datang, Dinda pun langsung melahap makanan itu dengan santai.

~~~~~
Bersambung...
Biye muach buat k'lian yak

Cinta Si PerwiraWhere stories live. Discover now