18.2 My Dearest is A Programmer- Abel and Ardian Time

Start from the beginning
                                        

Abel menggeleng, "Aku nggak kenapa-kenapa."

Merasa tidak yakin, Ardian berusaha membuka tangan Abel yang menutupi wajahnya. "Kalo enggak kenapa-kenapa, ngapain kamu nutup wajah kamu ??"

"Aku malu!!"

Ardian menaikan sebelah alisnya, "Malu kenapa ??" lagi-lagi Abel menggelengkan kepalanya, "Bel, kenapa sih ?? aku bikin salah lagi ??"

"Enggak!! Aku cuma malu."

Ardian berdecak lalu membuka tangan Abel, dan Abel pun memejamkan matanya enggan menatap wajah Ardian. Selain malu karena sudah menangis di depan Ardian, Abel juga merasa malu karena wajahnya saat ini sangat berantakan. "Kamu masih cantik kok, kenapa mesti malu ??"

Abel menggeleng sambil tetap menutup matanya, Ardian tersenyum lalu mendekatkat wajahnya pada wajah Abel, "Buka mata kamu." Dengan ragu, Abel membuka matanya. Abel mentap Ardian dengan horor saat menyadari jarak mereka hanya satu kepalan tangan, "You are beautiful in every way." Ardian menempelkan bibirnya pada bibir Abel, matanya tidak lepas menatap mata coklat milik Abel.

Mata Abel tak berkedip, seolah terhipnotis oleh mata sehitam arang milik Ardian. Beberapa saat kemudian Ardian melepaskan tautan bibirnya dengan bibir Abel.

Abel masih mematung tak percaya dengan apa yang baru saja dilakukan Ardian. "Kamu cantik, jadi nggak perlu malu." Abel mengerjapkan matanya mendengar ucapan Ardian, lalu membekap mulutnya dan segera berlari masuk ke dalam rumah.

"Ardian baka !!!" jerit Abel sebelum menutup pintu rumah. Ardian hanya tertawa, lalu menyusul Abel menuju ke dalam rumah untuk berpamitan pada orang tua dan nenek Abel.

"Teteh, Kang Ardian pamit mau pulang." Panggil Daniel dari luar kamar Abel. Namun tidak ada sahutan dari dalam, Abel membenamkan wajahnya pada bantal. Meskipun itu bukan ciuman pertamanya, tapi tetap saja Abel malu bukan kepalang. "katanya besok sore dijemput kesini." Lanjut Daniel lalu melangkah meninggalkan pintu kamar Abel.

Setelah yakin Ardian keluar dari rumah, Abel mengintip dari balik tirai jendela kamarnya. Ardian berjalan meninggalkan rumahnya, Ardian menoleh saat merasa ada yang memperhatikannya. Lalu tersenyum saat menyadari Abel tengah memperhatikan –mengintip-nya. Ardian tersenyum sambil melambaikan tangannya. Abel segera menutup tirainya tanpa membalas lambaian tangan Ardian dan kembali menelungkupkan tubuhnya di atas tempat tidur.

"Kamu nginap dimana???" tanya Abel setelah mendudukan diri di sebuah bangku terbuat dari bambu yang menghadap ke sebuah lapangan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kamu nginap dimana???" tanya Abel setelah mendudukan diri di sebuah bangku terbuat dari bambu yang menghadap ke sebuah lapangan. Lapangan itu dipenuhi anak-anak yang tengah bermain sepak bola. Pemandangan yang jarang bahkan sulit ditemukan di Jakarta.

"Di home stay dekat gapura," Ardian memperhatikan anak-anak yang berlarian kesana-kemari mengejar bola plastik berwarna hitam putih. Mengingatkan Ardian dengan masa kecilnya dengan Fandi dan Kenan. "Mereka..." Ardian menunjuk anak kecil yang tengah melakukan selebrasi setelah berhasil memasukan bola pada gawang yang terbuat dari dua buah batu bata yang diberi jarak. "Kaya aku, Fandi sama Kenan pas masih kecil."

My Dearest is A ProgrammerWhere stories live. Discover now