Dia belum pulang? Padahal dia kan keluar udah dari tadi. Ini makin sore lagi. Batin Rafka.

Rafka menurunkan Maurin di depan kompleks perumahannya. Tidak peduli cewek itu mau marah atau mengadu pada mamahnya. Yang ia pedulikan hanya Lanika. Ia takut terjadi sesuatu pada gadis itu.

Saat Rafka sampai di sana, Lanika sedang mengobrol bersama Fadhil. Rafka mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ia berusaha mengontrol emosinya, ia lebih baik mendengar pembicaraan Fadhil dan Lanika. Sepertinya mereka juga tidak menyadari kehadiran Rafka yang berjarak tiga meter dari mereka. Suara mereka pun agak keras, takut tidak terdengar mungkin karena suara kendaraan yang bising.

"Udah gak papa. Ika ikut aja sama kakak, gak usah ngerasa gak enak."

"Sekali lagi maaf kak. Kita bukan mahram. Apalagi kakak bawa motor, itu akan membuat kulit kita bersentuhan."

"Tapi sekarang udah sore, Ika. Gak ada angkutan umum lagi," ucap Fadhil yang terus membujuknya.

Dasar modus! Gumam Rafka.

Lanika tersenyum kikuk. Sebelum dia menjawab ajakan Fadhil, Julia berteriak dari arah gerbang sekolah.

"Woy! Fadhil! Gue nebeng sama lo dong, kita kan searah."

Lanika bersyukur, bukan bersyukur atas kesalahan Julia yang mau boncengan bersama Fadhil yang bukan mahramnya. Tapi bersyukur karena ia tidak harus pusing-pusing menolak Fadhil.

"Kak, itu kak Julia manggil."

"Huh! Ya udah deh, gue pulang duluan ya sama Julia. Lo hati-hati!"

"Iya."

Dari jauh Rafka tersenyum miring.

Emang, kalau jodoh gak bakal kemana.

"Hai, belum pulang?" tanya Rafka basa-basi.

Lanika menghembuskan nafasnya, lelah. Dia bingung dari mana lelaki ini muncul. Tiba-tiba sudah ada di sampingnya saja.

"Kalau aku udah pulang, gak mungkin ada di sini!" sinisnya.

Rafka malah nyengir. "Ya udah yuk pulang sama gue."

"Gak usah, makasih."

"Ini udah sore, bentar lagi magrib. Lo gak takut orang tua lo nyariin?"

Lanika berpikir sejenak, Rafka ada benarnya. Hari ini ia tidak membawa ponsel, bagaimana bisa mengabari umminya?

"Udah jangan banyak mikir. Ayo!"

"Be-berdua?" tanya Lanika ragu. Rafka mengangguk mantap.

"Kalau gitu aku gak mau. Bukan mahram."

"Oke-oke, bentar. Tunggu di sini, jangan ke mana-mana!"

Setelah beberapa lama Rafka menghilang dari pandangannya, mobil Rafka menepi di sampingnya lagi.

"Udah, ayo masuk!"

"Kan aku udah bilang, aku gak mau berdua."

"Gak berdua. Aku bawa bapak-bapak."

Setelah dibujuk, Lanika akhirnya mau. Keadaan di mobil sangat hening. Hingga bapak-bapak yang duduk di samping Rafka membuka mulut.

"Den, itu dagangan bakso saya gimana?"

Hah? Dagangan bakso? Batin Lanika. Ia mengerutkan kening tidak mengerti.

"Udah mamang tenang aja. Kalau dagangannya ada yang ngambil saya yang ganti rugi mang. Abis cewek saya ribet banget mang, masa diajak pulang aja katanya gak boleh berduaan."

Apa dia bilang? Aku ceweknya? Jangan mimpi! Lagian dia ada-ada aja malah bawa si Mamang yang lagi jualan bakso. Gak waras emang nih cowok!

Mamang tukang bakso itu melirik ke belakang. Lanika tersenyum kikuk, namun kembali menundukkan pandangannya.

"Berarti dia perempuan baik-baik, Den. Zaman sekarang mah jarang perempuan yang nolak ditawarin bareng sama cowok, apalagi cowoknya ganteng kaya Den Rafka."

Rafka tersenyum mengiyakan ucapan si Mamang itu. Sedangkan Lanika malah sibuk memilin-milin ujung hijabnya. Ia merasa tidak nyaman berada di sini. Maksud dia bukan seperti itu. Lanika mau yang bersama mereka itu mahram mereka supaya tidak ada fitnah. Tapi apa boleh buat. Di halte seorang diri justru akan menimbulkan masalah lain. Bisa jadi akan ada preman yang menggodanya, dan ummi-nya juga bisa saja sedang khawatir.

"Anik... udah sampe," ucap Rafka lembut.

Ia menoleh ke belakang karena tidak ada jawaban, ternyata Lanika tertidur. Rafka tersenyum melihat wajah Lanika yang lebih kalem daripada saat di kelas. Entah kenapa Lanika galak sekali padanya, terlebih setelah beberapa minggu lalu saat ia tahu kalau Rafka memiliki Maurin. Ia jadi lebih susah diajak bercanda. Apa dia cemburu?

Rafka meminta izin pada si Mamang untuk berteriak demi membangunkan Lanika. Kapan lagi bisa mengerjai Lanika? Hehe.

"Woy! Tolong! Rafka babak belur digebukin preman!" Rafka berteriak seakan-akan dia yang jadi saksi penggebukan itu.

Lanika terlonjak kaget. Ia langsung membuka matanya dan berteriak, "Rafka!"

Matanya sedikit berair. Tadi ia juga bermimpi Rafka terluka. Dadanya benar-benar sesak mengingat itu.

Rafka tidak tertawa, keningnya justru mengerut. Ia melihat kekhawatiran dan ketakutan di mata Lanika. Apa Lanika akan sekhawatir itu jika hal ini benar-benar terjadi? Rasa bersalah menyergap seluruh organ tubuh Rafka.

"Anik... maaf," lirih Rafka. "Aku bercanda," sambungnya lagi.

Lanika baru sadar kalau tadi ia tertidur. Ia menatap mata Rafka sebentar lalu membanting pintu mobil kuat-kuat. "Bercanda lo gak lucu!"

Ini pertama kalinya Rafka mendengar Lanika begitu marah. Bahkan tadi dia menyebutnya 'Lo'. Memang apa salahnya? Dia hanya berniat bercanda.

🍀🍀🍀

Hay! Ini aku udah up. Gimana ceritanya? Jangan lupa Vomment ya, biar aku tau siapa aja pembaca cerita aku yang ini. Dan siapa aja yang nunggu kelanjutan cerita ini.

Sinar Cinta Gadis BerhijabWhere stories live. Discover now