[[UNFINISHED]] CERITA INI TIDAK DILANJUTKAN KARENA BERBAGAI SEBAB, DIMOHON UNTUK TIDAK LAGI MENUNGGU CERITA INI UPDATE
Bagi Ardian hal-hal yang tak dapat masuk logika adalah hal yang harus ia hindari, termasuk perasaan. Hidupnya hanya terpatok pada...
Tapi itu tidak cukup membuatnya tenang, ia belum tahu Abel pergi untuk sekadar cuti atau memang benar-benar pergi meninggalkannya.
Ardian menyimpan surat itu lalu mengambil laptop dan menyalakannya, tadi –saat masih ada sinyal- Bryan mengirim email padanya. Sebuah lomba membuat software untuk bisnis. Ardian harus membacanya sebelum metujui untuk ikut atau tidak.
Ardian mengerang frustrasi saat menyadari tidak ada sinyal wifi di sekitarnya, dan saat membuka ponsel, tanda silang terlihat jelas pada bagian sinyal. Ardian mematikan kedua perangkat kesayangannya dan memilih untuk mengistirahatkan tubuhnya.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Pagi-pagi sekali Ardian sudah keluar dari penginapan dengan mengenakan training dan sepatu lari. Rencananya hari ini ia akan berlari mengelilingi kampung ini untuk mencari Abel dan mengajak Abel berbicara –jika benar Abel berada disini-.
Sudah setengah jam Ardian jogging mengelilingi perkampungan itu, namun tidak tanda-tanda Abel berada disana. Ardian berhenti di sebuah warung untuk membeli minum.
"Udah liat anaknya Bu Kirana ??" tanya seorang laki-laki -yang duduk di samping Ardian- pada ibu-ibu penjaga warung.
"Yang mana, mang ??"
"Itu yang baru pulang dari Jakarta." Ujar laki-laki itu dengan antusias. "Cantik pisan, Bi. Kaya ibunya."
"Masih sendiri, mang ??"
"Kayanya sendiri, bi." Laki-laki itu menaruh gelas kopinya yang kosong.
"Bisa dong anak bibi daftar." Ibu penjaga warung itu tertawa.
Laki-laki itu bangkit dan memberikan selembar uang, "Coba aja, bi." Laki-laki itu membungkuk sopan sambil tersenyum pada Ardian dan ibu penjaga warung, lalu pamit untuk pergi ke kebun.
"Maaf bu, kalo boleh tau, suaminya Ibu Kirana yang ibu sama emang yang tadi bicarakan itu Pak Rahmat bukan ??" Ardian ingat ucapan wanita paruh baya yang ia temui kemarin di rumah lama keluarga Abel.
"Loh aden kenal ??" ibu-ibu terlihat antusias, "Iya, Pak Rahmat suaminya Bu Kirana, mereka baru tiga bulanan pindah kesini. Ibunya Pak Rahmat sedang sakit."
Ardian mengangguk, keterangan dari wanita paru baya yang ia temui kemarin sama dengan ucapan ibu penjaga warung, berarti Ardian berada di tempat yang benar. Ardian mengeluarkan selembar uang untuk membayar minumannya lalu pamit untuk melanjutkan lari paginya.
Baru beberpa puluh meter Ardian meninggalkan warung, ia melihat pemandangan yang membuat hatinya tak keruan. Beberapa meter di depannya Abel berjalan berlawanan arah dengannya. Abel mengenakan pakai olahraga seperti Ardian bersama seorang lelaki bertubuh jangkung -Daniel. Entah apa yang tengah mereka bicarakan, sepertinya sesuatu yang menyenangkan karena Abel tertawa sambil menutup mulutnya dan sesekali menepuk lengan lelaki di sampingnya.
"Abel." Panggil Ardian saat jarak mereka terpaut beberapa langkah.
Wajah Abel kaget, "A-Ardian ??" Abel menunjuk Ardian dengan horor, "Ngapain kamu disini ??"