18.2 My Dearest is A Programmer- Abel and Ardian Time

Start from the beginning
                                        

"Kamu dulu suka olahraga ??"

Ardian tersenyum kecil, "Sekarang juga masih suka olahraga kok, nge-gym sama sepeda." Abel menganguk, ia juga menyadari jika tubuh Ardian sedikit lebih membentuk dari pada saat pertama kali mereka bertemu.

Bola plastik dari lapangan menggelinding mendekati kaki Ardian. "Kang!! Lempar sini!!" teriak seorang anak berkulit gelap dngan kaus berwarna merah.

Ardian mengambil bola tersebut, "Aku ikut main, ya ??" tanya Ardian meminta izin.

Abel tersenyum, "Udah sana, mereka nunggu bolanya."

"Kakak ikut main ya!!" teriak Ardian sambil berlari menuju tengah lapang.

"Hayu Kang!!" balas anak-anak yang mulai mengerubuni Ardian.

Abel hanya memperhatikan Ardian dari jauh, sesekali ia tertawa melihat bola yang tengah Ardian bawa diambil oleh anak kecil hingga akhirnya Ardian berhasil memasukan bola ke gawang lawan. Ardin melakukan selebrasi dengan memutari lapangan sambil melakukan tos dengan anggota timnya.

Setelah setengah jam bermain, Ardian pun menepi sambil melambaikan tangannya pada anak-anak. "Cape ??" tanya Abel sambil menyodorkan sebotol air mineral yang baru dibelinya.

"Lumayanlah." Ardian menenggak air mineral hingga setengahnya. "Aku senang bisa main sama mereka, biasanya aku cuma main bola di laptop." Abel mengangguk mengerti, Ardian pasti memainkan game PES di laptopnya.

Ardian menaruh kepalanya pada bahu Abel, "Ar, bau ih!! Kamu keringatan!!" Abel menjauhkan kepala Ardian yang basah oleh keringat.

"Ya ampun, Bel. Cuma keringat." Ardian menyisir rambut dengan jari-jarinya dan hendak menempelkannya pada wajah Abel, namun Abel segera menghindar.

"Ardian!!" teriak Abel, "Balik ke penginapan gih!!"

"Ngapain ??" tanya Ardian tanpa dosa.

"M.A.N.D.I." Eja Abel.

"Yaudah temenin."

Abel melongong, "Hah ?!!"

Ardian berdecak, "Temenin aku ke penginapan." Ardian bangkit dari tempat duduknya, "Jangan mikir yang nggak-enggak deh." Ardian menarik tangan Abel untuk mengikutinya, "Abis mandi, kita ke pasar malam. Aku liat ada pasar malam di lapangan dekat penginapan." Abel pun mengangguk dan mengikuti Ardian menuju penginapan.

" Abel pun mengangguk dan mengikuti Ardian menuju penginapan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Disini enggak ada sinyal." Keluh Ardian.

Abel tertawa pelan, "Mau gimana lagi, namanya juga di desa."

"Ya tapi kamu bisa nikmati waktu berdua sama aku, tanpa gangguan dari istri aku." Abel mengerti, istri yang dimaksud Ardian pasti perangkat-perangkat kesayangannya. Disatu sisi Ardian bersyukur bisa menunjukan pada Abel, bahwa ia juga manusia biasa tanpa perangkat-perangkat kesayangannya.

Abel menarik Ardian menuju antrean untuk naik kincir raksasa, "Kamu ngapain sih pake beliin aku harum manis gini ??" Abel menunjuk harum manis besar berwarna biru di tangannya, "kenapa harus warna biru coba ??"

"Pertama aku tahu kamu suka manis, makanya aku beliin harum manis. Kedua, aku suka warna biru makanya aku beliin warna biru. Ketiga, kurang lengkap kalo ke pasar malam enggak beli harum manis."

Abel memutar matanya meng-iya-kan penjelasan Ardian. Abel menyandarkan punggungnya pada dada Ardian yang berdiri di belakangnya, antrean masih cukup panjang. Abel mengedarkan pandangannya mencari sesuatu yang menarik.

Mata Abel membeku saat melihat seorang wanita mengenakan dress sederhana berwarna merah maroon –nyaris hitam- tengah berjalan mengapit lengan seorang wanita paruh baya yang tengah berbicara dengan wanita paruh baya lain yang berdiri di sampingnya. Di depan ketiga wanita itu, dua orang lelaki dengan rambut mulai memutih berjalan saling merangkul, Abel mengenali salah satu lelaki itu. Pak Ahmad, mandor perkebunan Kina –teman abah-.

Namun bukan pemandangan itu yang membuat Abel membeku, tapi tatapan wanita berdress merah maroon yang menatap lurus ke arahnya, lebih tepatnya ke arah Ardian. Abel menggenggam lengan Ardian lebih erat.

Ardian menatap Abel, merasa heran kekasihnya itu mengeratkan genggamannya sambil bergetar. "Kenapa, Bel ??" Ardian menatap Abel dengan dalam, wajah Abel terlihat menegang. "Bel ??" tanya Ardian memastikan.

Abel terlonjat kaget saat sebelah tangan Ardian yang tidak menggenggamnya, melingkar sekitar dadanya. "Kamu kenapa ??" tanya Ardian lembut. Abel menggeleng, namun tatapannya masih lurus menatap objek yang tak jauh darinya.

TBC

My Dearest is A ProgrammerWhere stories live. Discover now